5 Penyebab Protein Urin Positif Pada Ibu Hamil

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 4 menit
5 Penyebab Protein Urin Positif Pada Ibu Hamil

Ringkasan

Buka

Tutup

  • Adanya protein di dalam urine disebut proteinuria. Pada ibu hamil, dikatakan abnormal jika protein yang terbuang mencapai 300 mg atau lebih per 24 jam.
  • Preeklampsia dan eklampsia merupakan dua dari sekian banyak penyebab protein urin positif pada ibu hamil. Kondisi ini dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah persalinan.
  • HELLP Syndrome juga memberikan efeks erupa. Gejalanya ditandai dengan mual, muntah, nyeri perut bagian atas, sakit kepala, hingga pandangan kabur.
  • Hati-hati saat buang air kecil terasa perih atau panas, maka hal ini bisa jadi pertanda infeksi saluran kemih, salah satu penyebab protein urin positif saat hamil.
  • Dokter dapat melakukan 2 cara, yaitu tes dipstick dan tes protein urin 24 jam untuk mendeteksi protein dalam urin. Segera konsultasikan ke dokter.
  • Punya pertanyaan seputar masalah kehamilan? Tanyakan pada dokter kami lewat aplikasi Honestdocs. Download gratis di sini!

Selama kehamilan, tubuh mengalami banyak perubahan. Anda pun harus tahu perubahan mana yang tergolong normal dan mana yang termasuk abnormal sehingga memerlukan perhatian medis. Mengenai protein urin positif, apakah itu normal pada ibu hamil?

Normalkah jika protein urin positif pada ibu hamil?

Adanya sejumlah kecil protein dalam urin selama kehamilan dianggap normal. Namun, pelepasan protein ke dalam urin yang banyak dapat menjadi indikasi terganggunya fungsi ginjal atau stres, dan bahkan dapat menandakan adanya infeksi di dalam tubuh.

Keberadaan protein di dalam urin disebut proteinuria. Pada kondisi ini, protein yang terbuang mencapai 300 mg atau lebih selama 24 jam sehingga disebut sebagai proteinuria abnormal selama kehamilan. Protein urin yang positif pada ibu hamil ini dapat diketahui melalui pemeriksaan air seni yang disebut urinalisis.

Pada orang yang tidak hamil, proteinuria dengan kadar protein urin > 150 mg/24 jam sudah dianggap abnormal. Sedangkan pada kehamilan, dianggap proteinuria abnormal ketika protein urin melebihi 300 mg/24 jam.

Berbagai penyebab protein urin positif pada ibu hamil

Berdasarkan kondisi dan penyebabnya, proteinuria dibagi menjadi dua jenis, yaitu kronis dan onset. Disebut proteinuria kronis apabila penyakit ini memang sudah ada sebelum hamil akibat ginjal yang bermasalah. Sedangkan proteinuria onset hanya berkembang selama kehamilan, salah satunya disebabkan oleh preeklampsia.

Lebih lanjut, berikut penyebab protein urin positif pada ibu hamil, antara lain:

1. Preeklamsia

Preeklamsia adalah kondisi yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan protein dalam urin. Proteinuria bersama dengan hipertensi terjadi setelah 20 minggu kehamilan.

Kondisi ini biasanya tidak menunjukkan gejala. Tetapi jika kondisinya parah, Anda dapat mengalami sakit kepala, pembengkakan tangan dan wajah, mual, muntah, sakit perut, penurunan buang air kecil dan penglihatan kabur.

Bentuk preeklamsia yang parah akan menyebabkan kegagalan beberapa organ seperti ginjal, hati, otak, mata, jantung, dan paru-paru.

2. Eklampsia

Eklampsia adalah kondisi preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang akibat terganggunya fungsi otak. Kejang ini dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah persalinan. Eklampsia termasuk keadaan darurat obstetri yang memerlukan perhatian medis segera.

3. HELLP Syndrome

Sindrom HELLP dikaitkan dengan preeklamsia dan memiliki gejala yang serupa. Ini adalah kondisi kehamilan yang mengancam jiwa dan salah satu alasan yang dapat menyebabkan keluarnya protein dalam urin.

HELLP itu sendiri merupakan singkatan dari H (Hemolysis, pemecahan sel darah merah), EL (Elevated liver enzyme, peningkatan enzim hati) dan LP (low platelet, jumlah trombosit yang rendah).

Gejala HELLP awal mungkin tampak seperti preeklamsia. Gejala umumnya adalah mual, muntah, nyeri perut bagian atas, sakit kepala, perasaan sakit dan penglihatan kabur.

Sindrom HELLP dapat mengakibatkan komplikasi serius seperti kerusakan hati dan ginjal, edema paru, abrupsi plasenta dan koagulasi intravaskular diseminata.

Selama kehamilan, sindrom preeklampsia meningkatkan risiko eklampsia dan HELLP. Kondisi ini dapat menyebabkan hasil yang merugikan termasuk berat lahir rendah, kelahiran prematur, lahir mati, pembatasan pertumbuhan intrauterin dan kematian bayi baru lahir.

