Memahami Happy Hypoxia, Gejala Tersembunyi COVID-19 yang Perlu Diwaspadai

Dipublish tanggal: Sep 14, 2020 Update terakhir: Jan 4, 2022 Waktu baca: 3 menit
Memahami Happy Hypoxia, Gejala Tersembunyi COVID-19 yang Perlu Diwaspadai

Ringkasan

Buka

Tutup

  • Happy hypoxia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam darah mengalami penurunan sampai ke tingkat yang sangat rendah. Akan tetapi, pasien tampak baik-baik saja. Kondisi ini disebut-sebut sebagai gejala tersembunyi COVID-19;
  • Para ahli menduga bahwa virus corona melakukan suatu hal abnormal pada cara tubuh merasakan tingkat oksigen yang rendah;
  • Tidak hanya bisa mengakibatkan paru-paru menjadi beku, happy hypoxia juga bisa menyebabkan pembekuan pada organ ginjal dan otak;
  • Satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi happy hypoxia adalah dengan mengukur kadar oksigen dalam darah menggunakan oksimeter;
  • Dokter dapat memberikan tambahan oksigen melalui masker atau selang hidung, terapi hiperbarik, atau alat bantu napas (ventilator) untuk menangani happy hypoxia;
  • Klik untuk membeli perlengkapan new normal dari rumah Anda melalui HDmall. *Gratis ongkos kirim ke seluruh Indonesia dan bisa COD;
  • Dapatkan paket tes COVID-19 berupa swab PCRswab antigen, dan rapid test dengan harga bersahabat dan tim medis berpengalaman di HDmall.

Gejala COVID-19 kian susah ditebak. Ya, virus corona yang menghebohkan sejak Desember 2019 terus bermutasi hingga menimbulkan gejala yang berbeda-beda antara pasien yang satu dengan yang lainnya. Yang terbaru adalah happy hypoxia. Kondisi ini malah disebut-sebut sebagai gejala COVID-19 yang tersembunyi. Seberapa besar bahayanya?

Apa itu happy hypoxia?

Semenjak ditemukan pada beberapa pasien COVID-19 di Indonesia, happy hypoxia mulai dikhawatirkan sebagai salah satu gejala baru yang tersembunyi. Tak heran jika tim medis mulai mewanti-wanti kondisi yang satu ini.

Happy hypoxia disebut juga dengan silent hypoxemia atau hipoksemia tersembunyi. Hipoksemia sendiri merupakan kondisi saat tekanan parsial oksigen dalam darah mengalami penurunan.

Ketika kadar oksigen darah mulai berkurang, seseorang dapat mengalami sesak napas atau dispnea. Bila kondisi ini terus terjadi, organ-organ dalam tubuh tentu tidak bisa berfungsi secara optimal sehingga lambat laun mengalami kerusakan. Efek fatalnya adalah kematian.

Yang perlu digarisbawahi adalah happy hypoxia berbeda dengan hipoksemia. Happy hypoxia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam darah mengalami penurunan sampai ke tingkat yang sangat rendah. Akan tetapi, otak tidak menganggapnya sebagai kondisi yang mengancam. 

Pasien justru tampak sadar dan baik-baik saja, tidak seperti sedang terkena gangguan pernapasan maupun mengidap COVID-19. Barangkali itulah yang membuat ada kata 'happy' dalam kondisi ini.

Kondisi demikian sangat membingungkan para dokter karena bertentangan dengan biologi dasar. Normalnya, kadar oksigen dalam tubuh seseorang harus lebih dari 95%. Kurang dari itu, penurunan kadar oksigen secara bertahap akan membuat paru-paru tidak mampu mengalirkan oksigen secara normal sehingga pasien semestinya mengalami sesak atau kesulitan bernapas.

Para ahli menduga bahwa virus corona melakukan suatu hal abnormal pada cara kerja tubuh merasakan tingkat oksigen yang rendah. Hal ini disinyalir berkaitan dengan berkurangnya sensitivitas penciuman yang banyak dialami pasien COVID-19.

Baca juga: Sudah Sembuh dari COVID-19, Mungkinkah Kambuh Lagi?

Tanda dan gejala happy hypoxia

Bila tidak segera ditangani, happy hypoxia bisa mengancam nyawa pasien kapan saja. Tidak hanya mengakibatkan paru-paru menjadi beku, ginjal dan otak bakal mengalami hal yang sama. Dampak fatalnya bahkan bisa menyebabkan kematian.

Sayangnya, sulit untuk melihat gejala happy hypoxia sejak dini hanya dengan melihat kondisi pasien dari luar saja. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengukur kadar oksigen dalam darah dengan menggunakan oksimeter denyut (pulse oximeter). 

Penggunaan oksimeter perlu dilakukan setiap hari, mengingat kadar oksigen pasien dapat berubah-ubah. Bisa saja hari ini hasilnya normal, tetapi besok turun drastis secara tiba-tiba.

Selain itu, dokter mungkin akan melakukan serangkaian pemeriksaan medis, mulai dari tes darah lengkap, tes fungsi paru, analisis gas darah, elektrokardiogram (EKG), hingga echo jantung. Jenis pemeriksaan mana yang akan dijalani disesuaikan lagi dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing pasien.

Baca juga: Prosedur Tes COVID-19 dengan PCR, Ini Tahapannya

Bagaimana cara mengobati happy hypoxia?

Jenis pengobatan  pasien COVID-19 ditentukan oleh kondisi dan hasil evaluasi pemeriksaan pasien. Bila pasien mengalami happy hypoxia, dokter dapat memberikan tambahan oksigen melalui masker atau selang hidung, terapi hiperbarik, atau alat bantu napas (ventilator). Penanganan demikian bertujuan untuk menambah kadar oksigen dalam tubuh pasien dan mencegah pasien mengalami sesak napas.

Namun, bagaimana jika pasien tidak menunjukkan gejala, terutama yang melakukan isolasi mandiri di rumah?

Selama isolasi mandiri, pantau terus kondisi kesehatan Anda. Jika tiba-tiba merasa lemas, tetapi bisa makan dan minum dengan normal, segera laporkan pada dokter maupun tim medis. Kelelahan adalah tanda awal berkurangnya oksigen dalam tubuh sehingga perlu diperiksa lebih lanjut agar tidak telanjur berakibat fatal.

Baca juga: Rapid Test untuk Deteksi Virus Corona, Begini Prosedurnya


4 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Respiratory Research. The pathophysiology of ‘happy’ hypoxemia in COVID-19. (https://respiratory-research.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12931-020-01462-5). 28 Juli 2020.
Science Daily. Study explains potential causes for ‘happy hypoxia’ condition in COVID-19 patients. (https://www.sciencedaily.com/releases/2020/07/200702144732.htm). 8 Juli 2020.
Clinical Autonomic Research. Is ‘happy hypoxia’ in COVID-19 a disorder of autonomic interoception? A hypothesis. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7362604/). 2020.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app