Apa Itu Solusio Plasenta

Dipublish tanggal: Agu 7, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 2 menit
Apa Itu Solusio Plasenta

Abruptio plasenta atau biasa disebut dengan solusio plasenta merupakan komplikasi kehamilan di mana plasenta lepas dari dinding rahim pada bagian dalam sebelum terjadi proses persalinan. 

Ini dapat mengakibatkan pasokan nutrisi dan oksigen pada bayi menurun atau terhambat.

Plasenta memiliki fungsi untuk menyalurkan nutrisi serta oksigen ke bayi, juga membuang limbah sisa metabolisme dari tubuh bayi. 

Solusio plasenta dikategorikan keadaan yang membahayakan. Disamping menghambat pasokan nutrisi dan oksigen, keadaan ini juga bisa mengakibatkan ibu mengalami perdarahan yang hebat. 

Solusio plasenta mengakibatkan cukup banyak kematian pada ibu atau bayi. Solusio plasenta kerap terjadi secara mendadak. 

Lepasnya plasenta ini sering terjadi di trimester ketiga kehamilan atau beberapa minggu mendekati waktu persalinan.

Sebab terjadinya Solusio Plasenta

Sampai sekarang penyebab pasti solusio plasenta belum diketahui. Tetapi ada sejumlah kondisi yang bisa meningkatkan risiko wanita hamil untuk mengalami solusio plasenta, diantaranya:

  • Kehamilan di atas 40 tahun.
  • Merokok atau memakai narkoba ketika hamil.
  • Pernah mengalami solusio plasenta sebelumnya.
  • Menderita preeklamsia atau eklamsia.
  • Ketuban pecah secara dini.
  • Mengalami cedera di perut ketika hamil.
  • Mengandung bayi kembar.

Gejala pada Solusio Plasenta

Perlu diketahui bahwa trimester tiga kehamilan adalah waktu yang riskan untuk terjadinya solusio plasenta. Gejala umum adalah perdarahan saat hamil. 

Walau demikian, tidak berarti semua perdarahan merupakan solusio plasenta. Selain perdarahan, sejumlah gejala lain dari solusio plasenta adalah

  • Nyeri pada perut atau punggung.
  • Kontraksi rahim yang berulang.
  • Rahim atau perut terasa sangat kencang.

Gejala solusio plasenta juga bisa nampak dengan perlahan (kronis). Pada kasus ini, tanda yang nampak berupa: 

  • Perdarahan ringan terjadi sesekali.
  • Sedikit cairan ketuban.
  • Pertumbuhan pada bayi yanglebih lambat dari keadaan normal.

Waktu yang tepat untuk ke dokter

Ibu hamil disarankan melakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala. Hal ini dimaksudkan agar dokter bisa mengetahui perkembangan kehamilan. Selain itu juga mendeteksi keadaan yang tidak normal pada ibu atau janin.

Penanganan pada Solusio Plasenta

Penanganan  solusio plasenta tergantung pada keadaan janin dan ibu hamil, usia kehamilan, serta tingkat keparahan dari solusio plasenta. 

Plasenta yang telah lepas dari dinding rahim tidak dapat ditempelkan lagi. Pengobatan bertujuan guna menyelamatkan nyawa ibu hamil serta janin.

 Jika solusio plasenta terjadi ketika kehamilan belum sampai 34 minggu, maka dokter akan meminta ibu hamil untuk dirawat di rumah sakit supaya keadaannya dapat dipantau secara menyeluruh. 

Jika detak jantung janin normal kemudian perdarahan berhenti, artinya solusio plasenta tidak terlalu parah dan ibu hamil bisa diijinkan untuk pulang.

Dokter kandungan  biasanya akan memberikan suntikan kortikosteroid guna mempercepat tumbuhnya paru-paru pada janin. 

Ini dimaksudkan untuk mengantisipasi jika keadaan lepasnya plasenta memburuk yang menyebabkan persalinan harus segera dilakukan walaupun belum waktunya.

Jika solusio plasenta terjadi pada usia kehamilan sudah lebih dari 34 minggu, maka dokter akan mengupayakan untuk proses persalinan yang sekiranya tidak membahayakan ibu dan bayi. 

Jika solusio plasenta dianggap tidak parah, ibu hamil masih bisa melakukan kelahiran normal. Tetapi jika tidak, dokter kandungan akan mengupayakan untuk operasi caesar

Selama persalinan jika terjadi perdarahan hebat maka akan dibantu dengan transfusi darah.

Pencegahan agar tidak terjadi Solusio Plasenta

Solusio plasenta sejatinya tidak bisa dicegah, namun ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan antara lain:

  • Tidak merokok menggunakan narkoba saat hamil.
  • Rutin melakukan pemeriksaan ketika kehamilan terjadi di usia lebih dari 40 tahun.
  • Mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang. 

13 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Tikkanen, Minna. (2011). Placental abruption: Epidemiology, risk factors and consequences. Acta obstetricia et gynecologica Scandinavica. 90. 140-9. 10.1111/j.1600-0412.2010.01030.x.. ResearchGate. (Accessed via: https://www.researchgate.net/publication/49761460_Placental_abruption_Epidemiology_risk_factors_and_consequences)
Oyelese, Yinka & Ananth, Cande. (2006). Placental Abruption. Obstetrics and gynecology. 108. 1005-16. 10.1097/01.AOG.0000239439.04364.9a.. ResearchGate. (Accessed via: https://www.researchgate.net/publication/6783355_Placental_Abruption)
Placental abruption: Pathophysiology, clinical features, diagnosis, and consequences. UpToDate. (Accessed via: https://www.uptodate.com/contents/placental-abruption-pathophysiology-clinical-features-diagnosis-and-consequences)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app