Kenali Penyebab Organ Intim Wanita Mengalami Rasa Gatal

Dipublish tanggal: Jun 19, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 2 menit

Rasa gatal yang tiba-tiba menyerang organ kewanitaan tentunya terasa menyebalkan apalagi menyerang di saat anda berada di ruang publik. Anda tentu tidak dapat sembarangan menggaruknya. Beberapa faktor dapat menjadi penyebab rasa gatal tiba-tiba pada vagina.

Faktor ini bisa jadi hanya faktor remeh, namun beberapa faktor bisa jadi justru merupakan gejala penyakit yang serius. Untuk itu, anda sebaiknya mengetahui beberapa penyebab dari rasa gatal pada organ intim wanita agar paham tindakan yang harus dihindari dan dilakukan. Berikut ulasannya.

Penyebab munculnya Rasa Gatal pada Kewanitaan

1. Bacterial vaginosis

Kondisi Bacterial vaginosis (BV) merupakan salah satu kondisi umum yang menjadi penyebab rasa gatal pada wanita. Meski begitu, gejala rasa gatal yang dialami wanita akibat BV serupa dengan infeksi akibat jamur pada vagina, iritasi superfisial maupun trichomoniasis. 

Dokter juga umumnya dapat salah mendiagnosis gangguan anda disebabkan oleh infeksi jamur jika anda hanya menerangkan mengenai gejala rasa gatal.

Kondisi BV disebabkan oleh perubahan tingkat keasaman (pH) di dalam vagina maupun dikarenakan jumlah bakteri baik dan bakteri jahat yang tidak seimbang. 

Gejala yang dialami penderita BV seperti rasa gatal pada vagina. Meski begitu keputihan akibat penyakit BV berbeda. Keputihan yang dihasilkan berwarna kuning ataupun putih susu keabuan, teksturnya cair, serta memiliki bau yang menyengat dan amis. 

Sehingga sebaiknya anda menjelaskan kepada dokter ketika konsultasi mengenai gejala keputihan anda agar dokter tidak salah mendiagnosa.

Pengobatan penderita BV menggunakan antibiotik pil yang diminum, kapsul atau sering disebut ovula yang dimasukkan ke dalam vagina, ataupun krim. Wanita hamil biasanya akan diminta meminum pil antibiotik. Setelah ditangani, biasanya BV akan mereda selama 2 hingga 3 hari. 

Namun anda akan tetap diminta untuk menghabiskan antibiotik selama 7 hari agar tidak kambuh kembali.

2. Mengalami iritasi saat bercukur

Mencukur rambut pubis memang tidak boleh sembarangan karena berisiko mengalami iritasi. Iritasi ini membuat kulit vagina mudah gatal. Selain itu, rambut yang tumbuh setelah dicukur juga berisiko membuat vagina terasa gatal. Untuk menghindari rasa gatal sebaiknya anda melakukan trim di ujung rambut saja.

3. Dermatitis kontak

Dermatitis kontak disebabkan oleh alergi terhadap produk perawatan tertentu yang kemudian bersentuhan dengan kulit. Produk yang bisa menyebabkan dermatitis kontak bermacam-macam, misalnya shampoo, kondom, tisu toilet berpewangi, lubrikan, pelembut pakaian, sabun mandi ataupun deterjen pencuci baju.

Untuk mencegah alergi akibat produk perawatan tertentu, sebaiknya anda menggunakan produk yang hypoallergenic agar aman. Anda juga sebaiknya menghindari vaginal douche dengan alasan membersihkan vagina. 

Vagina sebenarnya memiliki proses pembersihannya sendiri. Oleh sebab itu anda tidak perlu membersihkannya dengan produk kewanitaan yang berparfum.

4. Infeksi Jamur

Infeksi jamur merupakan gangguan yang menyerang hampir 75% wanita. Penelitian membuktikan sekitar 3 dari 4 wanita pernah mengalami infeksi jamur selama hidupnya. Infeksi jamur atau juga disebut vaginal candidiasis adalah gangguan disebabkan tingkat keasaman vagina yang berubah serta koloni bakteri baik dan jahat yang tidak seimbang. 

Pada kondisi ini, Candida atau ragi vagina mengalami pertumbuhan pesat hingga jumlahnya di luar kenormalan.

Faktor yang menyebabkan wanita rentan mengalami infeksi jamur adalah dikarenakan konsumsi antibiotik tertentu, sistem imun menurun, kehamilan dan hubungan seksual. 

Gejala yang dialami wanita selain rasa gatal adalah keluarnya keputihan berwarna putih susu bertekstur kental nongkah. Untuk mengobatinya, anda bisa membeli obat di apotek tanpa resep dokter. 

Dokter biasanya akan menyarankan probiotik mengandung bakteri acidophilus yang dapat menekan pertumbuhan jamur.


10 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app