Perdarahan Post Partum: Penyebab dan Penanganan

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 5 menit
Perdarahan Post Partum: Penyebab dan Penanganan

Perdarahan postpartum merupakan penyebab utama kematian ibu pasca persalinan. Semua wanita yang melahirkan dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu beresiko untuk mengalami perdarahan post partum dan gejala sisanya. Meskipun angka kematian ibu telah sangat menurun di negara maju, kasus ini tetap menjadi penyebab utama kematian ibu di tempat lain.

Angka kematian ibu terkait kehamilan di Amerika Serikat adalah sekitar 7-10 wanita per 100.000 kelahiran hidup dan statistik menunjukkan bahwa sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan postpartum. Di negara berkembang, angka kematian ibu dapat melebihi 1000 wanita per 100.000 kelahiran hidup, sementara itu di Indonesia berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012  angka kematian ibu adalah sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 25% kematian ibu terjadi karena disebabkan oleh perdarahan postpartum, yang mencapai 100.000 kematian ibu per tahun, dan American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) memperkirakan terjadi 140.000 kematian ibu per tahun atau 1 wanita setiap 4 menit.

Baca juga: Kenali 6 Tanda Bahaya Masa Nifas

Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1000 mL setelah sesar. Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan, sementara perdarahan postpartum sekunder adalah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan. Perkiraan kehilangan darah saat melahirkan 500 ml bersifat subjektif dan umumnya tidak akurat. oleh karena itu, suatu penelitian menyarankan menggunakan 10% penurunan nilai hematokrit untuk menentukan adanya perdarahan postpartum

Penyebab Perdarahan Post Partum

Sebelum membahas penyebab kita perlu mengetahui ada beberapa  faktor risiko yang telah diteliti memiliki signifikansi terhadapa terjadinya perdarahan postpartum yaitu:

  • Retensi Plasenta (OR 3,5, 95% CI 2,1-5,8)
  • Kala II persalinan yang lama (OR 3,4, 95% CI 2,4-4,7)
  • Plasenta akreta (OR 3,3, 95% CI 1,7-6,4)
  • Laserasi (OR 2,4, 95% CI 2,0-2,8)
  • Persalinan Instrumental (OR 2,3, 95% CI 1,6-3,4)
  • Janin Besar-untuk-usia kehamilan (LGA) yang baru lahir (OR 1,9, 95% CI 1,6-2,4)
  • Gangguan hipertensi (OR 1,7, 95% CI 1,2-2,1)
  • Induksi persalinan (OR 1,4, 95% CI 1,1-1,7)
  • Augmentation persalinan dengan oksitosin (OR 1,4, 95% CI 1,2-1,7).

Sebagai cara untuk mengingat penyebab perdarahan postpartum, beberapa sumber telah menyarankan menggunakan singkatan 4T yaitu Tonus, Tissue, Trauma, Trombosis

1. Tonus
Uterus atonia adalah suatu keadaan dimana rahim tidak berkontraksi atau berkontraksi lemah yang dapat disebabkan oleh overdistensi rahim dan kelelahan rahim. Overdistensi rahim merupakan faktor risiko utama untuk atonia dapat disebabkan oleh kehamilan multifetal, makrosomia janin, polihidramnion, atau kelainan janin (misalnya, hidrosefalus berat). Sementara kelelahan rahim dapat terjadi karena disebabkan oleh persalinan lama atau tenaga melahirkan yang kuat dan cepat, terutama jika dirangsang. Uterus atonia dapat menimbulkan komplikasi yang lebih berat yaang disebut uterus inversio, yaitu suatu  keadaan dimana puncak uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri hingga keluar melewati vagina.

