5 Makanan Penyebab Alergi Protein dan Cara Mengatasinya

Dipublish tanggal: Sep 6, 2019 Update terakhir: Nov 10, 2020 Waktu baca: 2 menit
5 Makanan Penyebab Alergi Protein dan Cara Mengatasinya

Protein adalah nutrisi penting yang diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme. Tetapi bagi sebagian orang, makronutrien tersebut justru menjadi petaka karena memicu reaksi alergi. Kondisi ini biasa disebut dengan alergi protein.

Secara medis, alergi protein adalah reaksi yang terjadi saat sistem kekebalan tubuh memberikan respons berlebihan terhadap protein. Kondisi ini biasanya berdampak pada kulit, saluran pencernaan, dan saluran pernapasan. Gejala alergi protein bisa muncul secara mendadak setelah mengonsumsi makanan yang mengandung protein.

Jenis makanan yang bisa memicu alergi protein

Pada dasarnya, semua makanan yang mengandung protein berpotensi menimbulkan reaksi alergi. Hanya saja, ada sejumlah jenis makanan yang paling sering menyebabkan alergi protein, di antaranya adalah:

1. Alergi telur

Alergi telur adalah salah satu jenis alergi protein yang umum terjadi pada anak-anak, tapi juga bisa terjadi pada orang dewasa. Baik putih telur atau kuning telur, keduanya sama-sama mengandung protein yang dapat memicu alergi.

Baca Selengkapnya: Alergi Telur? Cobalah 5 Makanan Pengganti Telur yang Kaya Protein

2. Alergi ikan

Alergi ikan lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak. Selain karena makan ikan, reaksi alergi protein ini juga bisa terjadi meski hanya bersentuhan dengan ikan.

3. Alergi seafood

Sama halnya dengan alergi ikan, alergi seafood terjadi setelah mengonsumsi makanan laut, seperti udang, kepiting, tiram, lobster, cumi-cumi, dan gurita. Seseorang bisa mengalami alergi terhadap semua jenis makanan laut atau hanya beberapa saja.

Baca Juga: Tanda Alergi Seafood yang Terjadi Pada Banyak Orang

4. Alergi kacang

Protein pada kacang juga bisa mengakibatkan alergi protein. Contoh jenis kacang yang bisa menyebabkan reaksi alergi diantaranya kacang almond, pistachio, kacang kenari (walnut), kacang mede, hingga kacang tanah.

5. Alergi susu

Alergi susu terjadi saat sistem kekebalan tubuh menganggap protein dalam susu sebagai benda asing yang berbahaya. Ada kalanya alergi susu dianggap sama dengan intoleransi laktosa atau susu, padahal kedua kondisi tersebut berbeda.

Baca Selengkapnya: Baru Mengalami Alergi Susu Saat Dewasa, Kok Bisa?

Gejala dan cara mengatasi alergi protein

Gejala alergi protein umumnya saja, entah karena konsumsi telur, ikan, seafood, susu, maupun kacang-kacangan. Ciri-ciri alergi protein meliputi:

Pada kasus yang jarang terjadi, alergi protein dapat memicu reaksi syok anafilaksis yang merupakan darurat medis dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Hal ini ditandai dengan gejala batuk, pusing, penurunan kesadaran, merasa lemas, hingga pembengkakan pada saluran pernapasan yang menyebabkan sesak napas.

Bila Anda mengalami gejala alergi protein, segera konsultasikan ke dokter. Dokter akan segera memberikan obat alergi guna meredakan gejalanya.

Selain itu, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi alergi protein, antara lain:

  • Hindari zat pemicu alergi (alergen). Contohnya bila Anda mengalami alergi setelah makan telur, maka sebaiknya hindari makan telur atau makanan apa pun yang mengandung telur.
  • Baca label kemasan produk makanan, untuk memastikan produk tersebut tidak mengandung protein pada makanan yang bisa memicu alergi.
  • Minum obat antihistamin, digunakan untuk meredakan gejala alergi yang tergolong ringan. 

Karena manfaat protein sangat baik bagi tubuh, maka para penderita alergi protein disarankan untuk melakukan imunoterapi atau terapi desensitisasi. Hal ini dilakukan untuk melatih tubuh agar bisa membangun reaksi toleransi terhadap protein. 

Konsultasikan lebih lanjut dengan dokter tentang langkah apa saja yang dapat ditempuh guna mengatasi alergi protein tanpa harus menghindari sepenuhnya sumber-sumber protein tersebut. 

Baca Juga: Obat Alergi Makanan Paling Ampuh di Apotek dan Alami


12 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app