Mengulas Terjadinya Obesitas Sarcopenia dan Cara Mengatasinya

Dipublish tanggal: Jul 19, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 2 menit
Mengulas Terjadinya Obesitas Sarcopenia dan Cara Mengatasinya

Apakah yang Anda bayangkan ketika mendengar kata otot? Pasti benak Anda akan langsung terbayang seorang binaragawan yang memiliki tubuh besar serta berotot seperti Ade Rai. Atau, bisa juga menggambarkannya menyerupai bentuk sixpack yang banyak dianggap keren oleh sebagian kalangan. 

Padahal, baik manusia bertubuh besar maupun kecil pasti dikaruniai otot. Salah satunya otot skeletal yang berguna untuk membantu seseorang mendapatkan energi ketika beraktivitas atau bergerak.

Ada beragam fungsi otot selain yang telah disebutkan di atas yaitu membantu mempertahankan berat ideal tubuh, sumber asam amino untuk mempertahankan sistem imun, serta menjadi organ kelenjar endokrin. Pentingnya peran otot bagi tubuh, maka harus dijaga massa ototnya. 

Ketika massa otot dalam tubuh berada dalam bawah massa normal, maka pengaruhnya bisa buruk bagi kesehatan.

Menurut Dr. Alan Hayes, seorang pakar fisiologi otot, berpendapat bahwa otot skeletal merupakan organ vital bagi kesehatan tubuh seseorang dalam jangka panjang. Ketika massa otot ini berkurang secara bertahap, maka disebut sarcopenia. 

Sebenarnya, pengurangan massa otot bisa diakibatkan oleh bertambahnya usia. Dalam prosesnya, sarcopenia ini dapat berkontribusi pada munculnya berbagai penyakit serius seperti kanker, obesitas, gagal jantung, dan diabetes

Masih lanjut dari pendapat Alan, seseorang baru akan menyadari efek dari sarcopenia pada usia 70an.

Bagaimana Sarcopenia tidak disadari oleh setiap orang?

Hal ini dikarenakan sarcopenia ini tidak bisa dideteksi hanya dengan melihat gejala-gejala fisiknya. Penyakit ini, baru bisa diketahui setelah seseorang melalui CAT-Scan. Pada CAT-Scan, paha dua orang berbeda, bisa saja ukuran ototnya sama. 

Namun, ketika usia dua orang tersebut lanjut, jumlah ototnya cenderung berkurang atau mengalami sarcopenia. Nah, meski ukurannya tetap sama ketika masih bugar atau jumlah massa otot normal, bisa diakibatkan oleh massa lemak yang bertambah.

Seorang penderita sarcopenia ini bisa disadari dari gejala yang ditunjukkan seperti mengeluh karena tidak mampu melakukan aktivitas yang sebelumnya bisa ia kerjakan sendiri. 

Dari pernyataan ini, maka dapat dikatakan bahwa pengurangan  massa otot berbanding lurus dengan pengurangan kekuatan otot untuk beraktivitas.

Secara bertahap, ketika aktivitas seseorang sarcopenia berkurang, penderita bisa mengalami penimbunan lemak yang pada akhirnya bisa mengakibatkan obesitas. Pada keadaan ini, tubuh seseorang bisa mengalami kekurangan malnutrisi dan peran asam amino yang tidak berfungsi normal. 

Padahal, fungsi asam amino dalam tubuh ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan otot dan pembentukan protein. Ketika asupannya berkurang, maka organ tubuh akan beradaptasi dan mencuri protein dari otot. Akibatnya, dampak sarcopenia akan semakin buruk.

Cara mengatasi Obesitas Sarcopenia

Seiring bertambahnya usia, baik penderita sarcopenia maupun obesitas akan sering terjadi bagi setiap orang. Namun, akan lebih baik jika kedua hal tersebut dicegah sebelum mengakibatkan komplikasi. Berikut ini adalah upaya mengatasi obesitas sarcopenia yang dapat Anda lakukan.

  • Menurunkan berat badan

Upaya utama mengatasi obesitas sarcopenia adalah dengan berusaha menurunkan berat badan. Apabila upaya ini bisa dilakukan sekitar 20% maka sudah membantu mengurangi beban tulang menahan lemak hingga resistensi insulin.

  • Beraktivitas fisik

Orang dewasa perlu melakukan aktivitas fisik demi mempertahankan massa otot. Tingkat aktivitas fisik ini mampu memperkuat otot dan mencegah obesitas.

  • Perbaikan pola makan

Ketika usia sudah lanjut usia, seseorang kehilangan massa otot dan perubahan pola makan akibatnya asam amino esensial dalam tubuh berkurang. Untuk itu, peningkatan asupan protein diperlukan paling tidak 25 hingga 30 protein dalam sekali makan. Disamping itu, diet karbohidrat juga diperlukan bagi lansia.

 


12 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Boutin, R., Yao, L., Canter, R., & Lenchik, L. (2015). Sarcopenia: Current Concepts and Imaging Implications. American Journal Of Roentgenology, 205(3), W255-W266. https://doi.org/10.2214/ajr.15.14635. American Journal of Roentgenology. (Accessed via: https://www.ajronline.org/doi/full/10.2214/AJR.15.14635)
Sobestiansky, S., Michaelsson, K. & Cederholm, T. Sarcopenia prevalence and associations with mortality and hospitalisation by various sarcopenia definitions in 85–89 year old community-dwelling men: a report from the ULSAM study. BMC Geriatr 19, 318 (2019). https://doi.org/10.1186/s12877-019-1338-1. BMC Geriatrics. (Accessed via: https://bmcgeriatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12877-019-1338-1)
Dalle, S., Rossmeislova, L., & Koppo, K. (2017). The Role of Inflammation in Age-Related Sarcopenia. Frontiers In Physiology, 8. https://doi.org/10.3389/fphys.2017.01045. Frontiers. (Accessed via: https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fphys.2017.01045/full)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app