Penyebab dan Cara Mengatasi Bayi Tidak Bab

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 4 menit
Penyebab dan Cara Mengatasi Bayi Tidak Bab

Punya anak tentu sangat menyenangkan, kehadiran makhluk mungil ini pasti membuat suasana rumah jadi lebih ramai. Namun di sisi lain, banyak juga tantangan yang bunda dan ayah akan hadapi selama merawat dan membesarkan sang buah hati. Salah satunya adalah ketika bayi tidak BAB lebih dari beberapa hari. Normalkah jika hal ini sampai terjadi?

Konstipasi Pada Bayi

Sama seperti orang dewasa, penyebab utama bayi tidak BAB adalah karena konstipasi. Tak hanya mengarah pada kerasnya feses dan kesulitan untuk mengeluarkannya dari tubuh, konstipasi juga berarti menurunnya frekuensi BAB. Untuk mengetahui apakah buah hati memang mengalami konstipasi atau tidak, coba perhatikan gejala dan penyebab susah BAB berikut.

Gejala konstipasi

  • Si kecil tampak berusaha kuat saat mengejan.
  • Tekstur kotoran yang keluar padat.
  • Ia juga lekas marah dan menangis.
  • Perutnya terasa keras ketika disentuh.
  • Frekuensi BAB tidak teratur, dan bilapun ada feses yang keluar, maka teksturnya kecil dan keras (seperti kotoran kelinci).
  • Ada noda darah di kotorannya, disebabkan efek mengejan.

Penyebab konstipasi

  • Takaran susu formulanya terlalu banyak.
  • Demam.
  • Dehidrasi.
  • Efek obat.
  • Otot perutnya masih kurang kuat.
  • Alergi (produk) susu.
  • Untuk anak yang sudah disapih, beberapa makanan mungkin jadi pemicunya seperti sereal beras, saus apel, atau pisang.
  • Perubahan pola makan atau minumnya – jika sebelumya anak diberi minum ASI lalu itu diganti dengan formula, maka perubahan inipun juga memengaruhi pola BAB-nya (termasuk tekstur maupun baunya). Untuk meminimalisir risiko konstipasi, lakukan secara bertahap supaya ada waktu bagi sistem pencernaannya untuk menyesuaikan diri.

Baca juga: 10 Cara mengatasi bayi susah BAB (sembelit).

Penyebab Bayi Tidak BAB Lainnya

Selain itu, sebenarnya masih ada penyebab bayi tidak BAB lain yang lebih serius namun jarang terjadi. Beberapa di antaranya seperti:

  • Intussusception (masuknya bagian tubuh satu ke lainnya).
  • Malrotasi dan volvulus (kasus urgen dimana usus berpotensi terputar).
  • Necrotizing enterocolitis (infeksi serta bengkak pada perut).
  • Kelainan genetik seperti fibrosis kistik (tersumbatnya saluran pencernaan akibat kental atau lengketnya lendir dalam tubuh) dan penyakit Hirschsprung (kelainan usus besar sejak lahir).

Faktor Penentu BAB Anak

Bayi tidak BAB mungkin membuat bunda cemas. Tapi sebelum memeriksakan si kecil ke dokter, sebaiknya bunda mengetahui beberapa faktor yang menentukan pola BAB-nya seperti usia, serta apakah ia minum ASI atau susu formula.

Susu formula

Susu formula misalnya, menyebabkan risiko konstipasi lebih tinggi. Alasannya karena susu formula:

  • Lebih sulit dicerna ketimbang ASI.
  • Tak bisa dicerna semuanya seperti ASI – menyebabkan frekuensi BAB lebih sering/ teratur.
  • Membuat jumlah feses lebih sedikit,  teksturnya juga padat dan berwarna cerah.
  • Berpotensi memicu alergi atau intoleransi yang berujung pada konstipasi.
  • Membuat aroma kotoran lebih kuat.

