5 Kandungan Berbahaya dalam Pelumas Organ Intim

Dipublish tanggal: Jun 12, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 2 menit
5 Kandungan Berbahaya dalam Pelumas Organ Intim

Vagina memang seharusnya mengeluarkan cairan pelumas alami saat mengalami rangsangan. Sehingga proses hubungan seksual pun menjadi lebih mudah. 

Sayangnya, ada beberapa keadaan yang menyebabkan vagina sulit atau bahkan tidak mampu mengeluarkan cairan pelumas alami ini. Sehingga ketika hubungan seksual, akan dibutuhkan pelumas tambahan. Inilah pentingnya beberapa jenis seperti pelumas sex.

Ada beberapa jenis pelumas sex berbeda. Namun tentunya, dari sekian banyak jenis sampai merk dari pelumas sex ini, terdapat yang terbaik. Kali ini, kami tidak akan membahas tentang pelumas sex apa yang terbaik. Malah sebaliknya. Kandungan di dalam pelumas sex apa yang dapat berakibat buruk.

1. Gliserin

Gliserin merupakan alkohol gula yang digunakan di dalam pelumas sebagai pengental. Tanpa adanya kandungan ini, maka pelumas akan menjadi terlalu cair sehingga sulit digunakan. Banyak atau sedikitnya kandungan ini di dalam pelumas pun sangat mempengaruhi tingkat kekentalan dan menjadi lebih lengket.

Meskipun memiliki fungsi dan manfaat yang besar, gliserin merupakan agen yang menyerap kelembaban dan kandungan air. Sehingga kandungan gliserin menyebabkan pelumas lebih sulit dibersihkan. Sisa gliserin yang tertinggal ini dapat menyebabkan munculnya koloni jamur candida pada vagina.

2. Petrokimia seperti propilen glikol, polietilen glikol, dan petroleum

Kandungan bahan Petrokimia di dalam pelumas memang terdengar aneh. Fakta menariknya, banyak pelumas sex yang menggunakan bahan Petrokimia seperti propilen glikol, polietilen glikol, dan petroleum di dalamnya. 

Bahkan pelumas atau pelembab biasa saja menggunakan petroleum sebagai salah satu bahan dasar. Seperti petroleum jelly.

Adanya kandungan bahan dari minyak bumi seperti Petrokimia dalam pelumas memberikan rasa atau sensasi hangat. Sebenarnya hal ini tak dibutuhkan karena ketika berhubungan seksual, rangsangan akan memberikan rasa hangat ini.

Bukan hanya tak dibutuhkan, adanya Petrokimia di dalam perangsang yang digunakan untuk daerah vagina memperbesar resiko berbagai penyakit berbahaya. Salah satunya kanker. Kandungan polietilen glikol sendiri dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada jaringan vagina.

3. Pengawet, seperti paraben, benzil alkohol, phenoxyethanol, dan asam sitrat

Adanya bahan pengawet tentu saja tidak asing. Pengawet di dalam pelumas bertujuan untuk membunuh bakteri sehingga produk dapat bertahan lama. 

Sayangnya pengawet sintestis yang digunakan saat ini, seperti paraben, benzil alkohol, phenoxyethanol, dan asam sitrat justru memberikan berbagai efek samping berbahaya.

Paraben memperbesar kemungkinan terjadinya kanker payudara pada wanita. Sedangkan penggunaan bahan lain dapat menyebabkan iritasi kulit, keracunan, kerusakan pada organ reproduksi, melemahnya kekebalan tubuh, sampai dengan mengurangi fungsi sistem saraf pada bayi baru lahir.

Konsentrasi pengawet yang tinggi pada pelumas pun lebih sulit dibersihkan sehingga memperbesar resiko munculnya bakteri dan jamur pada vagina.

4. Benzocaine

Benzocaine merupakan kandungan yang bekerja seperti bius loka. Fungsinya tentu untuk menghilangkan rasa sakit pada saat digunakan. Pelumas dengan kandungan ini biasanya ditargetkan pada penggunaan seks eksperimental.

Bahaya terbesar dari penggunaan pelumas dengan kandungan Benzocaine, pengguna jadi tidak merasakan sakit. Padahal dalam hubungan seksual, rasa sakit merupakan "alarm" bahaya untuk menghentikan aktifitas.

5. Spermasida nonoxynol-9 (N-9)

Penelitian menyebut kandungan Spermasida nonoxynol-9 (N-9) di dalam pelumas dapat menyebabkan terjadinya luka pada vagina atau pun penis. Luka di organ intim ini memperbesar kemungkinan untuk masuknya bakteri pada saat berhubungan intim. 

Sehingga kemungkinan penularan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS pun akan menjadi semakin besar.

Nah, jadi sebaiknya pelumas organ intim yang mengandung bahan tersebut wajib dihindari ya.


Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app