Miss V Berbau Amis Bikin Tidak Pede, Ini 3 Hal Pemicunya

Dipublish tanggal: Jul 1, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Jul 4, 2019 Waktu baca: 2 menit
Miss V Berbau Amis Bikin Tidak Pede, Ini 3 Hal Pemicunya

Mulut, kulit, dan setiap bagian tubuh lainnya memiliki aroma yang khas, termasuk juga vagina. Dalam kondisi sehat dan normal, vagina berbau sedikit asam seperti cuka, tapi tidak menyengat. 

Jika aroma vagina mulai berubah menjadi amis seperti ikan, gatal, dan berlangsung cukup lama, Anda perlu waspada. Bukan cuma bikin wanita jadi kurang percaya diri, vagina bau amis juga bisa menurunkan gairah seks pasangan. Alhasil, aktivitas bercinta jadi terasa tidak nyaman bagi Anda berdua.

Berbagai penyebab vagina bau amis

Wajar saja kalau para wanita jadi was-was saat vaginanya berbau tak sedap. Bagaimana tidak, kondisi ini tentu akan membuat pasangan jadi enggan mendekat, apalagi berhubungan intim.

Aroma vagina sejatinya dipengaruhi oleh feromon, zat kimia yang berfungsi untuk merangsang gairah seksual pasangan. Akan tetapi, bau vagina juga bisa berubah karena kehamilan, menopause, atau masa-masa menjelang menstruasi.

Namun lain ceritanya jika aroma vagina berubah secara drastis hingga tercium agak amis dan mengganggu. Hati-hati, ini bisa jadi pertanda ada masalah pada organ kewanitaan Anda.

Berikut ini beberapa penyebab vagina bau amis yang mungkin Anda alami, di antaranya:

1. Bacterial vaginosis

Vagina secara alami dipenuhi oleh 2 jenis bakteri, yaitu bakteri baik dan bakteri jahat. Kondisi ini sebetulnya bukanlah masalah, selama jumlah bakteri baik dan bakteri jahat tetap seimbang. Justru, bakteri tersebut dapat membantu menjaga kesehatan vagina dengan melawan infeksi yang masuk dari luar.

Ketika keseimbangan flora di vagina mulai terganggu, hal ini dapat memicu bacterial vaginosis. Bacterial vaginosis adalah kondisi ketika bakteri berbahaya tumbuh di luar kendali pada vagina, sehingga meninggalkan bau amis.

Tak hanya menyebabkan vagina bau amis, gejala bacterial vaginosis lainnya adalah vagina gatal, perih seperti terbakar, dan keputihan berlebih.

Cara mengatasi:

  • Hindari douching vagina, sebab dapat mengganggu keseimbangan pH vagina.
  • Hindari produk kewanitaan yang mengandung parfum atau wewangian, baik itu pembalut atau tampon, sebab dapat mengubah kadar kimia vagina dan memicu bacterial vaginosis.
  • Hindari gonta-ganti pasangan. Walaupun bukan termasuk infeksi menular seksual (IMS), punya banyak pasangan seksual dapat mengganggu keseimbangan bakteri dalam vagina dan meningkatkan risiko bacterial vaginosis.

Baca Selengkapnya: Menstrual Cup, Tampon, dan Pembalut: Mana yang Lebih Baik?

2. Trikomoniasis

Penyebab vagina bau amis juga bisa karena trikomoniasis. Trikomoniasis adalah sejenis infeksi menular seksual akibat parasit yang masuk ke vagina pada saat berhubungan seksual.

Selain menyebabkan vagina berbau tak sedap, tanda dan gejala trikomoniasis lainnya meliputi:

Cara mengatasi:

Jika masalah vagina bau amis disebabkan oleh trikomoniasis, dokter biasanya akan meresepkan antibiotik. Ikuti aturan minum antibiotik sesuai anjuran supaya Anda cepat sembuh dan trikomoniasis tak kambuh lagi.

Baca Juga: Ternyata Bibir Vagina Memiliki Keunikan yang Bakal Membuat Pria Gigit Jari

3. Penyakit radang panggul

Pelvic inflammatory disease (PID) atau penyakit radang panggul adalah kondisi ketika bakteri di vagina sudah menyebar ke organ reproduksi wanita. Kondisi ini bisa terjadi pada rahim, saluran tuba (tuba falopii), hingga indung telur (ovarium).

Wanita dengan penyakit radang panggul sering kali mengeluhkan vagina bau amis ketika berhubungan seksual. Bahkan, beberapa di antaranya juga mengalami perdarahan saat atau setelah bercinta.

Cara mengatasi:

Jika Anda merasa vagina bau amis, gatal, hingga nyeri saat berhubungan intim, segera konsultasikan ke dokter. Pasalnya, penyakit radang panggul dapat menyebabkan masalah kesuburan bagi wanita bila tidak cepat diatasi.

Baca Selengkapnya: 5 Cara Mengatasi Vagina Bau Amis Tanpa Harus ke Dokter


10 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app