10 Masalah Kulit Penderita HIV yang Patut Diwaspadai

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Jan 3, 2022 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 4 menit
10 Masalah Kulit Penderita HIV yang Patut Diwaspadai

Ringkasan

Buka

Tutup

  • Sekitar 90% penderita HIV memiliki masalah kulit selama perjalanan penyakit, umumnya dapat berkembang selama tahap 1 dan 3;
  • Ruam HIV biasanya muncul dalam dua bulan pertama setelah seseorang terpapar virus HIV, ditandai dengan demam, kelelahan, sakit tenggorokan dan pembengkakan pada kelenjar getah bening;
  • Walaupun tidak selalu karena infeksi HIV, xerosis dan dermatitis atopik lebih sering terjadi pada penderita HIV bahkan bisa lebih parah;
  • Folikulitis eosinofilik adalah bentuk dermatitis yang paling sering ditemukan pada orang-orang di tahap selanjutnya dari perkembangan HIV;
  • Masalah kulit penderita HIV lainnya juga dapat berupa fotodermatitis, kutil, herpes zoster, hingga sarkoma kaposi;
  • Klik untuk membeli paket pemeriksaan HIV dengan harga bersahabat dan dokter berpengalaman melalui HDmall;
  • Gunakan fitur chat untuk berkonsultasi dengan apoteker kami secara gratis seputar obat dan paket kesehatan yang Anda butuhkan.

Ketika sistem kekebalan tubuh dilemahkan oleh HIV, tubuh menjadi rentan mengalami infeksi. Bagian tubuh yang rentan tersebut salah satunya adalah kulit, ditandai dengan timbulnya ruam, infeksi, dan lesi. Masalah kulit tersebut dapat menjadi salah satu tanda awal keberadaan HIV di tubuh seseorang. Bahkan, kulit penderita HIV sering dipandang sebagai indikator perkembangan penyakit.

Sayangnya, tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai penyakit kulit biasa. Padahal, berdasarkan fakta, sekitar 90% penderita HIV memiliki masalah kulit selama perjalanan penyakit.

Di tahap mana penyakit kulit HIV dapat berkembang?

Pahami tiga tahap perkembangan penyakit HIV berikut:

<td>Tahap
<%70319326857600%>Keterangan
<%70319326857280%>Tahap infeksi akut

Virus bereproduksi dengan cepat dalam tubuh, menyebabkan gejala seperti flu yang parah. Baca: Seperti Inilah Gejala Awal HIV 3 Bulan Pertama
Tahap laten Virus bereproduksi sangat lambat, dan mungkin penderita tidak merasakan gejala sama sekali. Tahap ini bisa bertahan 10 tahun atau bahkan lebih.
AIDS Sistem kekebalan tubuh telah rusak parah oleh HIV. Tahap ini menyebabkan jumlah sel CD4 turun menjadi 200 sel per mm3 (normal: 500-1600 sel per mm3).

Penyakit kulit penderita HIV dapat berkembang selama tahap 1 dan 3. Infeksi jamur sangat umum terjadi ketika sistem kekebalan tubuh berada pada kondisi terlemahnya, yakni tahap ketiga. Infeksi ini sering disebut oportunistik.

Penyakit kulit HIV biasanya merupakan salah satu atau kombinasi dari tiga kategori berikut:

  • Dermatitis umum, atau ruam kulit. Ini yang paling umum terjadi, di antaranya berupa xerosis, dermatitis atopik, fotodermatitis, dan folikulitis,
  • Infeksi, termasuk bakteri, jamur, virus, dan parasit. Misalnya Herpes zoster dan moluskum.
  • Lesi kulit. Alias perubahan struktur sel kulit hingga menjadi ganas, seperti pada sarkoma kaposi.

Masalah kulit yang kerap dialami oleh penderita HIV/AIDS

1. Ruam HIV

Ruam HIV biasanya muncul dalam dua bulan pertama setelah seseorang terpapar virus HIV. Kondisi ini dapat disertai dengan beberapa gejala lainnya, seperti demam, kelelahan, sakit tenggorokan dan pembengkakan pada kelenjar getah bening.  

Baca selengkapnya: Ciri-ciri Ruam HIV pada Kulit

2. Xerosis

Xerosis atau kulit kering memang tidak selalu karena HIV, namun akan lebih sering terjadi pada penderita HIV. Gejala xeroris sering ditandai dengan gatal, bercak bersisik pada lengan dan kaki. 

Kondisi ini sangat umum, bahkan pada orang tanpa HIV. Ini bisa disebabkan oleh cuaca kering atau panas dan terlalu banyak terpapar sinar matahari.

3. Dermatitis atopik

Meskipun dermatitis atopik hadir pada orang tanpa HIV atau AIDS, masalah kulit ini bisa lebih parah dan lebih mungkin terinfeksi pada orang dengan HIV atau AIDS.

Dermatitis atopik adalah kondisi peradangan kronis yang sering menyebabkan ruam merah, bersisik, dan gatal. Ini dapat muncul di banyak bagian tubuh, termasuk kaki, tangan, leher, kelopak mata, lutut, dan siku. Dermatitis atopik dapat diobati dengan krim kortikosteroid, krim perbaikan kulit yang dikenal sebagai inhibitor calcineurin, antibiotik untuk infeksi, atau obat anti-gatal.

4. Folikulitis eosinofilik

Tidak diketahui mengapa orang dengan HIV atau AIDS rentan mengalami folliculitis eosinofik, tetapi diyakini bahwa sistem kekebalan yang menurun dapat menjadi faktor yang berkontribusi.

