Film Joker: Gangguan Kejiwaan Ternyata Bisa Picu Tindak Kejahatan

Dipublish tanggal: Sep 3, 2019 Update terakhir: Jan 18, 2023 Tinjau pada Okt 21, 2019 Waktu baca: 3 menit
Film Joker: Gangguan Kejiwaan Ternyata Bisa Picu Tindak Kejahatan

Orang dengan gangguan jiwa kerap kali dikucilkan dan dianggap berbahaya. Pasalnya, tidak sedikit kasus tindakan kriminal yang dilakukan oleh penderita gangguan jiwa, sehingga meresahkan masyarakat.

Hal ini turut digambarkan dalam jalan cerita film Joker. Karakter berambut hijau yang menjadi musuh abadi Batman ini jatuh ke dalam fase depresi terdalam karena mendapatkan penolakan dari masyarakat.

Ditolak, dibuang, dan dipermalukan di depan banyak orang membuat Arthur Fleck (nama asli Joker) terjerumus ke fase depresi yang makin dalam dan bertransformasi menjadi badut mengerikan. Tak lagi tampil sebagai badut yang bersahabat, ia berupaya menunjukkan eksistensi dirinya dengan berbuat jahat.

Anda mungkin jadi bertanya-tanya, apa hubungannya gangguan kejiwaan seperti depresi dengan tindak kejahatan? Apakah orang sakit jiwa akan selalu melakukan tindak kriminal? Daripada menerka-nerka, simak penjelasannya berikut ini.

Apa itu gangguan kejiwaan?

Tekanan yang setiap hari dirasakan Joker membuatnya berubah jadi dalang kriminal. Kombinasi depresi dan pandangan negatif yang datang terus-menerus dari masyarakat sekitar membuat ia berubah menjadi penjahat yang ingin diakui.

Kalau diperhatikan, bukan hal yang tidak mungkin jika situasi tersebut merupakan refleksi dari kehidupan nyata. Ya, tak bisa dipungkiri bahwa masalah kejiwaan bisa membuat seseorang 'gelap mata' dan terjerumus untuk melakukan kejahatan.

Mental illness atau gangguan kejiwaan adalah masalah kesehatan yang memengaruhi suasana hati, pikiran, dan perilaku seseorang. Contohnya berupa depresi, gangguan kecemasan, skizofrenia, gangguan makan, perilaku adiktif, dan sebagainya.

Kondisi kejiwaan yang terganggu dapat menimbulkan masalah di kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, tempat kerja, atau dalam hubungan bersosialisasi sekalipun. 

Baca Juga: Mimpi Buruk Salah Satu Pertanda Gangguan Kejiwaan, Benarkah?


Hubungan gangguan jiwa dengan tindak kejahatan

Sebuah studi menemukan bahwa sebanyak 18% orang dengan gangguan kejiwaan setidaknya melakukan 1 kali tindak kekerasan dalam setahun. Dalam penelitian terpisah, para ahli melaporkan bahwa penderita gangguan bipolar atau skizofrenia lebih mungkin melakukan serangan atau kekerasan fisik lainnya pada orang lain.

Baca Selengkapnya: 9 Mitos dan Fakta Skizofrenia

Melansir dari Mayo Clinic, gejala gangguan kejiwaan berbeda-beda pada setiap orang. Suasana hatinya mudah berubah, lesu, hingga susah konsentrasi. Orang yang sakit jiwa juga cenderung meledak-ledak dan rentan berbuat onar hingga melakukan kekerasan.

Pada kasus skizofrenia, penderita cenderung mengalami halusinasi, delusi yang menakutkan, hingga paranoia. Ketakutan-ketakutan inilah yang membuat penderita bersikap agresif dan menjadi kasar, sehingga tampak seperti sedang membuat onar atau melakukan kejahatan di masyarakat.

Namun biasanya, sikap agresif mereka hanya diekspresikan pada diri mereka sendiri, keluarga, atau teman-teman di sekitarnya. Perasaan insecure penderita jarang dilampiaskan pada orang-orang asing.

Tidak semua kasus sakit jiwa berakhir pada kriminalitas

Perlu diketahui bahwa tidak semua penderita sakit jiwa akan berakhir pada tindak kriminalitas. Bahkan melansir dari Mental Heath, hanya 3-5% tindak kekerasan yang disebabkan oleh pengaruh gangguan kejiwaan.

Penderita sakit jiwa memang bisa melakukan tindak kejahatan apabila:

  • Tidak mendapatkan perawatan yang efektif
  • Pernah mendapatkan kekerasan sebelumnya
  • Terjerumus dalam penyalahgunaan alkohol atau narkoba

Munculnya tindak kriminal pun tidak hanya semata-mata disebabkan oleh gangguan kejiwaan saja, tapi dipengaruhi oleh faktor lainnya. Mulai dari riwayat keluarga, tekanan pribadi (misalnya perceraian atau kehilangan), dan faktor sosial ekonomi. Risikonya bisa jadi lebih besar jika seseorang mendapatkan pengaruh dari alkohol atau penyalahgunaan zat seperti narkoba.

Guna mencegah tindak kejahatan atau kriminalitas akibat gangguan kejiwaan, penderita perlu mendapatkan perawatan intensif dari dokter maupun psikiater. Semakin cepat perawatan dilakukan, maka kondisi fisik dan mental penderita tentu dapat dikontrol dengan sebaik mungkin.

Apabila Anda memiliki anggota keluarga yang mengidap sakit jiwa, berikut beberapa langkah untuk mencegah penderita bersikap agresif pada Anda maupun orang lain:

1. Hindari menekan penderita

Jangan berusaha keras atau bahkan memaksa penderita untuk tetap tenang di tengah-tengah perasaannya yang kalut. Berikan sedikit waktu sampai ia bisa lebih tenang dan mampu mengendalikan dirinya sendiri.

2. Bicara tegas

Jika perilaku penderita mulai kelewat batas, misalnya marah-marah atau uring-uringan yang membahayakan, Anda boleh mengatakan, "Tolong berhenti!" dengan nada yang sedikit tinggi. Hal ini terkadang dapat membantunya kembali sadar dan mengontrol emosinya.

3. Konsultasikan ke psikiater

Ajak penderita ke psikiater guna mendapatkan perawatan yang tepat. Beri tahukan psikiater mengenai kapan pertama kali gejala muncul dan seberapa lama gejala tersebut berlangsung.

Tim ahli kejiwaan akan membantu menentukan perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi pasien. 

Baca Selengkapnya: Obat-Obatan untuk Penanganan Gangguan Kejiwaan


34 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Personality Disorder: Types, Diagnosis and Treatment. Healthline. (https://www.healthline.com/health/personality-disorders)
Psychosis: Symptoms, Causes, and Risk Factors. Healthline. (https://www.healthline.com/health/psychosis)
Mental Health and the DSM-5: Is Anyone Normal Anymore?. Healthline. (https://www.healthline.com/health-news/mental-is-anyone-normal-under-new-dsm-criteria-051813)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app