Menyelamatkan Bayi Mencret Dari Resiko Berbahaya

Dipublish tanggal: Agu 24, 2019 Update terakhir: Nov 10, 2020 Tinjau pada Mar 24, 2020 Waktu baca: 4 menit
Menyelamatkan Bayi Mencret Dari Resiko Berbahaya

Mencret dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi jika terjadi pada anak terutama bayi bila dibandingkan dengan orang dewasa yang terkena diare. 

Mencret yang dialami oleh bayi dapat menimbulkan dehidrasi yang cepat bahkan dalam waktu dua jam saja dari awal bayi mengalami mencret. Kondisi ini akan lebih membahayakan jika terjadi pada bayi yang baru lahir. 

Bayi yang baru saja lahir dan hanya mengkonsumsi ASI biasanya akan mengeluarkan kotoran yang lebih encer bila dibandingkan bayi yang mengkonsumsi susu formula. 

Biasanya ibu akan kesulitan membedakan apakah si kecil mencret atau mengeluarkan kotoran dengan normal. 

Bayi yang mengkonsumsi ASI biasanya akan mengeluarkan tinja yang berwarna kekuningan, bertekstur lembut, dan cair.  Bayi yang baru lahir dan minum ASI biasanya akan buang air besar lima kali dalam sehari. 

Namun ini bukan sebuah aturan yang pasti. Hal ini dapat terjadi karena ASI merangsang saluran pencernaan untuk mengeluarkan tinja setelah minum ASI.

Ketika bayi sudah berumur satu bulan, maka bayi yang minum ASI akan buang air besar sebanyak satu hingga dua kali sehari. Sedangkan bayi yang minum susu formula akan buang air besar satu kali sehari. Tinja yang dikeluarkan bayi yang minum susu formula akan lebih keras dan berbau. 

Ibu dapat membedakan apakah si kecil sedang terkena diare atau tidak dengan memperhatikan tinja si kecil. Jika si kecil terlihat lemas, tinja lebih lunak dan cair, dan jumlahnya banyak, ibu patut waspada. Apalagi jika frekuensi buang air besar lebih sering. 

Penyebab diare pada anak

Diare merupakan penyebab utama dari wabah malnutrisi yang terjadi di negara-negara berkembang. Biasanya daire disebabkan oleh polusi air dan pencemaran makanan. 

Rotavirus merupakan penyebab utama dari penyakit gastroenteritis yang menyebabkan anak mengalami mencret terutama pada bayi. 

Infeksi ini akan menyerang saluran pencernaan bayi sehingga menimbulkan gangguan pada penyerapan nutrisi. Saluran pencernaan tidak bisa optimal dalam menyerap nutrisi makanan dan kemudian keluar cairan secara berlebihan.

Selain polusi dan pencemaran, bayi juga rawan terkena mencret karena bakteri, parasit, atau virus yang berasal dari benda-benda di sekitar. 

Bayi rawan terkena mencret karena bayi gemar memasukkan tangan atau benda-benda ke dalam mulut. Selain itu, alergi juga bisa menyebabkan mencret. 

Bayi masih sangat rentan terkena alergi seperti pemilihan susu formula yang diolah dengan tepat, intoleransi laktosa, keracunan makanan, flu, konsumsi antibiotic, serta kekurangan enzim.

Bayi yang diare rawan terkena dehidrasi karena banyaknya cairan yang keluar saat diare. Bayi yang mengalami diare memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Mata cekung
  2. Lemah
  3. Bibir kering dan pecah-pecah
  4. Tidak mengeluarkan air mata saat menangis
  5. Jarang buang air kecil
  6. Urine berwarna lebih gelap dan bau
  7. Tidak mau makan dan minum
  8. Gelisah atau rewel

Bayi yang mengalami dehidrasi berat karena diare akan terlihat mengantuk karena kehilangan kesadaran akibat kurangnya asupan cairan. 

Selain itu, tangan dan kakinya akan menjadi dingin dan bernafas dengan cepat. Bila dehidrasi tidak diberikan penanganan yang cepat dan tepat, resiko kesehatan yang berat akan menimpa seperti kerusakan ginjal, kejang-kejang, syok, hingga kematian.

Pencegahan Dehidrasi pada bayi mencret

Jika si kecil mengalami buang air besar secara terus menerus dengan tinja bertekstur cair, dan disertai dengan darah atau lendir, maka ibu patut waspada. Apalagi jika diare disertai dengan demam dan muntah. Si kecil akan semakin rentan terkena dehidrasi. 

Jika si kecil terkena diare dan dehidrasi, ibu dapat melakukan beberapa hal di bawah ini:

  1. Beri asupan yang cukup pada si kecil untuk mencegah dehidrasi.
  2. Jika diare terjadi pada bayi berusia di bawah 6 bulan yang hanya mengkonsumsi ASI, maka beri ASI seperti biasa dan setiap kali si kecil muntah atau mencret segera beri ASI kembali. Jika bayi sudah berusia di atas 6 bulan, maka Anda bisa menambahkan larutan oralit setiap mencret atau muntah. Gunakan air yang bersih dan matang untuk membuat oralit.
  3. Untuk anak di bawah 2 tahun, dosis untuk larutan oralit adalah setengah cangkir. Sedangkan untuk anak di atas 2 tahun berilah satu cangkir larutan oralit setelah mencret atau muntah.
  4. Jangan beri obat antidiare pada bayi karena bisa menimbulkan efek yang serius pada bayi. Obat diare dapat diberikan pada anak di atas 12 tahun.
  5. Jika si kecil sudah bisa makan (berusia 6 bulan ke atas), maka tetap berikan makanan padat pada si kecil seperti nasi, pisang, bubur, dan lain-lain. Namun hentikan jika si kecil muntah. Jika si kecil menolak untuk makan, maka ganti asupan makanan dengan cairan.
  6. Probiotik dapat diberikan pada bayi, terutama yang mengandung bakteri baik seperti Lactobacillus rhamnosus dan Saccharomyces boulardii.
  7. Anda bisa memebrikan syrup atau tablet zinc pada anak selama 10 hari berturut-turut. Yang patut diperhatikan adalah dosis yang diberikan pada anak harus sesuai dengan petunjuk dari dokter.
  8. Antibiotic dapat diberikan pada bayi yang mengalami diare. Namun antibiotic hanya diberikan pada bayi yang mengalami diare karena bakteri. 

Diare pada bayi dapat dicegah dengan bebeapa langkah sederhana seperti:

  1. Berikan ASI daripada susu formula karena kandungan ASI berfungsi untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh dan menghmabta pertumbuhan bakteri penyebab diare.
  2. Jaga kebersihan tangan dengan selalu mencuci tangan sebelum memegang perlengkapan bayi, setelah mengganti popok, atau ketika akan memegang bayi.
  3. Berikan vaksin untuk mencegah infeksi rotavirus penyebab diare pada anak. Vaksin ini diberikan 3 kali secara bertahap. Vaksin pertama dapat diberikan saat bayi berumur 6-14 minggu, vaksin kedua saat bermur 4-8 minggu setelah vaksin pertama, dan yang ketiga saat bayi berumur 8 bulan.

5 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app