Folikulitis eosinofilik ditandai oleh benjolan merah gatal yang berpusat pada folikel rambut di kulit kepala dan tubuh bagian atas. Bentuk dermatitis ini paling sering ditemukan pada orang-orang di tahap selanjutnya dari perkembangan HIV.

5. Photodermatitis

Obat antiviral, yang digunakan dengan pengobatan HIV dan AIDS, dapat berisiko menyebabkan fotodermatitis. Photodermatitis terjadi ketika sinar UV dari sinar matahari menyebabkan ruam, lecet , atau bercak kering pada kulit. 

Baca juga: Kupas Tuntas ARV, Satu-Satunya Obat Andalan untuk HIV/AIDS

Selain masalah kulit, penderita juga dapat mengalami nyeri, sakit kepala, mual, atau demam. Kondisi ini biasa terjadi selama terapi obat antiretroviral, ketika sistem kekebalan tubuh menjadi hiperaktif.

6. Prurigo nodularis

Prurigo nodularis adalah suatu kondisi di mana gumpalan pada kulit menyebabkan gatal dan penampilan seperti keropeng. Penyakit kulit HIV ini kebanyakan muncul di kaki dan lengan, biasanya terasa sangat gatal hingga menyebabkan banyak goresan dan luka.

Jenis dermatitis yang satu ini mempengaruhi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat terganggu. Gatal bisa menjadi sangat parah sehingga menggaruk berulang menyebabkan pendarahan, luka terbuka, dan infeksi lebih lanjut.

Prurigo nodularis umumnya diobati dengan krim steroid atau antihistamin. Dalam kasus yang parah, dokter merekomendasikan cryotherapy (terapi beku).

7. Kutil

Orang dengan HIV atau AIDS cenderung memiliki kasus kutil yang jauh lebih parah, dengan kutil lebih besar dan lebih banyak. Kutil tumbuh di lapisan atas kulit akibat dari infeksi human papillomavirus (HPV). 

Bentuknya menyerupai gundukan dengan titik-titik hitam. Ini biasanya ditemukan di tangan, hidung, atau bagian bawah kaki.

Kutil dapat diobati dengan beberapa prosedur, termasuk pembekuan atau pengangkatan melalui operasi minor. Namun, HIV membuatnya jauh lebih sulit untuk disingkirkan karena kemungkinan kambuhnya tinggi.

8. Herpes zoster

Herpes zoster kerap terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang lemah. Sama halnya dengan penyakit herpes labialis seperti dijelaskan di sini: Ciri-Ciri HIV pada Lidah dan Mulut yang Harus Diwaspadai

Penyakit herpes zoster ditandai dengan ruam kulit berupa lepuhan bergerombol yang terasa begitu menyakitkan.

9. Moluskum kontagiosum

Moluskum kontagiosum ditandai dengan benjolan berwarna merah muda atau pucat pada kulit. Virus kulit yang sangat menular ini sering mempengaruhi orang dengan HIV.

Benjolan yang disebabkan oleh moluskum kontagiosum biasanya tidak nyeri dan cenderung muncul pada dahi, tubuh bagian atas, bahu, dan kaki. Pilihan pengobatan saat ini termasuk terapi beku dengan nitrogen cair, salep topikal, dan pengangkatan laser.

10. Sarkoma kaposi

Sarkoma kaposi adalah bentuk kanker yang mempengaruhi lapisan kelenjar getah bening atau pembuluh darah. Gejala sarkoma kaposi itandai dengan lesi kulit coklat gelap, ungu, atau kemerahan. 

Jenis kanker ini dapat mempengaruhi paru-paru, saluran pencernaan, dan hati. Oleh karenanya dapat menyebabkan sesak napas, kesulitan bernapas, dan pembengkakan kulit.

Lesi ini sering muncul ketika jumlah sel darah putih menurun drastis. Kehadirannya pun sering menjadi tanda bahwa HIV telah berubah menjadi AIDS, dan menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah.

Bagi yang memiliki HIV, mungkin akan mengalami satu atau lebih dari kondisi kulit di atas. Namun, tidak semua orang yang mengalami kelainan kulit di atas pasti HIV. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut guna memastikan penyebab masalah kulit penderita HIV.


15 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Tseng, Yu-Tzu & Yang, Chia-Jui & Chang, Sui-Yuan & Lin, Shu-Wen & Tsai, Mao-Song & Liu, Wen-Chun & Wu, Pei-Ying & Su, Yi-Ching & Luo, Yu-Zhen & Yang, Shan-Ping & Hung, Chien-Ching & Chang, Shan-Chwen. (2014). Incidence and risk factors of skin rashes and hepatotoxicity in HIV-infected patients receiving nevirapine-containing combination antiretroviral therapy in Taiwan. International Journal of Infectious Diseases. 29. 10.1016/j.ijid.2014.08.012.. ResearchGate. (https://www.researchgate.net/publication/266948762_Incidence_and_risk_factors_of_skin_rashes_and_hepatotoxicity_in_HIV-infected_patients_receiving_nevirapine-containing_combination_antiretroviral_therapy_in_Taiwan)
Dwiyana, Reiva & Rowawi, Rasmia & Lestari, Mery & Alisjahbana, Bachti & Ven, A & Djajakusumah, Tony. (2009). Skin disorders in HIV-infected patients from West Java. Acta medica Indonesiana. 41 Suppl 1. 18-22.. ResearchGate. (https://www.researchgate.net/publication/51439848_Skin_disorders_in_HIV-infected_patients_from_West_Java)
Rogers, Gary & Mijch, A. & Brotherton, A.. (2008). Signs and symptoms of chronic HIV disease.. ResearchGate. (https://www.researchgate.net/publication/29469719_Signs_and_symptoms_of_chronic_HIV_disease)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app