Penularan HIV Saat Berhubungan Sex

Dipublish tanggal: Feb 23, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Jul 9, 2019 Waktu baca: 4 menit
Penularan HIV Saat Berhubungan Sex

Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana cara penularan HIV, kita harus mengetahui apa itu HIV dan apa saja yang disebabkan oleh virus ini. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus dari golongan retrovirus yang akan menyebabkan suatu penyakit yaitu AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome. 

Virus HIV dalam tubuh yang tidak memiliki suatu gejala tertentu belum bisa di sebut AIDS, HIV/AIDS sendiri baru akan disebut jika orang tersebut sudah positif memiliki virus HIV dan sudah memiliki gejala gejala tertentu. Sampai saat ini, belum ada obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS ini, namun sudah terdapat obat obatan yang dapat di minum untuk memperlambat progresifitasan penyakit ini.

HIV sendiri merupakan penyakit menular seksual yang dapat ditularkan dari kontak langsung dengan darah orang yang sudah terinfeksi, ditularkan dari ibu saat kehamilan, persalinan, dan proses menyusui. 

HIV sendiri tidak akan langsung menimbulkan AIDS dan menimbulkan suatu gejala gejala tertentu, hal ini membutuhkan waktu sekitar 5-10 tahun serta melalui tahapan tahapan tertentu. 

Gejala HIV

Pada dasarnya gejala gejala yang dapat ditimbulkan oleh seorang yang telah terkena virus HIV antara lain seperti demam, pusing, nyeri otot, ruam kulit, nyeri sakit-tenggorokan, pembengkakan kelenjar limfe dalam kurun waktu sebulan atau dua bulan setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh. 

Setelah itu, jika virus masih terus menginfeksi tubuh maka gejala gejala yang dialami akan semakin memberat dan memasuki tahapan AIDS seperti demam berulang tanpa penyebab yang jelas, diare kronik, keringat malam berlebih, lesi putih pada mulut dan lidah, kelemahan tubuh, ruam kulit yang semakin lebar dan juga penurunan berat badan yang sangat signifikan.

Cara Penularan 

Pada dasarnya, kontak darah langsung, sperma, atau sekret vagina yang masuk kedalam tubuh kita bisa menularkan virus HIV. Berikut adalah cara penularan virus HIV:

  • Berhubungan seksual. Berhubungan seksual dengan penderita HIV, bahkan yang belum menunjukkan gejala gejala AIDS juga dapat meningkatkan resiko kita tertular virus HIV ini. Berhubungan baik secara oral, anal ataupun vaginal dapat meningkatkan resiko tertuama jika terdapat darah, sperma ataupun sekret vagina yang masuk ke dalam tubuh kita. Proses penularan ini biasanya adalah bagi penderita yang berhubungan seksual tanpa pengaman atau alat kontrasepsi seperti kondom, sehingga dapat menularkan kepada pasangannya. Namun, penggunaan kondom juga tidak menjamin 100% untuk anda tidak tertular virus HIV ini
  • Transfusi darah. Penularan virus HIV melalui media transfusi darah pada saat ini sudah jarang terjadi dikarenakan PMI atau instansi kesehatan sudah melakukan skrining bagi pendonor terhadap antibodi HIV. Para penderita HIV (+) tidak disarankan untuk mendonor darahnya oleh karena resiko menularkan
  • Jarum suntik. Penggunaan jarum suntik secara bersamaan antara satu orang ke orang lain akan meningkatkan resiko tertularnya virus HIV. Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang yang kecanduan obat-obatan yang biasanya berbagi jarum suntik
  • Persalinan dan menyusui. Bagi wanita hamil yang memiliki HIV (+) maka akan sangat dianjurkan untuk melakukan persalinan melalui sectio caesaria (SC) atau persalinan perabdominal untuk menghindari terjadinya penularan kepada bayi saat terjadi persalinan normal, namun persalinan secara SC pun tidak bisa memberikan persetase 100% bahwa anak tidak tertular virus HIV ini. Periode menyusui juga merupakan periode berbahaya bagi bayi dengan ibu HIV (+), hal ini disebabkan bila puting susu ibu menyusui terdapat luka kecil sehingga darahnya tertelan bayi maka bisa saja bayi tersebut tertular virus HIV

Virus HIV tidak bisa ditularkan lewat kontak sederhana seperti berpelukan, berjabat tangan, ataupun kontak fisik lainnya. Virus HIV juga tidak bisa ditularkan melalui air, udara, ataupun gigitan hewan seperti nyamuk.

Diagnosis HIV

Diagnosa HIV paling umum adalah dengan cara memeriksakan darah atau saliva anda terhadap antibodi virus HIV. Namun yang menjadi masalah adalah bahwa virus HIV ini memiliki periode jendela sekitar 12 minggu dimana periode ini tubuh masih memproses untuk membuat antibodi terhadap virus HIV.

Dikarenakan periode jendela ini, pemeriksaan antibodi HIV akan dilakukan berulang, di Indonesia, pemeriksaan antibodi HIV akan dilakukan berulang minimal 3 bulan setelah perilaku beresiko, sehingga resiko terjadinya false negative atau hasil negatif palsu bisa dihindari. 

Anda juga dapat memeriksakan diri atau konseling ke poliklinik VCT (Voluntary Counselling Test) yang terdapat di puskesmas atau instansi rumah sakit bila Anda khawatir tertular virus HIV, seluruh tes dan konseling.

Pengobatan 

Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan HIV sepenuhnya. Namun, terdapat obat antiretroviral (ARV) yang dapat memperlambat perkembangan virus. Mekanisme kerja dari jenis obat ini adalah dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. 

Berikut adalah beberapa jenis obat ARV, antara lain:

  • Efavirenz
  • Etravirine
  • Nevirapine
  • Lamivudin
  • Zidovudin

Selama mengonsumsi terapi pengobatan ini, dokter akan selalu memonitor jumlah virus dan sel CD4 untuk menilai respons pasien terhadap pengobatan. Tes penghitungan sel CD4 akan dilakukan setiap 3-6 bulan. Selain itu, pemeriksaan HIV RNA juga dilakukan sejak awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-4 bulan selama masa pengobatan.

Pencegahan 

Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan cara mencegah agar tidak tertular, langkah langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

  • Hindari berhubungan seksual dengan orang yang status HIV nya tidak anda ketahui
  • Setia kepada pasangan anda
  • Apabila berhubungan seksual, sebaiknya gunakan kondom sebagai pengaman

13 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Pre-exposure prophylaxis (PrEP). (2018). (https://www.cdc.gov/hiv/risk/prep/index.html)
National HIV/AIDS strategy for the United States: 2017 progress report. (2017). (https://files.hiv.gov/s3fs-public/NHAS_Progress_Report_2017.pdf)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app