Kebakaran Hutan Renggut Nyawa Bayi, Ini Bahaya Asap pada Bayi dan Anak

Dipublish tanggal: Sep 17, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Okt 12, 2019 Waktu baca: 3 menit
Kebakaran Hutan Renggut Nyawa Bayi, Ini Bahaya Asap pada Bayi dan Anak

Sudah beberapa pekan ini kabut asap hasil kebakaran lahan mengepung sejumlah wilayah di Kalimantan dan Sumatra. Tidak hanya mengakibatkan masyarakat alami sesak napas, bayi usia 4 bulan asal Sumatra Selatan meninggal akibat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hal ini jelas menggambarkan bahwa dampak asap pada bayi dan anak-anak tidak boleh disepelekan.

Bayi dan anak-anak termasuk kelompok rentan

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), dampak kabut asap cenderung lebih besar pada bayi, anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang-orang yang sudah menderita penyakit pernapasan sebelumnya. Mereka termasuk kelompok rentan yang sangat mudah terpapar penyakit karena sistem imunnya cenderung rendah.

Bayi dan anak-anak bernapas lebih cepat daripada orang dewasa, sehingga kemungkinan polutan yang terhirup juga lebih banyak. Bayi dan anak-anak juga sering bernapas lewat mulut.

Tidak seperti saat menghirup udara lewat hidung yang ada bulu-bulu penyaringnya, zat toksik dari udara tidak akan melewati proses penyaringan di dalam mulut. Akibatnya, racun dari udara dapat lebih mudah mengiritasi saluran pernapasan bayi dan anak-anak.

Dampak asap pada bayi dan anak-anak

Kalau orang dewasa saja bisa mengalami sesak napas akibat menghirup kabut asap, maka bayi dan anak-anak pun juga akan mengalami hal serupa. Bahkan, dampak asap pada bayi dan anak-anak bisa jadi lebih parah karena tubuhnya jauh lebih rentan.

Bagi anak balita yang sistem imunnya baik, efek kabut asap umumnya tidak terlalu parah dan bisa diatasi dengan cepat. Namun, tetap saja ini bukan berarti bahaya kabut asap bisa disepelekan.

Berbagai dampak asap pada bayi dan anak-anak adalah:

Jika bayi Anda sudah mempunyai riwayat gangguan pernapasan, sinusitis, atau alergi kulit sebelumnya, maka paparan kabut asap dapat mengembangkan penyakitnya. Contohnya bila si kecil memiliki asma, maka gejalanya bisa gampang kambuh dan semakin parah.

Baca Juga: 6 Hal yang Perlu Diperhatikan Orangtua Ketika Anak Mengidap Asma

Sementara pada kasus kebakaran hutan akhir-akhir ini, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU)-nya bahkan sudah mencapai lebih dari 500. Artinya, kondisi udara di wilayah tersebut sudah sangat berbahaya bagi kesehatan.

Semakin banyak asap yang terhirup oleh bayi dan anak-anak, semakin banyak pula zat-zat toksik yang menembus hingga ke paru-paru. Jumlah oksigen yang masuk otomatis jadi sedikit, sehingga keseluruhan organ dalam tubuh juga akan mengalami kekurangan oksigen dan memicu hipoksia.

Hipoksia adalah suatu kondisi ketika kadar oksigen cenderung rendah di dalam tubuh. Jantung dan organ-organ tubuh akan mengalami kekurangan suplai oksigen dan dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu terjadinya infark atau kematian jaringan pada sejumlah organ tubuh.

Dampak fatalnya, bayi dan anak-anak berisiko mengalami kematian akibat infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan hipoksia.

Cara melindungi anak balita dari bahaya kabut asap

Cara terbaik untuk melawan paparan kabut asap adalah dengan memakai masker. Salah satunya dengan masker N95, jenis masker yang mampu menyaring partikel PM2.5 di udara hingga 95% sehingga cocok digunakan untuk mengurangi dampak kabut asap akibat kebakaran hutan.

Baca Selengkapnya: Polusi Jakarta Memburuk, Harus Pakai Masker Anti Polusi yang Mana?

Akan tetapi, bayi tentu belum bisa dipakaikan masker layaknya anak-anak maupun orang dewasa. Oleh karena itu, solusi terbaiknya adalah hindari ke luar rumah untuk sementara waktu sampai kabut asap mulai berkurang dan dirasa aman.

Tempatkan bayi dan anak-anak di tempat paling minim terpapar kabut asap di rumah, contohnya di kamar. Tutup semua pintu, jendela, dan celah-celah agar asap tidak masuk ke dalam rumah.

Bagi Anda yang masih aktif menyusui, teruslah menyusui bayi Anda. Air susu ibu alias ASI mengandung antibodi alami yang mampu menjaga sistem kekebalan tubuh si kecil. Memberikan ASI secara rutin dapat membantu meringankan gejala penyakit pada bayi, seperti pilek, flu, dan demam.

Jika si kecil mulai menunjukkan tanda-tanda terkena dampak kabut asap, berikut yang harus dilakukan:

Bila bayi dan anak terkena gejala flu, tenggorokan kering, atau batuk kering

Anak usia di bawah 1 tahun tidak boleh diberikan obat batuk tanpa resep dokter. Sebaiknya konsultasikan dulu ke dokter mengenai obat batuk pilek yang aman untuk bayi dan anak.

Selain itu, pastikan anak Anda mendapatkan cukup cairan setiap hari, baik dengan ASI maupun air putih. Hal ini dapat membantu mencegah dehidrasi dan meredakan tenggorokan kering akibat paparan kabut asap.

Bayi yang usianya lebih dari 6 bulan boleh diberikan sup atau jus. Perbanyaklah asupan vitamin C dari buah atau sayur, sebab vitamin C bertindak sebagai antioksidan yang mampu meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan anak-anak.

Bila bayi mengalami sesak napas atau asma

Asma pada bayi dan anak-anak bisa terjadi bila ada pemicunya, salah satunya karena polusi dan kabut asap. Dampak asap bisa memperparah gejala asma. Jika si kecil mulai sesak napas dan asmanya kambuh, segera bawa si kecil ke dokter anak terdekat.

Baca Juga: Menyimpan Tabung Oksigen di Rumah Harus Perhatikan Hal Ini


3 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Köhler, E & Sollich, V & Schuster, Renate & Thal, Wilhelm. (1999). Passive smoke exposure in infants and children with respiratory tract diseases. Human & experimental toxicology. 18. 212-7. 10.1191/096032799678839932. ResearchGate. (https://www.researchgate.net/publication/12966032_Passive_smoke_exposure_in_infants_and_children_with_respiratory_tract_diseases)
Third-hand smoke exposure and health hazards in children. National Center for Biotechnology Information. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23741945)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app