Beda Dengan Reaksi Alergi, Ini Dia Efek Samping Antibiotik

Dipublish tanggal: Agu 31, 2019 Update terakhir: Nov 10, 2020 Tinjau pada Mar 31, 2020 Waktu baca: 4 menit
Beda Dengan Reaksi Alergi, Ini Dia Efek Samping Antibiotik

Selain berpotensi menimbulkan reaksi alergi, antibiotik juga bisa menimbulkan efek samping pada sebagian orang. Karena itulah, Anda tak boleh sembarangan mengonsumsi obat pembunuh bakteri tersebut. 

Kebanyakan orang tahunya antibiotik dalam bentuk oral saja, yaitu berupa tablet atau kapsul. Padahal obat ini juga tersedia dalam bentuk sirup, injeksi, bahkan losion/ krim. 

Perlu diketahui, antibiotik cuma efektif menyembuhkan penyakit akibat bakteri atau parasit tertentu saja, misalnya infeksi saluran kencing, bronkitis, serta pneumonia. 

Itu artinya gangguan kesehatan yang disebabkan virus atau jamur tidak termasuk di dalamnya. Jadi jika kena flu atau infeksi jamur, jangan minum antibiotik karena obatnya tidak tepat sasaran. 

Efek samping Antibiotik yang sering terjadi

Mengingat ada begitu banyak jenis bakteri di luar sana, maka tipe antibiotiknya juga beragam. Beberapa tipe mungkin lebih besar efek sampingnya dibanding lainnya. 

Nah berikut adalah deretan efek samping yang biasanya ditimbulkan oleh antibiotik:

1.Demam 

Walau dapat timbul setelah mengonsumsi tipe manapun, tapi yang paling sering ialah antibiotik dari golongan sulfonamide, cephalexin, minosiklin, maupun beta lactam. 

Biasanya demamnya bisa sembuh sendiri. Tapi kalau tak kunjung reda setelah 24-48 jam, tanyakan pada dokter apakah Anda boleh minum asetaminofen atau ibuprofen untuk menurunkannya. 

Terakhir, segeralah pergi ke UGD, bila demamnya lebih tinggi dari 40°C, disertai ruam atau gangguan pernapasan

2.Gangguan pencernaan

Setelah mengonsumsi antibiotik dari golongan penisiin, cephalosporin, atau fluorokuinolon, beberapa orang mengaku mengalami gangguan pencernaan seperti: 

  • Mual
  • Muntah
  • Diare
  • Salah cerna 
  • Sensasi kekenyangan
  • Nafsu makan turun
  • Kram atau sakit perut

Efek samping di atas rata-rata akan hilang begitu antibiotiknya berhenti diminum. Tapi segera hentikan konsumsinya jika muncul gejala mengkhawatirkan berikut sebab mungkin terjadi pertumbuhan tak terkendali dari bakteri jahat di usus.

  • Ada darah atau lendir di feses
  • Diarenya parah
  • Sakit perutnya terasa intens
  • Demam 
  • Muntah terus

Untuk meminimalisir gangguan pencernaan, mintalah pada dokter jenis antibiotik yang dapat dikonsumsi setelah makan, misalnya amoxicillin atau doxycycline

3.Sensitif terhadap cahaya matahari

Efek samping antibiotik satu ini rata-rata terjadi setelah menggunakan tetrasiklin. Karenanya lakukan tips berikut usai menggunakannya:

  • Jangan berlama-lama di bawah paparan sinar matahari 
  • Gunakan sunscreen ber-SPF tinggi bila terpaksa berada di luar ruangan
  • Kenakan pelindung tubuh seperti topi, kacamata hitam, dan busana lengan panjang

4.Infeksi jamur

Meski sudah dirancang untuk membunuh bakteri berbahaya saja, namun kadang antibiotik juga membasmi bakteri baik seperti Laktobasilus yang melindungi vagina dari infeksi jamur Candida

Alhasil, tak sedikit orang yang minum antibiotik kemudian mengalami infeksi jamur pada vagina, mulut, serta tenggorokannya. Gejala infeksi jamur akibat antibiotik antara lain:

  • Vagina gatal, bengkak, dan sakit
  • Kemaluan terasa sakit atau terbakar ketika buang air kecil atau berhubungan intim
  • Keluar cairan abnormal umumnya berwarna putih keabuan dan kental
  • Demam disertai menggigil
  • Ada lapisan putih tebal di mulut dan tenggorokan
  • Sakit ketika makan atau menelan
  • Tampak ada bercak putih di tenggorokan, pipi, lidah, atau langit-langit mulut
  • Nafsu makan turun

5.Noda pada gigi dan tulang

Penggunaan tetrasiklin dan doxycycline bisa memicu noda permanen pada gigi, khususnya anak yang usianya di bawah 8 tahun. 

