Rahasia Sains dalam Tidur

Dipublish tanggal: Feb 28, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 4 menit
Rahasia Sains dalam Tidur

Manusia menghabiskan seperempat hingga sepertiga masa hidupnya untuk tidur. Para ilmuan menyadari bahwa tidur meerupakan periode aktif pada serangkaian mekanisme yang mempengaruhi kehidupan manusia. 

Banyak rahasia yang tersimpan pada aktivitas ini hingga para ilmuan menghabiskan banyak waktu untuk menelitinya, terutama yang berkaitan dengan kesehatan. Berikut adalah sedikit paparan tentang penemuan oleh para ahli ilmu tidur.

Dua tipe siklus tidur

Diketahui bahwa setiap kali seseorang tidur, otak akan mengalami dua tipe siklus tidur yang berulang yaitu siklus tidur non-REM (Rapid Eye Movement) dan siklus tidur REM.

Ada empat tahap dalam siklus tidur yang pertama, tidur non-REM. Tahap pertama adalah kondisi antara sadar dan mengantuk. Adanya rangsangan dari lingkungan sekitar, seperti suara keras, akan dengan mudah membangunkan kita dari tidur. Tahap kedua adalah tidur “biasa”, yaitu ketika detak jantung, ritme pernafasan, dan suhu tubuh menurun.

 Saat tidur dimalam hari, suhu tubh menurun sebanyak 1 sampai 2 derajat, lebih rendah dari suhu tubuh disiang hari. Tubuh kita kehilangan panas tubuh untuk membantu agargt;dapat tidur dengan nyenyak. 

Semakin dingin suhu tubuh, semakin baik tidur kita. Oleh karena itu, sangat tidak disarankan untuk berolahraga menjelang tidur karena akan meningkatkan panas tubuh dan kesadaran kita.

Ritme pernafasan menjadi lambat dan teratur pada siklus tidur non-REM. Demikian pula dengan detak jantung, aliran darah, dan tekanan darah yang cenderung lebih lemah dan stabil. Tahap ketiga dan keempat adalah tidur “dalam/nyenyak”. 

Pada tahap ini sebagian besar fungsi tubuh melambat. Misalnya pada kerja ginjal yang melanmbat sehingga tidak menghasilkan banyak urin pada saat kita tidur, atau melambatnya saluran cerna sehingga makanan yang dimakan menjelang tidur tidak dapat dicerna dengan baik.

Para ilmuan berargumen bahwa tidur REM adalah tahapan tidur yang paling utama untuk fungsi memori dan belajar. Tetapi penemuan terbaru menunjukkan bahwa siklus tidur non-REM lah yang berperan penting untuk fungsi kognitif tersebut karena pada siklus ini, lebih menenangkan dan menyegarkan bagi otak.

Siklus tidur yang terjadi selanjutnya adalah siklus tidur REM. Memasuki siklus tidur ini, laju pernapasan kembali meningkat. Nafas menjadi lebih pendek dan tidak teratur, begitu juga dengan detak jantung dan tekanan darah. 

Gelombang otak dalam kondisi yang sama pada kondisi sadar. Pada saat ini-lah kita biasanya bermimpi. Aliran darah dan metabolism pada otak meningkat sehingga membatasi pergerakan fisik saat kita tidur dan bermimpi.

Siklus tidur non-REM dan REM kemudian kembali berulang dengan sendirinya. Tetapi pada setiap perulangan siklus, waktu yang dibutuhkan pada siklus non-REM menjadi lebih sedikit. 

Lebih banyak waktu akan dipakai untuk siklus tidur REM. Pada istirahat malam yang normal, biasanya seseorang akan mengalami perulangan siklus sebanyak empat sampai lima kali.

Ritme Sirkadian dan rangsangan tidur

Aktivitas tidur dipengaruhi oleh ritme sirkadian dan rangsangan tidur. Ritme sirkadian, atau dikenal dengan jam biologis, terletak pada otak. Fungsi utamanya adalah merespon terhadap rangsangan cahaya dan memproduksi hormone melatonin. 

