Bahaya Anisakis, Cacing di Makarel Kaleng

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 2 menit
Bahaya Anisakis, Cacing di Makarel Kaleng

Anisakiasis adalah nama infeksi pada tubuh yang disebabkan oleh larva cacing dari genus Anisakis yang baru-baru ini heboh karena kebaradannya di dalam ikan makarel kaleng. Lantas, apa bahaya cacing anisakis ini serta gejala yang ditimbulkannya? simak penjelasan di bawah ini.

Perlu diketahui bahwa tidak hanya ikan makarel, tetapi cumi-cumi, dan beberapa jenis ikan laut lainnya bisa mengandung cacing anisakis. Hal ini bermula ketika telur cacing yang notabene ada di air laut menetas lalu mengeluarkan larva sebelum akhirnya menjadi cacing anisakis dewasa.

Larva cacing anisakis dalam kemasan makarel kaleng, tidak tercantum dalam komposisi.

Bentuk yang dapat menginfeksi (infeksif) adalah larva, bukan cacing dewasa.

Setelah menetas, larva berenang bebas di air laut dan dimakan oleh udang, lalu larva ini menjadi lebih matang di tubuh udang tersebut. Selanjutnya, jika udang-udang tersebut dimakan oleh ikan, cumi, dan sejenisnya, maka larva menginfeksi pemangsa udang tersebut. Manusia dapat terinfeksi ketika menelan larva hidup yang terdapat pada hewan laut yang terinfeksi.

Selanjutnya, apa yang terjadi pada tubuh setelah menelan larva cacing anisakis?

Inilah Tanda dan Gejala Bahaya Infeksi Cacing Anisakis

Dalam beberapa jam setelah konsumsi ikan yang terinfeksi larva anisakis hidup, seseorang akan merasakan sakit perut yang hebat, mual, dan mungkin sampai muntah. Sesekali larva tersebut menyebabkan batuk dan keluar bersama dahak atau percikan.

Jika larva masuk ke usus, maka gejala peradangan usus yang parah dapat terjadi. Gejalanya berupa nyeri perut intermiten atau konstan, 5-7 hari setelah konsumsi ikan atau cumi yang terinfeksi. Gejala lainnya berupa buang air besar berlendir (mencret), berdarah, serta demam ringan.

Kemungkinan komplikasi terburuk pun dapat terjadi, seperti peritonitis atau radang selaput perut dan asites atau membesarnya dinding perut (buncit) akibat penumpukan cairan.

Tidak hanya saluran cerna, larva cacing anisakis juga dapat menjalar ke bagian tubuh lainnya (anisakiasis ektopik) ketika ia berhasil menembus dinding lambung atau usus. Kehadirannya di dalam tubuh tersebut dapat menimbulkan reaksi alergi berupa urtikaria atau biduran yang terasa begitu gatal, asma, serta pembengkakan pada wajah (angioedema).

Kondisi terburuk akibat reaksi alergi adalah syok anafilaksis, dimana tekanan darah menjadi turun begitu rendah. Penderita menjadi tak sadarkan diri, jika terlambat ditangani nyawa pun jadi taruhannya.

Ingat! Gejala dapat terjadi mulai dari satu jam hingga dua minggu setelah konsumsi makanan laut yang mengandung larva cacing. Gejalanya dapat bertahan selama berbulan-bulan, bahkan selama bertahun-tahun (meskipun lebih jarang).

Berbahaya bukan? Meskipun kondisi ini dapat diobati, namun pencegahan tetaplah yang terbaik.

Lantas, bagaimana cara pencegahannya?

Kita tidak akan tertular ketika tidak mengonsumsi larva cacing anisakis baik pada makarel kaleng (yang katanya sudah mati) ataupun jenis makanan laut lainnya. Masalahnya, ukuran larva bervariasi dan terkadang tidak terlihat karena tersembunyi di dalam daging ikan.

Oleh sebab itu, agar kita tidak menjadi sakit akibat larva cacing anisakis, maka lakukan cara pencegahan berikut ini:

  • Selalu memasak makanan laut secukupnya dengan suhu setidaknya 63 ° C.
  • Jika tidak dimasak, misalnya untuk sushi, maka harus dibekukan dengan pilihan sebagai berikut:
    • Pada suhu -20 ° C atau dibawahnya selama 7 hari.
    • Pada suhu -35 ° C sampai beku, dan menyimpannya pada suhu -35 ° C selama 15 jam.
    • Pada suhu -35 ° C sampai beku, dan menyimpannya pada suhu -20 ° C selama 24 jam.

Jadi, apabila larva cacing anisakis di makarel kaleng dan makanan laut lainnya benar-benar mati, maka tidak ada bahaya dalam mengonsumsinya.


4 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Bilska - Zając, Ewa & Różycki, Mirosław & Chmurzyńska, Ewa & Karamon, Jacek & Sroka, Jacek & Kochanowski, Maciej & Kusyk, Paweł & Cencek, Tomasz. (2015). Parasites of Anisakidae Family—Geographical Distribution and Threat to Human Health. Journal of Agricultural Science and Technology A. 5. 10.17265/2161-6256/2015.02A.010. ResearchGate. (https://www.researchgate.net/publication/283444927_Parasites_of_Anisakidae_Family-Geographical_Distribution_and_Threat_to_Human_Health)
Ćirić, Jelena & Baltic, Milan & Bošković, Marija & Kilibarda, Nataša & Dokmanovic, Marija & Markovic, Radmila & Janjić, Jelena & Baltic, Branislav. (2016). Anisakis allergy in human. Trends in Food Science & Technology. 59. 10.1016/j.tifs.2016.11.006. ResearchGate. (https://www.researchgate.net/publication/310784929_Anisakis_allergy_in_human)
CDC - Anisakiasis - Frequently Asked Questions (FAQs). Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (https://www.cdc.gov/parasites/anisakiasis/faqs.html)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app