Antitoksin Difteri: Manfaat, Dosis, & Efek Samping

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 25, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 5 menit

Antitoksin difteri obat apa?

Antitoksin difteri atau Anti-difteri serum (ADS) adalah obat penetral toksin atau racun berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae penyebab penyakit difteri. Mengingat racun difteri sangat berbahaya, maka pemberian ADS harus segera dilakukan ketika dokter sudah menduga atau menegakkan diagnosis penyakit tersebut.

Namun disisi lain, tidak semua orang cocok menggunakannya. Ada beberapa orang yang sensitif atau alergi terhadapnya, apabila orang-orang ini diberikan, maka bisa menimbulkan reaksi alergi anafilaksis yang juga dapat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, pasien harus menjalani uji hipersensitivitas (uji alergi) sebelum menggunakannya.

Pemberian Antitoksin difteri tergolong sebagai imunisasi pasif, artinya tubuh hanya menerima zat kekebalan tersebut untuk melawan langsung toksin difteri. Berbeda dengan imunisasi aktif dimana tubuh dirangsang untuk menghasilkan sendiri zat kekebalan yang diinginkan.

Satu fakta yang harus Anda tahu, bahwa Antitoksin difteri diproduksi dari serum darah kuda yang sudah diimunisasi difteri sebelumnya. Karena berasal dari kuda, maka wajar saja ada risiko reaksi penolakan atau hipersensitifitas setelah penyuntikan pada tubuh manusia, meskipun tidak semua orang mengalaminya.

Itulah mengapa pemberiannya harus sangat hati-hati, oleh tenaga profesional yang dilengkapi dengan fasilitas resusitasi memadai untuk mencegah masalah serius akibat reaksi yang parah ini.

Ikhtisar Obat Antitoksin Difteri (ADS)

Jenis obat Vaksin
Kandungan Antibodi difteri
Kegunaan Pencegahan dan pengobatan difteri
Kategori Obat Resep
Konsumen Dewasa dan Anak
Sediaan Injeksi

Mekanisme Kerja ADS

Antitoksin difteri diproduksi dari plasma darah kuda yang sudah diimunisasi dengan toksin difteri. Antibodi yang dibentuk oleh sistem kekebalan tubuh kuda ini kemudian diekstraksi menjadi antitoksin.

Antitoksin difteri yang dihasilkan tadi kemudian disuntikkan ke tubuh manusia, baik melalui pembuluh darah vena (intravena) ataupun ke dalam otot (intramuskular). Kandungan globulin spesifiknya akan menetralisir efek lokal ataupun sistemik dari toksin yang diproduksi oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyebabkan penyakit difteri pada manusia.

Indikasi atau Kegunaan Antitoksin Difteri

Antitoksin difteri digunakan untuk pencegahan dan pengobatan pada penyakit difteri. Pemberian untuk pencegahan biasanya dilakukan pada orang yang belum pernah diimunisasi difteri sebelumnya atau pada kejadian luar biasa (KLB) dimana pasien diketahui telah terpapar toksin difteri.  Namun, pemberian antitoksin sebagai pencegahan sudah jarang dilakukan karena risiko reaksi alergi yang tak kalah berbahaya.

Menurut CDC, penggunaan antitoksin difteri hanya pada ketentuan sebagai berikut:

  • Difteri saluran pernafasan klinis. Didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan bagian atas yang ditandai dengan sakit tenggorokan, demam ringan, dan adanya pseudomembran pada amandel, faring, laring, dan / atau bagian dalam hidung. Semuanya merupakan ciri khas gejala penyakit difteri.
  • Difteri terkonfirmasi. Kasus klinis di atas ditambah uji laboratorium yang menunjukkan hasil positif bahwa pasien terinfeksi Corynebacterium diphtheriae atau belum teruji secara laboratorium namun secara epidemiologi terkait erat dengan kasus positif difteri (kasus yang dikonfirmasi laboratorium).
  • Probable difteriKasus klinis yang kompatibel namun belum didukung dengan hasil laboratorium atau secara epidemiologis tidak terkait dengan kasus yang dikonfirmasi laboratorium.

Kontraindikasi

Jika dalam proses uji alergi antidifteri serum (ADS) terjadi reaksi alergi, maka orang tersebut tidak dianjurkan menggunakan antitoksin difteri ini.

Dosis Antitoksin Difteri (ADS) dan Cara Penggunaan

Antitoksin difteri tersedia dalam bentuk sediaan vial injeksi dengan kekuatan dosis 10 mL 10.000 I.U.