Pada saat matahari tenggelam atau rangsangan cahaya berkurang (misalnya lampu yang redup), otak akan merespon dengan meningkatkan produksi hormone melatonin. Hormone melatonin yang meningkat akan menyebabkan rasa kantuk.

Tubuh membutuhkan tidur sama seperti membutuhkan makanan. Namun, perbedaan mencolok antara rasa kantuk dan lapar adalah ketidakmampuan tubuh memaksa kita makan disaat lapar. Berbeda saat kita merasa lelah. 

Kita dapat dengan tidak sengaja memejamkan mata (tidur) saat tubuh kelelahan meski sedang berada dalam rapat atau saat berkendara. Tubuh bahkan sanggup berada dalam episode tidur mikro selama satu atau dua detik meski mata tidak terpejam saat merasa sangat lelah.

Manfaat Tidur

Tidur mempunyai dampak yang signifikan terhadap fungsi otak. Waktu tidur yang cukup, sangat penting untuk kemampuan otak untuk merespon rangsangan. Bila kurang tidur, otak sulit untuk memproses dan mengingat hal-hal yang dipelajari. Para ilmuan berpendapat, fungsi tidur sebagai mekanisme pembuangan “sampah-sampah” dan metabolisme sel otak.

Tidur penting untuk tubuh. Kurang tidur dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit. Gangguan kesehatan seperti depresi, kejang, tekanan darah tinggi, dan migraine dapat semakin parah. Kekebalan tubuh juga menurun sehingga meningkatkan resiko terjangkit penyakit dan infeksi.

Akan tetapi terlalu banyak tidur juga tidak baik untuk kesehatan karena dapat berkaitan dengan masalah kesehatan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, obesitas, depresi, dan sakit kepala. Ketika sakit, kita membutuhkan banyak tidur, tetapi bila kita merasa selalu ingin tidur, ini dapat menjadi pertanda adanya masalah kesehatan.

Kondisi yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur

Beberapa kondisi dapat mengganggu tidur atau mengurangi kualitas tidur antara lain:

  • Henti napas saat tidur (sleep apnea), sebuah gangguan kesehatan yang menyebabkan napas terhenti secara singkat saat tidur
  • Restless legs syndrome, sebuah gangguan pada otak yang menyebabkan rasa tidak nyaman dan keinginan berlebihan untuk menggerakkan kaki pada saat tidur.
  • Bruxism, menggertak-gertakkan gigi saat tidur.
  • Nyeri kronis
  • Dalam masa konsumsi obat tertentu.
  • Narcolepsy, sebuah gangguan pada otak yang mempengaruhi siklus bangun dan tidur tubuh.
  • Delayed sleep phase syndrome, gangguan pada ritme sirkadian, jam biologis tubuh yang membuat kita merasa kekurangan waktu tidur.
  • Idiopathic hypersomnia, rasa kantuk yang berlebihan tanpa sebab yang jelas.

Kebutuhan tidur sesuai jenjang usia

The National Sleep Foundation, menyarankan jumlah jam tidur setiap hari sesuai jenjang usia:

  • Bayi baru lahir (0 – 3 bulan) → 14 – 17 jam (termasuk tidur siang).
  • Bayi usia 4 – 11 bulan → 12 – 15 jam (termasuk tidur siang).
  • Usia 1 – 2 tahun → 11 – 14 jam (termasuk tidur siang).
  • Usia 3 – 5 tahun → 10 – 13 jam (termasuk tidur siang).
  • Anak usia sekolah (6 – 13 tahun) → 9 – 11 jam
  • Remaja (14 – 17 tahun) → 8 – 10 jam
  • Dewasa (18 – 64 tahun) → 7 – 9 jam
  • Lanjut Usia (lebih dari 65 tahun) → 7 – 8 jam.

13 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Vilma A, et al. (2013). Partial sleep restriction activates immune response-related gene expression pathways: experimental and epidemiological studies in humans. DOI: (http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0077184)
Taveras EM, et al. (2014). Chronic sleep curtailment and adiposity. (http://pediatrics.aappublications.org/content/133/6/1013.long)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app