Bila ibu hamil yang minum obat ini, maka ada kemungkinan gigi buah hatinya nanti juga ikut ternoda. Noda serupa juga bisa timbul pada tulang. Namun tak seperti pada gigi, efeknya masih dapat diputar-balikkan. 

Efek samping Antibiotik yang jarang terjadi

Efek samping antibiotik lainnya yang jarang terjadi tapi berbahaya antara lain:

1.Tendonitis (radang pada tendon)

Ciprofloxacin merupakan contoh antibiotik yang umumnya menyebabkan tendonitis. Walau bisa dialami siapa saja, namun berikut adalah mereka yang beresiko lebih tinggi mengalami tendonitis:

  • Penderita gagal ginjal
  • Pernah menjalani transplantasi ginjal, jantung, atau paru-paru
  • Sebelumnya sudah mengalami gangguan tendon
  • Mengonsumsi steroid
  • Usianya lebih dari 60 tahun

2.Kejang

Antibiotik jenis ciprofloxacin, imipenem, cephalosporin, cephalexin, serta cefixime, bisa menimbulkan kejang. Jadi kalau Anda pernah kejang atau menderita epilepsi, sampaikan itu pada dokter agar beliau meresepkan yang lebih aman. 

3.Gangguan jantung

Beberapa antibiotik seperti erythromycin atau fluorokuinolon (ciprofloxacin) juga dapat memicu gangguan jantung seperti detak jantung tak beraturan atau turunnya tekanan darah

4.Reaksi darah

Lain lagi dengan beta lactam dan sulfamethoxazole yang berpotensi menyebabkan turunnya jumlah sel darah putih (leukopenia), atau trombositopenia (rendahnya kadar trombosit). 

5.Steven-Johnson Syndrome (SJS)

Lebih dari itu, gangguan kulit dan selaput membran juga dapat dipicu oleh beta lactam dan sulfamethoxazole. Gejala SJS mirip flu seperti demam atau sakit tenggorokan, namun diikuti dengan munculnya ruam melepuh yang kemudian menyebar.

Reaksi Alergi vs Efek Samping Antibiotik

Tapi kalau yang muncul adalah gejala ekstrim seperti sesak napas; bengkak pada wajah, lidah, atau bibir; atau gatal-gatal, maka kemungkinannya itu adalah reaksi alergi dan bukan sekedar efek samping belaka. 

Dalam hal ini, segeralah menghubungi dokter karena kalau gejalanya parah, maka nyawa bisa jadi taruhannya. 

Cara meminimalisir efek samping Antibiotik

Untungnya ada upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir efek samping antibiotik, seperti:

  1. Jangan paksakan menggunakan antibiotik ketika dokter tidak meresepkannya. Besar kemungkinan Anda memang tak membutuhkannya. 
  2. Tapi kalau diresepkan, maka tanyakan pada dokter soal fungsi hingga detail aturan pakainya. 
  3. Setelah itu, minum sesuai petunjuk. Hindari berhenti minum antibiotik meskipun sudah merasa sembuh. Tindakan gegabah ini dapat membuat bakteri penyebab penyakitnya jadi kebal terhadap antibiotik tersebut. 
  4. Mencari tahu lebih dulu apa kira-kira penyebab penyakitnya, bisa melalui browsing atau bertanya pada dokter (baik secara offline atau online). Tentu saja Anda tak perlu menggunakan antibiotik jika penyebabnya bukan bakteri. 
  5. Terakhir, jangan membeli antibiotik memakai resep orang lain, atau sebaliknya. Ingat, beda sumber penyakitnya, lain pula jenis antibiotik yang dibutuhkan untuk mengatasinya. 

11 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app