2. Tissue
kontraksi uterus dan retraksi uterus menyebabkan pelepasan dan pengeluaran plasenta. Pelepasan plasenta yang lengkap memungkinkan uterus mengecil sehingga oklusi pembuluh darah menjadi optimal. Pada saat persalinan seorang penolong persalinan harus cermat melakukan pemeriksaan terhadap plasenta, karena bisa saja plasenta tidak keluar secara lengkap dan tersisa di dalam rahim sehingga menimbulkan perdarahan postpartum. Selain karena sisa plasenta, perlekatan plasenta yang terlalu kuat dapat menyebabkan plasenta tertahan didalam rahim atau disebut dengan retensi plasenta.

3. Trauma
Kerusakan pada jalan lahir dapat terjadi secara spontan atau akibat tindakan yang perlu dilakukan pada saat melakukan persalinan bayi. Trauma dapat terjadi setelah persalinan sangat lama atau kuat yang dirangsang dengan oksitosin atau prostaglandin, setelah manipulasi janin ekstraauterus atau intrauterus, risiko tertinggi terkait dengan versi internal dan ekstraksi kembar kedua, dan pada saat membersihkan sisa plasenta baik secara manual atau dengan instrumentasi. Laserasi serviks paling sering dikaitkan dengan forceps, namun laserasi serviks juga dapat terjadi secara spontan karena ibu mengedan sebelum waktunya. Perineum juga dapat mengalami laserasi secara spontan atau akibat tindakan episiotomi, dan ruptur uteri dapat terjadi pada persalinan yang sebelumnya pernah mengalami persalinan sesar.

4. Trombosis
Gangguan sistem koagulasi dan trombositopenia mungkin berhubungan dengan penyakit yang sudah ada sebelumnya, seperti purpura thrombocytopenic idiopatik, hipofibrinogenemia familial dan penyakit von Willebrand, atau diperoleh pada saat kehamilan seperti pada sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah trombosit yang rendah), solusio plasenta, koagulasi intravascular diseminata (DIC), atau sepsis.

Cara Menangani Perdarahan Post Partum

Dalam melakukan penanganan perdarahan postpartum secara sistematis terdapat dua tingkat penatalaksanaan yaitu tatalaksana umum dan tatalaksana khusus.

1. Tatalaksana Umum

  • Memanggil bantuan tim untuk melakukan tatalaksana secara simultan
  • Menilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
  • Apabila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok
  • Memberikan oksigen.
  • Memasang infus intravena dengan jarum besar
  • Memulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu.
  • Melakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan.
  • Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan darah lengkap.
  • Memasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk.
  • Melakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
  • Memeriksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi fundus uteri.
  • Memeriksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina).
  • Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
  • Menyiapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis ditemukan keadaan anemia berat
  • Menentukan penyebab perdarahannya dan melakukan tatalaksana spesifik sesuai penyebab

2. Tatalaksana Khusus

  • Atonia uteri : Memberikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitd alam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
  • Retensio Plasenta : Melakukan plasenta manual secara hati-hati
  • Sisa Plasenta : Melakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
  • Robekan Jalan Lahir : Untuk ruptur perineum dan robekan dinding vagina lakukan penjahitan seperti biasa, untuk robekan Serviks lakukan penjahitan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
  • Gangguan Pembekuan Darah : Memberikan transfusi darah lengkap segar untuk menggantikan faktor pembekuan dan sel darah merah.
  • Inversio uteri : Segera melakukan reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio telah terjadi cukup lama, rujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan dapat melakukan operasi untuk dilakukan laparotomi. Bila laparotomi tidak berhasil dapat dilakukan histerektomi sub total hingga total.
  • Ruptura uteri : Merujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan dapat melakukan operasi untuk dilakukan reparasi uterus atau histerorafi. Bila histerorafi tidak berhasil dapat dilakukan histerektomi sub total hingga total.

2 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Blood clots after birth: Symptoms, treatment, and when to see a doctor. Medical News Today. (https://www.medicalnewstoday.com/articles/321046.php)
Pregnancy Complications: Common Causes of Hemorrhage. Healthline. (https://www.healthline.com/health/pregnancy/complications-uterine-hemorrhage)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app