Waspadai Bahaya Ataksia, Penyakit Langka yang Mengganggu Aktivitas Motorik

Dipublish tanggal: Sep 11, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 3 menit
Waspadai Bahaya Ataksia, Penyakit Langka yang Mengganggu Aktivitas Motorik

Ataxia Friedreich (Spinocerebellar Degeneration) atau ataxia, adalah kondisi atau gejala yang muncul ketika bagian dari sistem saraf di bagian otak kecil (cerebellum) yang mengendalikan gerakan mengalami kerusakan. 

Penderita ataksia mengalami kegagalan dalam mengendalikan otot-otot pada tangan dan kaki mereka, sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan dan koordinasi.

Penderita ataksia akan kehilangan kendali terhadap saraf-saraf motoriknya secara bertahap dan semakin lama kondisi fisiknya akan semakin parah. 

Tanda awal yang mungkin muncul yaitu penderita sering merasa lemas saat berjalan, sering terjatuh, tidak bisa menggapai barang dalam jarak dekat, sulit mengontrol gerakan, menurunnya kemampuan berbicara. 

Satu yang pasti, meskipun kemampuan fisik terganggu, ataksia tidak menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan penderitanya.

Ataksia tergolong penyakit yang sangat jarang diderita. Di Amerika Serikat, sekitar 150.000 orang yang mengalami ataksia. Di Indonesia sendiri, jumlah penderitanya diperkirakan kurang dari 500 orang.

Penyebab Ataksia

Penyakit ataksia friedreich dinamakan seperti penemunya, dokter Nicholaus Friedreich, yang pertama kali melakukan penelitian terkait kondisi ataksia pada tahun 1980.

Ada beberapa faktor penyebab kondisi ataksia. Contohnya adalah akibat dari kelainan genetik yang  menyebabkan gangguan pada perkembangan otak kecil atau saraf tulang belakang saat dalam kandungan. 

Kerusakan pada cerebellum atau otak kecil juga menjadi faktor lain penyebab ataksia.

Gejala Ataksia

Ataksia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu ataksia sensorik (sistem saraf), ataksia serebelaris (otak), dan ataksia vestibularis (telinga). Penggolongan didasarkan atas area yang mengalami gangguan.

Gejala ataksia dapat datang secara tiba-tiba atau mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Secara umum, orang yang mengalami ataksia akan menunjukkan beberapa gejala sebagai berikut:

  • Merasa mudah lelah.
  • Mengalami kesulitan dalam menelan makanan dan sering tersedak ketika minum.
  • Tidak dapat berjalan dengan normal, cenderung terhuyung-huyung, sering tersandung dan jatuh.
  • Kesulitan dalam melakukan gerakan motorik halus, seperti makan, menulis, mengikat tali sepatu atau mengancingkan baju.
  • Berbicara terbata-bata atau gagap.
  • Gerakan bola mata yang tidak wajar dan tidak terkontrol (nistagmus), hal ini menyebabkan penglihatan penderita tampak kabur dan sulit untuk membaca atau melihat.
  • Kesulitan menelan.

Tes Penyakit Ataksia

Pendiagnosaan ataksia dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis termasuk riwayat medis dan melalui pemeriksaan fisik. Tes yang dapat dilakukan meliputi:

  • Elektromiogram (EMG), yakni melalui pengukuran aktivitas sel-sel otot.
  • Tes rangsang saraf, yaitu mengukur kecepatan saraf meneruskan rangsangan.
  • Elektrokardiogram (EKG), melalui studi grafik pola denyut jantung.
  • Ekokardiogram, melalui perekaman posisi dan gerakan otot jantung.
  • Magnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT) scan, melalui studi skema otak dan saraf tulang belakang.
  • Pemeriksaan darah dan urine untuk mengetahui apakah kadar glukosa meningkat.
  • Pemeriksaan genetik untuk mengidentifikasi gen yang terpengaruh.

Pengobatan yang dapat dilakukan

Hingga saat ini belum ditemukan cara yang terbukti efektif untuk mencegah ataksia. Oleh sebab itu, penting bagi kita semua untuk mengetahui apa saja faktor yang bisa memicu timbulnya gejala ataksia sebagai upaya untuk menghindarinya.

Pengobatan ataksia ditentukan oleh jenis ataksia yang dialami dan penyakit yang mendasarinya. Ataksia dapat ditangani dengan pengobatan yang umum dilakukan seperti:

Fisioterapi

Metode ini bertujuan mengembalikan kemampuan tubuh dalam bergerak atau mengambil dan memindahkan objek untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Terapi wicara

Pengobatan model ini dapat dilakukan jika penderita mengalami kesulitan dalam berbicara, menelan, serta aktivitas lain yang mengganggu fungsi mulut.

Terapi okupasi

Terapi ini bertujuan membantu penderita untuk hidup mandiri dan meningkatkan kualitas hidup meski dalam kondisi tidak sehat.

Pemberian obat-obatan

Pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengatasi gangguan yang terjadi pada mata, otot, saraf, dan bagian-bagian lainnya yang mempengaruhi ataksia. 


34 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Ataxia - Northwestern Medicine. Northwestern Medicine. (https://www.nm.org/conditions-and-care-areas/neurosciences/movement-disorders/ataxia)
Ataxia. International Parkinson and Movement Disorder Society. (https://www.movementdisorders.org/MDS/About/Movement-Disorder-Overviews/Ataxia.htm)
Ataxia. National Center for Biotechnology Information. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5567218/)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app