GRACIA BELINDA
Ditulis oleh
GRACIA BELINDA
DR. KARTIKA MAYASARI
Ditinjau oleh
DR. KARTIKA MAYASARI

Disebut Ketindihan, Ini Penyebab dan Cara Mengatasi Sleep Paralysis

Dipublish tanggal: Nov 26, 2020 Update terakhir: Des 7, 2020 Waktu baca: 3 menit
Disebut Ketindihan, Ini Penyebab dan Cara Mengatasi Sleep Paralysis

Ringkasan

Buka

Tutup

  • Sleep paralysis adalah kondisi gangguan tidur di mana orang tersebut merasa tidak dapat menggerakan anggota tubuh dan berbicara;
  • Sleep paralysis dapat terjadi pada siapa saja ketika baru akan tidur, terbangun setelah tertidur sesaat, atau menjelang bangun tidur;
  • Sleep paralysis juga bisa dipicu oleh gangguan tidur lain, misalnya narkolepsi atau sleep apnea;
  • Sleep paralysis bisa terjadi selama beberapa detik atau menit dan bisa hilang dengan sendirinya atau setelah digerakkan oleh orang lain;
  • Untuk mengurangi risiko sleep paralysis, cobalah untuk mengelola stres, berolahraga rutin, dan mengatur jam tidur;
  • Jika merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut, coba konsultasikan dengan dokter, lakukan terapi, yoga, dan latihan pernapasan;
  • Jika sleep paralysis berpangkal dari narkolepsi atau masalah mental lainnya, dokter akan meresepkan obat tertentu seperti fluoxetine yang merupakan antidepresan;
  • Klik untuk membeli suplemen gangguan tidur yang dijual bebas serta obat saraf dan otak lainnya dari rumah Anda melalui HDMall. Gratis ongkir ke seluruh Indonesia dan bisa COD;
  • Gunakan fitur chat untuk berbicara dengan apoteker kami seputar obat dan pemeriksaan kesehatan yang Anda butuhkan.

Badan kaku, sulit bergerak, dan merasa 'ketindihan' saat hendak bangun dari tempat tidur? Meski kondisi itu seringkali dikaitkan dengan hal-hal mistis, dalam istilah medis kondisi Anda disebut dengan sleep paralysis

Apa itu sleep paralysis?

Pengertian sleep paralysis adalah gangguan tidur yang terjadi ketika seseorang baru akan tidur atau saat bangun tidur tetapi merasa tidak dapat menggerakan anggota tubuhnya padahal berada dalam kondisi tersadar. Hal ini termasuk ketidakmampuan untuk bergerak dan berbicara. 

Saat mengalami sleep paralysis atau kelumpuhan tidur, Anda mungkin juga merasakan seolah-olah ada sesuatu yang menekan dan memberatkan tubuh sehingga menimbulkan rasa takut dan panik. Gejala lain yang bisa dirasakan di antaranya:

  • Sakit kepala;
  • Nyeri otot;
  • Keringat berlebih;
  • Sulit bernapas.

Bisa dijelaskan secara singkat bahwa sleep paralysis adalah kondisi hilangnya kemampuan atau fungsi otot untuk sementara waktu, terutama saat baru akan tidur, terbangun setelah tertidur sesaat, atau ketika sudah mau bangun tidur.

Cara bangun dari sleep paralysis biasanya terjadi ketika ada orang lain yang menyentuh atau menggerakan tubuh Anda, terkadang sleep paralysis juga bisa berhenti dengan sendirinya.

Baca juga: 10 Akibat Kurang Tidur yang Merugikan Kesehatan

Penyebab sleep paralysis

Sleep paralysis bisa terjadi pada siapa saja selama beberapa detik atau menit dan merupakan salah satu jenis gangguan tidur yang cukup umum serta tidak berbahaya. Kondisi sleep paralysis juga bisa terjadi bersamaan dengan gangguan tidur lainnya, khususnya narkolepsi.

Pada dasarnya, ada beberapa penyebab sleep paralysis:

  • Memiliki jadwal tidur yang tidak teratur;
  • Menderita gangguan tidur lain, seperti sleep apnea atau narkolepsi;
  • Mengalami stres atau gangguan mental lainnya;
  • Tidur dalam posisi telentang atau menghadap ke atas;
  • Tidak memiliki waktu tidur yang cukup;
  • Suasana tidur yang kurang mendukung;
  • Sedang mengonsumsi obat tertentu seperti obat ADHD;
  • Memiliki riwayat keturunan atau genetik (jarang terjadi).

Baca juga: Cara Mengatasi Stress dengan Menurunkan Hormon Kortisol

Selain penyebab di atas, sleep paralysis lebih rentan dialami oleh orang dengan kondisi tertentu, seperti:

  • Sulit tidur (insomnia)
  • Gangguan tidur narkolepsi
  • Gangguan kecemasan
  • Depresi
  • Gangguan bipolar
  • Gangguan stres pasca-trauma (PTSD)

Bagaimana cara mengatasi sleep paralysis?

Meski sleep paralysis umumnya dapat hilang dengan sendirinya, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan dokter jika mengganggu kualitas tidur. Terlebih, jika kondisi Anda diikuti dengan berbagai gejala berikut:

  • Memiliki masalah gangguan tidur lain; seperti narkolepsi;
  • Gangguan kecemasan;
  • Merasakan kelelahan yang teramat sangat sepanjang hari;
  • Merasa sulit tidur dan membuat Anda tetap terjaga di malam hari.

Narkolepsi adalah gangguan tidur kronis yang menimbulkan rasa kantuk berlebih, terutama di siang hari, yang dapat menyebabkan penderitanya tertidur secara mendadak dan berhalusinasi.

Untuk mengatasi sleep paralysis, Anda bisa menceritakan seluruh pengalaman sleep paralysis yang pernah dialami secara lengkap kepada dokter. Biasanya, dokter akan menanyakan sejumlah pertanyaan terkait pola tidur Anda.

Jika disebabkan oleh narkolepsi, cara mengatasi sleep paralysis adalah dengan mengonsumsi obat-obatan khusus, yaitu obat antidepresan jenis stimulants and selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine (Prozac atau Elizac) yang dapat membantu mengatasi gejala gangguan tidur dan membuat penggunanya tetap terjaga.

Baca juga: Tanda dan Cara Menangani Halusinasi

Apakah sleep paralysis bisa dicegah?

Untuk meminimalkan risiko sleep paralysis, Anda dapat mengikuti beberapa tips berikut:

  • Mengelola stres;
  • Berolahraga secara teratur;
  • Memiliki jadwal tidur secara teratur;
  • Mencoba untuk tidur selama tujuh hingga delapan jam sehari;
  • Memperhatikan asupan nutrisi;
  • Hindari mengonsumsi kafein atau alkohol menjelang tidur.

Sleep paralysis juga diatasi dengan konseling, terapi, yoga, dan latihan pernapasan. Berkonsultasilah dengan profesional seperti psikolog, psikiater, psikoterapis, atau instruktur yoga jika Anda ingin mencoba salah satu metode tersebut. Cara-cara ini dinilai ampuh untuk mengatasi gangguan tidur serta menjaga kesehatan fisik dan mental.

Baca juga: 7 Manfaat Yoga untuk Kesehatan Fisik dan Mental


3 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app