Bell'S Palsy - Tanda, Penyebab, Gejala, Cara Mengobati

Dipublish tanggal: Feb 28, 2019 Update terakhir: Nov 6, 2020 Waktu baca: 3 menit

Penyakit Bell’s palsy adalah suatu penyakit gangguan saraf yang melibatkan kelemahan padagt;wajah. Kondisi ini terjadi akibat kelemahan saraf fasialis yang merupakan percabangan utama dari saraf kranialis otak yang bekerja merespon reflek neurologis di wajah. Gambaran pada Bell’s palsy yaitu kelumpuhan pada sebagian wajah mulai dari dahi hingga turun ke daerah bibir.

Penyakit bell's palsy terumasuk salah satu penyakit yang jarang ditemukan. Gangguan saraf pada beberapa orang hampir semuanya mengarah ke penyakit stroke

Di Indonesia, penyakit bells palsy sangat sedikit di temukan pada kota-kota besar. Beberapa kasus Bell’s palsy banyak ditemukan di daerah atau kota-kota kecil yang mungkin jauh dari lingkungan yang memadai.

Penyakit Bell’s palsy meningkat pada rentang usia 18 hingga 60 tahun, ibu hamil, ibu melahirkan, dan penderita diabetes. Kondisi sebenarnya adalah adanya inflamasi pada jalur saraf fasialis yang mengatur gerakan otot-otot pada wajah seperti pipi, dahi, dan rahang. Peradangan menyebabkan rusaknya impulsa saraf dari otak ke otot untuk merespon gerakan.

Entah bagaimana dampak tersebut bisa terjadi, tetapi peranan infeksi dari luar yang masuk ke dalam tubuh menjadi pencetus utama terjadinya Bell’s palsy. Beberapa infeksi utama yang beresiko menimbulkan Bell’s palsy antara lain:

  • HSV
    Virus Herpes Simplex menjadi yang utama sebagai penyebab timbulnya Bell’s palsy. HSV merupakan penyakit menular dan salah satu yang termasuk sebagai infeksi menular seksual (IMS). Infeksi ini dapat ditularkan melalui mulut, permukaan kulit, hingga berhubungan seksual dengan penderita herpes
  • EBV
    Virus Epstein Barr juga mudah sekali ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini sering disebut demam kelenjar karena virus ini menetap di air liur dan mudah disebar dengan berciuman atau komunikasi jarak dekat. 
  • Varicella zoster
    Penyakit varicella zoster atau sering disebut cacar air yang mudah sekali menyebar lewat udara dan bersin. 
  • Cytomegalovirus
    Cytomegalovirus adalah infeksi yang diturunkan secara kongenital. Penyakit ini dapat aktif apabila sistem kekebalan tubuh menurun. 

Gejala Bell’s palsy

Gejala yang paling sering dikeluhkan orang dengan Bell’s palsy pertama kali yaitu kelumpuhan pada satu sisi wajah. Selain kelumpuhan, gejala lain yang timbul yaitu:

  • Hilang sensasi
    Sisi wajah yang lumpuh akan kehilangan sensasi seperti sensasi raba dan suhu.
  • Nyeri
    Nyeri yang bersifat mononeuropati (menyerang satu sisi saraf) terjad pada daerah yang sama dengan yang lumpuh. 
  • Bibir Mencong
    Bibir akan terlihat sedikit mencong pada sisi wajah yang lumpuh. 
  • Mata sulit ditutup
    Kelopak mata juga ikut mengalami kelumpuhan pada satu sisi sehingga menimbulkan mata kering akibat kelopak yang sulit menutup

Diagnosis Bell’s palsy

Penyakit Bell’s palsy sangat mudah dikenali dengan catatan tidak ada riwayat penyakit yang berkaitan seperti stroke. Dokter yang menemukan pasien Bell’s palsy akan melakukan pemeriksaan fisik seperti melihat kekuatan gerak otot wajah. Pada penderita Bell’s palsy biasanya mengalami kelemahan otot saat mengangkat dahi, menggerakan pipi, dan mengedipkan mata.

  • Pencitraan
    Beberapa tes lain yang digunakan dokter untuk memastikan adanya gangguan pada saraf fasialis di wajah antara lain MRI dan Ct-scan. Pemeriksaan tersebut merupakan metode pencitraan untuk melihat kelainan saraf yang terkait pada Bell’s palsy.
  • EMG
    Pemeriksaan elektromiografi juga bermanfaat untuk mendeteksi respon gerak otot melalui impuls saraf tepi.
  • Darah lengkap
    Pemeriksaan darah terkadang juga diperlukan untuk mendeteksi adanya pengaruh infeksi yang melibatkan rusaknya sistem saraf fasialis. 

Penanganan pada Bell’s palsy

Hingga saat ini, obat kortikosteroid menjadi pilihan utama yang diberikan oleh para dokter untuk penderita Bell’s palsy. Obat ini bekerjan mengurangi inflamasi. Jenis obat kortikosteroid yang digunakan yaitu predinsolone. 

Obat ini dikonsumsi sesuai dosis yang diberikan dokter, setelah gejala semakin berkurang maka dosis obat dapat diturunkan bertahap.

Penderita Bell’s palsy juga mengeluhkan mata kering akibat kelopak mata tida dapat ditutup sempurna. Pemberian tete mata bertujuan untuk memberikan kelembaban pada mata sehingga mencegah kekeringan akibat kontak terus-menerus dengan udara luar.

Bila daerah yang lumpuh terasa nyeri, pemberian obat antinyeri seperti ibuprofen juga membantu mengurangi gejala. Untuk terapi di rumah dapat melakukan senam wajah untuk melatih otot-otot kembali berkontraksi dengan sempurna. 


11 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Payne, J. Patient (2016). Bell's Palsy. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5478391/)
Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Bell's Palsy. (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/bells-palsy/symptoms-causes/syc-20370028)
National Institute of Neurological Disorder and Stroke. (2018) Bell’s Palsy Fact Sheet.. (https://www.ninds.nih.gov/Disorders/Patient-Caregiver-Education/Fact-Sheets/Bells-palsy-Fact-Sheet)

Artikel ini hanya sebagai informasi awal mengenai kondisi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Pertanyaan dan jawaban lain tentang kondisi ini
Buka di app