4. Infeksi di ginjal atau saluran kemih

Protein urin positif pada ibu hamil juga bisa disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Kecurigaan itu muncul ketika Anda sering ingin buang air kecil dengan rasa yang tak nyaman, perih atau panas saat berkemih.

Infeksi saluran kemih ini harus segera diobati untuk menghindari kondisi seperti infeksi ginjal yang dapat muncul dalam bentuk sakit punggung, muntah, mual, dan menggigil. Penyakit ini juga dapat memengaruhi kehamilan, seperti kelahiran prematur dan berat lahir rendah.

Jika Anda menderita infeksi saluran kemih, dokter biasanya akan meresepkan antibiotik yang aman dikonsumsi selama kehamilan.

Baca Juga:

5. Faktor lain

Kondisi seperti dehidrasi, stres berlebih, olahraga berat, demam, penyakit ginjal kronis, leukimia, lupus, radang sendi, dan diabetes juga bisa menjadi penyebab protein urin positif selama kehamilan.

Bagaimana mengetahui keberadaan protein dalam urin?

Langkah pertama, amati tanda dan gejala seperti pembengkakan pada kaki, tangan, dan wajah, serta perubahan pada air seni yang terlihat berbusa. Namun, perlu diketahui juga bahwa tak semua air kencing berbusa menandakan proteinuria

Baca Juga: Penyebab Air Kencing Berbusa dan Pengobatannya

Jika Anda mengalami gejala tersebut, segera temui dokter. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan dan tes penunjang untuk memastikan keberadaan protein dalam urin dengan cara berikut:

1. Tes dipstick

Tes dipstick disebut juga dengan carik celup. Prosedur pemeriksaan ini dilakukan dengan menampung urin di dalam sebuah wadah lalu dicelupkan strip pemeriksaan ke dalamnya.

Strip mengandung warna-warna yang menunjukkan jenis zat yang diperiksa, di antaranya glukosa, protein, dan sebagainya. Setelah bersentuhan dengan urin beberapa saat, blok warna pada strip tersebut dapat berubah sesuai kandungan yang ada di dalam urin.

Hasil perubahan warna kemudian dibandingkan dengan warna indikator. Hasil dari pemeriksaan untuk proteinuria disimpulkan secara kualitatif, yaitu protein urin positif satu (+1) hingga positif empat (+4).

2. Tes protein urin 24 jam

Berbeda dengan dipstick yang hanya memeriksa urin di satu waktu dan hasilnya kualitatif, pemeriksaan protein urin 24 jam dilakukan pada sampel urin selama 24 jam penuh. Hasilnya pun kuantitatif dalam satuan miligram (mg).

Tes ini dapat dilakukan di rumah atau di rumah sakit. Yang terpenting, Anda harus mengumpulkan urin selama 24 jam dalam wadah.

Biasanya, urine pertama segera setelah  bangun di pagi hari tidak dihitung. Anda perlu mengumpulkan urin dari waktu berikutnya selama 24 jam ke depan untuk kemudian dianalisis di laboratorium.

Pemeriksaan urin tidak hanya diperlukan saat munculnya gejala-gejala proteinuria, sebenarnya ini adalah pemeriksaan rutin yang dilakukan pada ibu hamil saat kunjungan prenatal secara berkala.

Bagaimana penanganan protein urin positif pada ibu hamil?

Adanya sejumlah besar protein dalam urin selama kehamilan bukanlah penyakit yang berdiri sendiri. Karena itulah, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut agar penanganan yang diberikan tepat sasaran. 

Misalnya, jika protein positif akibat diabetes, maka Anda harus mengendalikannya dengan berolahraga, minum obat yang diperlukan, dan makan makanan yang tepat. Sedangkan jika penyebab proteinuria adalah infeksi saluran kemiih, maka yang diperlukan adalah perawatan infeksi saluran kemih.

Di sisi lain, proteinuria selama kehamilan bisa menjadi kondisi serius yang tidak bisa dianggap enteng. Saat gejala-gejala proteinuria muncul, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter guna mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat. Semakin cepat dideteksi, maka ini dapat mencegah bahaya lebih lanjut, baik terhadap diri ibu ataupun janinnya.


31 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Gabbe SG, et al., eds. Improving global maternal health: Challenges and opportunities. In: Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 7th ed. Philadelphia, Pa.: Elsevier; 2017. https://www.clinicalkey.com.
Practice advisory on low-dose aspirin and prevention of preeclampsia: Updated recommendation. The American College of Obstetricians and Gynecologists. https://www.acog.org/Clinical-Guidance-and-Publications/Practice-Advisories/Practice-Advisory-Low-Dose-Aspirin-and-Prevention-of-Preeclampsia-Updated-Recommendations.
LeFevre ML, et al. Low-dose aspirin use for the prevention of morbidity and mortality from preeclampsia: U.S. Preventive Services Task Force recommendation statement. Annals of Internal Medicine; 2014:161:819.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app