ASI

Berbeda dengan susu formula, nutrisi dari ASI lebih banyak diserap tubuh ketimbang yang disekresikan. Selain itu, ASI juga bersifat laksatif alami sehingga jarang menyebabkan konstipasi. Karenanya, peminum ASI cenderung mengeluarkan kotoran lunak warna coklat kehijauan pada mulanya. Beberapa hari berikutnya, kotoran tersebut jadi berwarna kuning kusam cerah dengan disertai sedikit bau.

Usia

Faktanya, apa yang wajar untuk bayi baru lahir belum tentu normal bagi anak usia 3 bulan.

  • Bayi baru lahir - cenderung selalu BAB usai diberi minum susu. Penyebabnya karena organ pencernaan masih berkembang sehingga belum mampu mengekstrak nutrisi dari susu.
  • Usia 1 bulan – bisa BAB hingga 4 kali per hari.
  • Umur 2 bulan – hanya BAB sekali setiap hari.
  • Usia di atas 8 minggu – bisa tidak BAB hingga 5 hari, padahal tidak sedang konstipasi.
  • Umur 3 bulan yang minum ASI – mungkin ‘libur’ BAB hingga 2 minggu.

Tips Mencegah atau Mengatasi Bayi Tidak BAB

Untuk mencegah dan mengatasi konstipasi pada anak, ujilah metode mana yang paling cocok untuk Anda berikut ini:

  1. Campurkan 1 sdt jus prune atau flax oil – keduanya bersifat laksatif alami - ke dalam susu formula.
  2. Posisikan tubuh si kecil sehingga mirip jongkok (bawa lututnya mendekati dada) agar kotoran lebih mudah keluar.
  3. Coba jenis susu formula lain, misalnya yang berbahan dasar kedelai.
  4. Kurangi takaran susu formulanya (per botol).
  5. Jangan beri air putih (kecuali atas izin dokter) agar tidak terjadi gangguan elektrolit yang berakibat fatal. Air dapat menurunkan jumlah elektrolit alami dalam tubuh, dan bila kadarnya terlalu banyak maka itu dapat memberatkan kerja ginjal. anak yang minum susu formula biasanya lebih membutuhkan air putih ketimbang yang minum ASI.
  6. Untuk yang sudah disapih, tambahkan serat melalui buah dan sayur seperti pear, peach, plum, prune, atau brokoli. Barley (jali-jali) juga lebih baik ketimbang sereal nasi. Alternatif lain adalah dengan menunda memberi makanan padat dan menunggu hingga sistem pencernaannya lebih matang.
  7. Stimulasi dubur menggunakan cotton bud atau termometer rectal (anus) juga efektif merangsang proses BAB dalam beberapa menit.
  8. Miralax (bubuk tanpa rasa) dalam minumannya, senna (sayur laksatif alami), laktulosa (gula sintetis untuk atasi konstipasi), atau obat suppositoria gliserin juga dapat membantu. Untuk obat suppositoria, masukkan sedikit lalu pegangi pantatnya selama beberapa menit hingga itu larut.
  9. Bunda juga dapat menyemprot sedikit cairan gliserin ke dalam duburnya ketika anak mulai tampak mengejan. Lakukan sekali setiap hari selama beberapa minggu. Cairan gliserin juga membantu memulihkan luka akibat konstipasi yang biasanya ditengarai dengan munculnya bercak darah pada feses.

Kapan sebaiknya ke dokter?

Bunda harus membawa si kecil ke dokter bila:

  • Ia tak berhenti menangis.
  • Ada darah dalam kotorannya.
  • Anak menolak makan/ minum seperti biasanya.
  • Buah hati memuntahkan cairan kuning atau hijau (pertanda sembelit).

22 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Philichi L, et al. (2010). Primary care: constipation and encopresis treatment strategies and reasons to refer [Abstract]. DOI: (https://doi.org/10.1097/SGA.0b013e3181f35020)
Hoecker J. (2017). What are the signs of infant constipation? And what’s the best way to treat it? (https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/infant-and-toddler-health/expert-answers/infant-constipation/faq-20058519)
Day, A.. (2003). Constipation in infants and children. 4. 24-31.. ResearchGate. (https://www.researchgate.net/publication/294183036_Constipation_in_infants_and_children)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app