Tak Hanya Membahayakan Mental, Waspada Dampak Stres Pada Tubuh

Dipublish tanggal: Jul 2, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Okt 3, 2019 Waktu baca: 4 menit
Tak Hanya Membahayakan Mental, Waspada Dampak Stres Pada Tubuh

Berbagai masalah dalam kehidupan seperti masalah pekerjaan, finansial, dan percintaan bisa membuat stres bukan kepalang. Berbagai tekanan dari fisik maupun psikologis ini diam-diam akan membuat tekanan darah Anda melonjak hingga mengakibatkan stres berkelanjutan. Tidak hanya bisa membahayakan kesehatan mental, dampak stres ternyata juga bisa dirasakan oleh seluruh organ dalam tubuh Anda, lho! 

Apa itu stres?

Stres adalah kondisi yang muncul akibat perasaan tertekan, misalnya tekanan karena merasa gagal dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan. Stres juga dapat didefinisikan sebagai suatu respon tubuh saat menghadapi perubahan yang terjadi di sekitar lingkungan, baik secara fisik, mental, maupun emosional.

Saat menghadapi tekanan atau perubahan yang terjadi, tubuh akan memberikan respon dengan munculnya reaksi kimia di otak untuk mencegah cedera, disebut reaksi "fight-or-flight". Hal ini umumnya ditandai dengan denyut jantung meningkat, pernapasan menjadi lebih cepat, otot-otot menegang, serta tekanan darah naik.

Kondisi stres setiap orang akan berbeda-beda karena pandangan terhadap suatu tekanan atau perubahan dalam hidupnya juga berbeda. Hal ini tergantung dari bagaimana sikap mereka saat menerima dan mengatasinya. Jika stres ringan kadang bisa menjadi motivasi baik, namun di sisi lain stres kronis dapat merugikan bagi tubuh.

Baca Juga: 13 Penyakit Akibat Stres, dari Ringan Hingga Berat

Apa saja dampak stres pada tubuh?

Ketika Anda mengalami stres, setiap sistem dalam tubuh Anda akan memberikan respon yang berbeda. Namun bagaimanapun, stres yang tingkatannya sudah berat akan mempengaruhi keseluruhan kesehatan Anda.

Berikut ini berbagai dampak stres pada tubuh sesuai dengan masing-masing sistemnya, yaitu:

1. Sistem saraf pusat dan endokrin

Saat Anda sedang stres dan berusaha mengatasinya, yang berperan penting di sini adalah sistem saraf pusat. Hipotalamus akan memerintahkan kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Ketika kedua zat tersebut dilepaskan, hati akan memproduksi lebih banyak gula darah untuk memberi energi bagi tubuh.

Apabila tubuh Anda tidak menggunakan semua energi ini, tubuh akan menyerap kembali gula darah tersebut. Namun, bagi orang dengan risiko diabetes tipe 2 (misalnya orang obesitas), gula darah ini tidak bisa diserap semua sehingga menyebabkan kadar gula darah dalam tubuh meningkat.

Hormon adrenalin dan kortisol yang dilepaskan juga dapat meningkatkan detak jantung, membuat pernapasan lebih cepat, melebarkan pembuluh darah di lengan dan kaki, serta meningkatkan kadar glukosa darah.

Begitu stres mulai hilang, sistem saraf pusat lah yang akan pertama kali memerintahkan tubuh Anda untuk kembali normal seperti sebelumnya.

2. Sistem pernapasan

Laju pernapasan akan menjadi lebih cepat saat Anda mengalami stres, karena tubuh berupaya untuk mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Namun, hal ini bisa jadi berbahaya bagi penderita asma atau emfisema. Hiperventilasi yang terjadi dapat memicu serangan panik.

3. Sistem kardiovaskular

Stres akut yang terjadi dalam waktu relatif singkat akan memicu peningkatan detak jantung dan pelebaran pembuluh darah. Proses ini mengakibatkan volume darah yang dipompa dari jantung ke hati, otak, dan seluruh tubuh juga akan meningkat. Alhasil, tekanan darah Anda lambat laun kian melonjak. 

Bila terus dibiarkan, stres kronis dapat menyebabkan denyut jantung dan tekanan darah terus meningkat, begitu juga dengan produksi hormon stres dalam tubuh. Dampak fatalnya, stres kronis akan membuat Anda berisiko terkena sakit hipertensi, serangan jantung, bahkan stroke.

4. Sistem pencernaan

Tak terkecuali, sistem pencernaan Anda juga akan terganggu saat Anda stres. Pasalnya, tekanan psikologis akan membuat denyut jantung dan pernapasan lebih cepat. Bila tidak cepat-cepat diatasi, Anda akan berisiko tinggi mengalami heartburn, refluks asam lambung, mual, muntah, bahkan sakit perut, diare, dan sembelit.

5. Sistem otot rangka

Pada saat stres, otot tubuh akan menegang dan akan normal kembali saat stres hilang. Tetapi apabila Anda mengalami stres berkelanjutan, otot Anda tidak memiliki waktu istirahat atau pemulihan. Akibatnya, Anda berisiko mengalami sakit kepala, nyeri punggung, dan nyeri di seluruh tubuh.

6. Sistem reproduksi

Tanpa disadari, stres diam-diam juga memengaruhi kesehatan sistem reproduksi Anda. Pada wanita yang mengalami stres biasanya siklus menstruasinya akan tidak teratur. Bisa datang lebih cepat, lebih lambat, lebih lama durasi menstruasinya, atau bahkan tidak mengalami menstruasi sama sekali.

Sedangkan bagi pria, stres dapat mempengaruhi produksi hormon testoteron yang berkaitan dengan gairah seksual. Saat mengalami stres jangka pendek, produksi testoteron akan meningkat sehingga gairah seksual menjadi lebih tinggi. 

Namun apabila mengalami stres berkepanjangan, produksi hormon testoteron justru menurun sehingga gairah seksual juga menurun. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya produksi sperma, yang menyebabkan disfungsi ereksi atau disebut impotensi.

7. Sistem imun

Stres juga mempengaruhi sistem imun Anda. Saat stres dalam waktu singkat, tubuh akan meningkatkan sistem imun agar Anda terhindar dari infeksi. Namun jika stresnya berkelanjutan, tubuh akan memproduksi lebih banyak hormon kortisol yang akan menghambat pelepasan histamin serta respon peradangan melawan zat asing. 

Sehingga ketika Anda mengalami stres kronis, Anda akan lebih lama sembuh dari sakit. Bahkan Anda juga lebih berisiko terkena penyakit seperti influenza, flu biasa, dan penyakit infeksi lainnya.

Baca Juga: Stres Kerja Diakui Sebagai Penyakit, Ini Kata WHO


17 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app