Pneumonia atau mungkin Anda mengenalnya sebagai paru-paru basah, menurut World Health Organization (WHO) merupakan penyumbang angka kematian sebanyak 16 persen di seluruh dunia.
Di negara kita? Sebanyak setengah juta anak terjangkit pneumonia pada tahun 2017 dan hampir sebanyak 2000 anak meninggal karenanya.
Lantas sebenarnya seberapa berbahayakah penyakit ini kerap disebut dengan The Forgotten Killer (pembunuh yang terlupakan) oleh media di Amerika ini?
Apa Itu Pneumonia?
Pneumonia adalah infeksi pada paru-paru yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. Paru-paru dikatakan mengalami pneumonia apabila kantung udara yang membentuknya (disebut juga alveoli) terisi cairan atau nanah.
Kondisi ini menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan bernafas dan juga dapat mengganggu aliran darah di dalam paru-paru.
Semua kalangan dapat terjangkit penyakit ini, tetapi bayi berusia kurang dari dua tahun dan dan lansia diatas 65 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi.
Hal itu dikarenakan sistem imun mereka antara belum cukup kuat atau sudah terlalu lemah dalam menghalau parasit penyebab pneumonia.
Penyebab Pneumonia
Pneumonia dapat menyerang satu atau kedua paru-paru. Terkadang bahkan beberapa penderita tidak menyadari bahwa dirinya telah terjangkit paru-paru basah. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dan virus dapat menular, terutama melalui udara.
Selain karena faktor luar, kebiasaan gaya hidup seperti merokok dan terlalu banyak minum alkohol juga dapat meningkatkan peluang Anda terkena pneumonia.
Beberapa faktor berikut diklaim dapat meningkatkan kerentanan Anda terserang pneumonia:
- Bayi kurang dari 2 tahun.
- Orang berusia lanjut (diatas 65 tahun).
- Memiliki sistem imun tubuh yang kurang, seperti penderita HIV/AIDS.
- Orang yang terbiasa terpapar asap rokok.
- Memiliki riwayat penyakit tertentu, seperti stroke, diabetes, asma dan gangguan jantung.
Anda yang sering berada di lingkungan rumah sakit juga memiliki resiko yang cukup tinggi terkena pneumonia. Hal itu karena parasit pneumonia cenderung banyak menyebar di area rumah sakit.
Gejala Pneumonia yang dirasakan
Banyak orang awalnya salah mengira pneumonia sebagai gejala flu biasa, karena memang tandanya hampir mirip. Bedanya, gejala pneumonia jauh lebih lama membaik.
Jika tidak segera diberikan penanganan yang tepat, bukan tidak mungkin akan muncul gejala lain yang lebih parah, seperti:
- Batuk-batuk yang disertai nyeri di dada.
- Keluar lendir saat batuk.
- Tubuh menggigil disertai demam.
- Susah menarik dan menghembuskan nafas.
- Merasa lemas dan letih.
- Mual-mual.
Pada bayi dan anak-anak, gejala lain yang timbul berupa sering menangis, batuk dan muntah, serta sulit makan.
Bagaimana mengobati Pneumonia?
Pneumonia yang tergolong ringan dapat diobati dengan obat flu biasa. Diantaranya adalah obat pereda nyeri berupa paracetamol atau ibuprofen, obat pereda batuk, dan antibiotik sebagai pembunuh bakteri.
Pengobatan sebaiknya disertai dengan istirahat dan minum yang cukup agar kondisi dapat lebih cepat pulih.
Pneumonia yang tingkatannya lebih parah sebaiknya segera dilarikan ke rumah sakit. Dokter biasanya akan memberikan suntikan antibiotik dan penanganan tambahan berupa penambahan oksigen dan terapi paru.
Bahkan pada tingkatan tertentu (penderita lansia terutama), perawatan dibantu dengan pemasangan ventilator sebagai alat bantu pernafasan.
Mencegah Pneumonia
Langkah-langkah berikut ini dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan penularan penyakit paru-paru basah, yaitu:
- Melakukan vaksinasi. Vaksin yang dapat diberikan pada anak berupa pneumococcal conjugate vaccine (PCV) untuk melawan bakteri pneumokokus. Vaksin ini diberikan pada bayi saat usianya 2, 4, 6 dan 12 bulan.
- Menjalankan gaya hidup sehat. Kebiasaan hidup yang baik akan berefek pada kestabilan sistem imun tubuh melawan parasit.
- Membiasakan hidup bersih. Contoh kecilnya adalah dengan rajin mencuci tangan untuk mencegah berkembangnya bakteri penyebab pneumonia.
- Tidak merokok dan hindari mengkonsumsi minuman beralkohol.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.