Dosis yang tepat adalah yang dianjurkan oleh dokter Anda. Adapun dosis yang lazim digunakan adalah sebagai berikut:

  • Tes alergi difteri:
    • Suntikan intrakutan atau intradermal: Dosisnya, 0,1 mL antitoksin difteri dilarutkan dengan NaCl 0,9% dalam perbandingan 1:100 (setara dengan melarutkan 0,1 mL antitoksin ke dalam 10 mL NaCl 0,9%). Reaksi terjadi umumnya setelah 20 menit. Untuk pasien dengan riwayat alergi dosis dikurangi menjadi 0,05 mL dengan perbandingan 1:1000. Sodium klorida disini digunakan sebagai penyeimbang. Reaksi positif alergi ditandai dengan munculnya lingkaran ruam di area bekas suntikan.
    • Secara topikal: Diberikan 1 tetes larutan antitoksin difteri dengan 0,9% sodium klorida dengan perbandingan 1:100 pada kulit. Kemudian dilakukan goresan 0,64 cm pada kulit yang telah ditetesi tadi. Reaksi akan muncul setelah 20 menit. Reaksi positif alergi ditandai dengan munculnya ruam di area sekitar goresan tadi.
  • Pengobatan difteri pada rongga hidung (ringan hingga sedang): 10.000 - 20.000 unit melalui intravena.
  • Pengobatan difteri pada rongga mulut (ringan hingga sedang) 15.000 - 25.000 unit melalui intravena.
  • Pengobatan difteri pada laring dan faring: 20.000 - 40.000 unit melalui intravena.
  • Pengobatan difteri parah: Hingga 100.000 unit melalui intravena.
  • Pengobatan difetri pada kulit: 20.000 - 40.000 unit melalui infus intravena. Hanya digunakan jika luka/ borok di kulit lebih besar dari 2 cm persegi (tidak efektif untuk luka yang kecil).

Aturan pakai ADS:

  • Gunakanlah obat ini hanya dengan bantuan dan pengawasan dari dokter atau tenaga medis.
  • Selalu ikuti anjuran dokter atau petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan sebelum mulai mengonsumsinya.
  • Pastikan untuk melakukan tes reaksi alergi sebelum menggunakan antitoksin ini.

Efek Samping Antitoksin Difteri (ADS)

Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut:

  • Reaksi anafilaksis seperti kesulitan bernafas dan menelan, gatal terutama tangan dan kaki, kemerahan pada kulit terutama di sekitar telinga, pembengkakan mata, wajah atau bagian dalam hidung; kelelahan yang tidak biasa dan mendadak. Pada kondisi berat dapat berlanjut menjadi syok anafilatik.
  • Reaksi serum sickness seperti muncul rasa tidak nyaman, demam, radang sendi, gatal, ruam, nyeri otot, pembengkakan pada kelenjar limpa.
  • Reaksi panas seperti muncul sensasi dingin, kesulitan bernafas, naiknya suhu tubuh, biasanya terjadi setelah 20 menit sampai 1 jam setelah disuntik antitoksin.

Efek Overdosis Antitoksin difteri

Pemberian antitoksin ini harus dengan pengawasan dokter atau tenaga medis profesional. Namun, jika terjadi ketidak sengajaan penggunaan berlebihan sehingga muncul efek overdosis seperti kesulitan bernafas atau reaksi anfilaksis parah maka segeralah hubungi kegawatdaruratan medis terdekat.

Peringatan dan Perhatian

Sebelum dan selama menggunakan obat ini, harap perhatikan hal-hal dibawah ini:

  • Pastikan pemberian antitoksin ini dengan pengawasan dokter dan tenaga medis profesional.
  • Perhatian harus diberikan untuk penggunaan pada penderita asma.
  • Uji alergi harus dilakukan sebelum umunisasi dan pengobatan untuk menghindari reaksi alergi.
  • Obat ini tidak digunakan pada profilaksis difteri karena risiko alerginya.
  • Jika pengujian alergi menghasilkan tanda negatif tidak sepenuhnya mengesampingkan alergi, sehingga harus tetap waspada.
  • Jika terjadi alergi selama atau setelah penggunaan antitoksin ini maka perlu dilakukan pemasangan torniket dan selanjutnya diberikan suntikan adrenalin pada area yang diberi antitoksin.

Kehamilan dan Menyusui

Apakah Antitoksin difteri boleh digunakan oleh ibu hamil dan ibu menyusui?

  • Belum ada banyak data mengenai penggunaan antitoksin difteri ini pada ibu hamil. Sehingga penggunaannya jika hanya sangat dibutuhkan saja dan harus dengan pengawasan dokter.
  • Belum diketahui apakah antitoksin ini mampu masuk ke dalam ASI ibu menyusui dan belum ada banyak data mengenai masalah yang mungkin ditimbulkan pada penggunaannya pada ibu menyusui.

Interaksi Obat

Beberapa jenis obat-obatan mungkin dapat berinteraksi dengan antitoksin difteri. Mungkin dokter memerlukan perubahan dosis jika digunakan dengan obat lain. Selalu sampaikan pada dokter Anda obat bebas atau obat resep apa saja yang sedang digunakan sebelum menggunakan antitoksin ini.


14 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Kim DK, et al. Recommended adult immunization schedule, United States, 2019. Annals of Internal Medicine. 2019; doi:10.7326/M18-3600.
Diphtheria. World Health Organization. https://www.who.int/immunization/diseases/diphtheria/en/.
Liang JL, et al. Prevention of pertussis, tetanus, and diphtheria with vaccines in the United States: Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). MMWR Recommendations and Reports. 2018; doi:10.15585/mmwr.rr6702a1.

Artikel ini hanya sebagai informasi obat, bukan anjuran medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter atau apoteker mengenai informasi akurat seputar obat.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app