Hormon Endorfin: Informasi Manfaat dan Cara Kerja

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 25, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 3 menit

Hormon Endorfin adalah zat kimia seperti morfin yang diproduksi sendiri oleh tubuh. Endorfin memiliki efek mengurangi rasa sakit dan memicu perasaan senang, tenang, atau bahagia. Hormon ini diproduksi oleh sistem saraf pusat dan kelenjar hipofisis.

Hormon Endorfin terdiri dari neuropeptida opioid endogen. Kata Endorphin terdiri dari dua kata: endo dan -orphin; yang merupakan bentuk singkat dari kata-kata endogen dan morfin, hal ini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa neuropeptida ini bekerja seperti zat morfin namun berasal dari dalam tubuh.

Pada kenyataannya di dalam tubuh tidak hanya terdapat satu jenis, setidaknya terdapat 20 jenis endorfin. Salah satunya disebut dengan beta-endorfin yang telah diketahui memiliki potensi efek yang lebih kuat daripada morfin. Namun, endorfin memiliki kelebihan yaitu bersifat non-adiktif atau tidak menyebabkan kecanduan, tidak seperti obat opiat (morfin dan kodein).

Fungsi Hormon Endorfin

Di dalam tubuh manusia hormon endorfin memiliki beberapa fungsi diantaranya :

  • Meredakan nyeri. Merupakan fungsi utama hormon ini yaitu memblokir reseptor opioid yang terdapat pada sel - sel saraf. Hal ini kemudian menyebabkan terganggunya penghantaran sinyal rasa sakit.
  • Mengurangi Stres. Pada saat stres jumlah endorfin dalam tubuh dapat mengalami peningkatan dan menghasilkan euforia sehingga membantu Anda mengatasi stres.
  • Meningkatkan Mood. Endorfin dapat menenangkan saraf Anda dengan menciptakan perasaan tenang dan damai, sehingga terjadi perbaikan pada suasana perasaan anda.
  • Meningkatkan imunitas. Hormon ini dapat memicu pembentukan natural killer cell yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. sehingga hormon ini juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
  • Mempengaruhi Sel Otak. Hormon ini juga dipercaya dapat berpengaruh terhadap sel otak dan membantu meningkatkan daya ingat dan konsentrasi.
  • Sebagai zat anti penuaan. Endorfin juga dipercaya dapat menghilangkan superoksida yang menyebabkan proses penuaan pada tubuh.

Kelebihan Hormon Endorfin

Endorfin dapat menghasilkan perasaan euforia yang sangat mirip dengan yang dihasilkan oleh opioid lainnya. Namun apabila kadarnya terlalu banyak, maka dalam waktu yang lama dapat menyebabkan seseorang selalu merasa tersudutkan atau terancam, dan memicu refleks cemas dan ketakutan untuk setiap hal kecil. Hal ini terjadi karena tubuh yang dibanjiri endorfin akan secara alami mengasumsikan bahwa akan datang sesuatu yang menyakitkan.

Pada autisme diduga terjadi kekurangan enzim yang memetabolisme endorphin sehingga terdapat salah satu teori yang menyatakan bahwa individu autis terjadi karena memiliki terlalu banyak beta-endorfin dalam sistem saraf pusat mereka. Kelebihan Endorfin juga diduga berperan dalam gangguan depersonalisasi, hal ini terlihat dari adanya perbaikan terhadap pasien gangguan depersonalisasi setelah mendapatkan pengobatan dengan antidotum opiat naloxon ataupun naltrekson.

Kekurangan Hormon Endorfin

Kadar Endorfin yang rendah dapat menyebabkan gangguan kepribadian terutama dalam regulasi suasana perasaan dan mood. Kekurangan endorfin diketahui berhubungan dengan beberapa kelainan seperti depresi, ambang rangsang yang rendah terhadap rangsang nyeri dan sensasi nyeri kronis yang tidak jelas penyebabnya.

Gejala - gejala yang muncul pada saat seseorang  mengalami depresi akibat kekurangan endorfin antara lain, timbulnya perasaan sedih dan murung, yang berlangsung terus – menerus, penurunan nafsu makan, gangguan tidur, merasa bahwa dirinya tidak berguna, pada kondisi yang berat dapat timbul ide atau gagasan untuk segera mengakhiri hidup atau bunuh diri.

Terapi Hormon Endorfin

Hormon Endorfin paling banyak dilepaskan ke dalam tubuh manusia selama kondisi stres atau pada saat - saat kesakitan. Masuknya endorfin ke dalam sistem pada saat bersamaan sering menimbulkan perasaan mual atau perasaan gugup di perut. Namun, jumlah endorfin dilepaskan bervariasi antara individu yang satu dengan yang lainnya sehingga suatu kejadian yang merangsang sekresi neurohormon ini dapat meningkatkan kadar endorfin secara signifikan pada beberapa orang namun tidak selalu demikian pada sebagian orang lainnya.

Selain stres dan rasa sakit, sekresi endorphin juga dipicu oleh konsumsi makanan tertentu, seperti cokelat dan cabai. Memang, peningkatan karakteristik kadar endorphin tubuh yang disebabkan oleh cokelat diyakini memainkan peran penting yang menyatakan bahwa cokelat adalah makanan kenyamanan pada saat stres. Selain itu, karena pelepasan endorphin yang terkait dengan cabai, menyebabkan cabai telah digunakan dalam berbagai macam perawatan medis, terutama sebagai bagian dari terapi untuk nyeri kronis. Beberapa jenis aktivitas fisik terutama aerobik juga telah dikaitkan dengan peningkatan sekresi endorfin dalam beberapa tahun terakhir ini. Menjalani terapi pijat atau akupunktur juga diyakini merangsang produksi hormon ini.

Dalam dunia psikiatri, percobaan terhadap penggunaan hormon endorfin sebagai terapi terhadap gangguan jiwa telah banyak dilakukan. Hormon endorfin sintestis disuntikkan ataupun diberikan secara infus pada pasien depresi dan skizofrenia. Setelah diberikan secara intavena, pasien tersebut dinilai dan diukur tingkat perubahan perilaku yang dihasilkan. Hasilnya pasien depresi dapat mengalami perbaikan perilaku secara signifikan dalam waktu dua sampai empat jam setelah pengobatan menggunakan beta-endorphin. Namun, pengobatan endorfin tidak menunjukkan perubahan yang signifikan pada pasien skizofrenia.


15 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Zorrilla EP, et al. (1995). High self-esteem, hardiness and affective stability are associated with higher basal pituitary-adrenal hormone levels. DOI: (http://dx.doi.org/10.1016/0306-4530(95)00005-9)
Shahnazi M, et al. (2012). Inhaled lavender effect on anxiety and pain caused from intrauterine device insertion. (http://journals.tbzmed.ac.ir/JCS/Manuscript/JCS-1-255.pdf)
Sprouse-Blum AS, et al. (2010). Understanding endorphins and their importance in pain management. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3104618/)

Artikel ini hanya sebagai informasi obat, bukan anjuran medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter atau apoteker mengenai informasi akurat seputar obat.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app