Penyebab Sakit Kepala Cluster hingga Cara Penanganan

Dipublish tanggal: Nov 18, 2020 Update terakhir: Jan 20, 2022 Waktu baca: 3 menit
Penyebab Sakit Kepala Cluster hingga Cara Penanganan

Ringkasan

Buka

Tutup

  • Ciri ciri sakit kepala cluster adalah kepala terasa ditusuk-tusuk dan munculnya rasa panas, terutama di dekat mata;
  • Sakit kepala cluster biasanya muncul di malam hari dan disebabkan oleh gangguan saraf otak bagian hipotalamus;
  • Beberapa faktor pemicu sakit kepala cluster adalah kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol, serta keturunan (genetik);
  • Terapi oksigen, injeksi, atau obat-obatan tertentu seperti sumatriptan dan dihydroergotamine bisa digunakan dalam pengobatan sakit kepala cluster;
  • Klik untuk membeli obat sumatriptan atau obat saraf dan otak lainnya dari rumah Anda melalui HDMall. *Gratis ongkos kirim ke seluruh Indonesia dan bisa COD;
  • Gunakan fitur chat untuk berkonsultasi dengan apoteker kami secara gratis seputar obat dan pemeriksaan kesehatan yang Anda butuhkan.

Pernah mengalami sakit kepala tepatnya di satu sisi kepala tertentu, seperti di dekat mata? Kondisi sakit kepala yang dialami mungkin bisa bermacam-macam, termasuk sakit kepala dengan gejala yang berbeda. Secara umum, sakit kepala dibagi menjadi dua macam, yakni sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder.

Sakit kepala primer terdiri dari sakit kepala sebelah (migrain), sakit kepala tegang, dan sakit kepala cluster. Sakit kepala sekunder adalah sakit kepala yang disebabkan oleh penyakit lain pada tubuh, misalnya sinus, masalah hormon, hipertensi, dan trauma.

Dibandingkan jenis-jenis sakit kepala di atas, sakit kepala cluster lebih jarang terjadi. Meski demikian, rasa sakitnya tidak kalah hebat dan terjadi secara mendadak dan berulang.

Baca juga: Jenis-jenis Sakit Kepala yang Harus Dikenali 

Apa itu sakit kepala cluster?

Sakit kepala cluster termasuk salah satu jenis sakit kepala yang cukup menyiksa dan menimbulkan nyeri di sekitar mata. Biasa terjadi pada malam hari, sakit kepala cluster juga menyebabkan penderitanya sulit tidur. Berkurangnya waktu istirahat yang berkualitas dapat memperburuk kondisi penderita.

Sakit kepala cluster ditandai dengan rasa kepala terasa ditusuk-tusuk dan rasa panas, terutama di dekat mata. Selain itu, sakit kepala cluster disertai dengan mata merah, mata berair, dan hidung tersumbat. 

Sakit kepala cluster terbagi menjadi dua jenis, yakni:

Sakit kepala cluster episodik

Sakit kepala cluster episodik bisa terjadi secara teratur antara 1 minggu hingga 1 tahun, yang gejalanya akan menghilang selama sebulan atau lebih.

Sakit kepala cluster kronis

Sakit kepala cluster kronis terjadi selama beberapa bulan bahkan bisa lebih dari setahun. Rasa sakit biasanya menghilang dalam kurun sebentar, kurang dari sebulan.

Secara umum, sakit kepala cluster terjadi secara teratur pada waktu yang sama. Rasa sakitnya cukup singkat, tetapi sering muncul. Biasanya rasa nyeri pada kepala ini berlangsung selama 15 menit hingga 3 jam, lalu menghilang. Akan tetapi, sakit kepala itu bisa muncul hingga 8 kali sehari.

Ketika sedang kambuh, sakit kepala cluster bisa terjadi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan dalam setahun (sekitar 4-12 minggu sekali). Namun, di antara waktu tersebut ada masa remisi. Artinya, rasa sakit pada kepala hilang untuk sementara waktu.

Jika tidak segera diatasi, sakit kepala cluster berisiko menimbulkan komplikasi berupa gangguan kecemasan, depresi, perilaku agresif, tekanan darah tinggi, takikardia, dan aritmia jantung.

Baca juga: Sakit Kepala Akibat Dehidrasi 

Penyebab sakit kepala cluster

Hingga saat ini penyebab sakit kepala cluster belum diketahui secara pasti. Pasalnya, kepala cluster termasuk sakit kepala primer yang disebabkan oleh masalah pada bagian kepala itu sendiri tanpa disebabkan faktor lain.

Gejala sakit kepala cluster biasanya muncul pada malam hari dan disebabkan oleh gangguan saraf otak, tepatnya pada bagian hipotalamus. 

Hipotalamus merupakan bagian dari sistem saraf otak yang bermanfaat untuk mengatur suhu tubuh, tekanan darah, detak jantung, sistem imun, keseimbangan cairan tubuh, serta melepaskan hormon tertentu yang diperlukan tubuh. 

Baca juga: 3 Pilihan Obat Sakit Kepala Anak yang Aman dan Manjur

Siapa yang paling berisiko mengalami sakit kepala cluster?

Menurut penelitian, sakit kepala cluster lebih banyak dialami oleh pria dibandingkan wanita dan dimulai sejak usia 25 tahun. Kondisi ini juga dapat diperparah oleh berbagai faktor.

Salah satu faktor tersebut adalah pola hidup tidak sehat. Sakit kepala cluster lebih mudah dialami oleh orang yang memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol. Selain itu, risiko sakit kepala cluster bisa disebabkan oleh faktor keturunan (genetik).

Jika mengalami sakit kepala secara mendadak dan tak tertahankan yang disertai dengan gejala demam, mual, muntah, mati rasa, kejang, atau sensitif terhadap cahaya dan suara, segera periksakan diri ke dokter demi mendapatkan perawatan.

Baca juga: Kenali Jenis-jenis Migrain agar Mudah Mengatasinya

Cara menangani sakit kepala cluster

Penanganan sakit kepala cluster bergantung pada jenis dan tingkat keparahannya. Pemeriksaan secara menyeluruh termasuk CT scan dan MRI diperlukan sebelum menentukan metode pengobatan yang akan dijalani.

Sejumlah metode pengobatan sakit kepala cluster yang memungkinkan adalah terapi oksigen, injeksi, serta mengonsumsi obat-obatan tertentu. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala sakit kepala cluster adalah:

  • Terapi oksigen, salah satu cara paling aman dengan menghirup oksigen murni selama 15 menit;
  • Sumatriptan, dalam bentuk obat semprot atau injeksi untuk menyempitkan pembuluh darah yang melebar;
  • Dihydroergotamine (DHE), dalam bentuk inhalasi atau injeksi untuk meredakan sakit kepala cluster dengan cepat.

Meski begitu, obat-obatan tersebut hanya digunakan untuk membantu meredakan dan mengatasi gejala sakit kepala yang dialami. Hingga saat ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan sakit kepala cluster.

Baca juga: 5 Essential Oil Ini Ampuh Atasi Sakit Kepala


4 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app