Penyebab Mual Setelah Makan dan Cara Mengatasinya

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Mei 27, 2019 Waktu baca: 2 menit
Penyebab Mual Setelah Makan dan Cara Mengatasinya

Mual merupakan suatu persepsi subjektif pada seseorang yang tidak menyenangkan seperti ingin muntah. Mual merupakan salah satu gangguan pada sistem pencernaan yang menyebabkan ketidaknyamanan. Keluhan mual juga merupakan tanda bahwa ada yang sedang tidak beres pada tubuh.

Pada kesempatan kali ini akan kita bahas beberapa penyebab mual setelah makan dan cara mengatasinya. Kedua hal ini sangat erat kaitannya di mana setelah kita mengidentifikasi penyebab mual maka akan lebih mudah mengatasinya.

Rasa mual seringkali disertai dengan muntah. Selain itu dapat juga disertai dengan gejala lain, seperti produksi air liur berlebihan, pusing dan sakit perut. Mual setelah makan merupakan kejadian yang sering terjadi dan dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Penyebab Mual Setelah Makan

  • Alergi Makanan merupakan penyebab mual setelah makan yang paling umum. Alergi terhadap berbagai zat pada makanan, seperti pengawet dan aditif. Selain menyebabkan mual, alergi makanan juga dapat menyebabkan masalah lainnya, seperti gatal-gatal atau ruam pada kulit.
  • Faktor Psikologis. Mual setelah makan juga dapat terjadi karena faktor psikologis. Misalnya, orang yang menderita stres atau bulimia mungkin merasa mual setelah makan karena faktor psikologis. 
  • Kehamilan. Pada trimester pertama dan terakhir kehamilan, banyak wanit hamil mengalami mual setelah makan. Kombinasi dari perubahan fisik dan peningkatan hormon Human Chorionic Gonadotropic (HCG) berkaitan dengan kondisi ini.
  • Gangguan pencernaan. Ketidaknyamanan di perut dapat menyebabkan gejala yang meliputi kembung, bersendawa dan mual. Penyebab paling umum dari gangguan pencernaan adalah penyakit Gastroesophageal Reflux (GERD), suatu kondisi yang terjadi karena produksi asam lambung yang berlebihan.
  • Flu Lambung.  Kondisi ini juga dikenal sebagai flu perut atau gastroenteritis. Hal ini disebabkan oleh infeksi virus dan dapat menyebabkan demam, menggigil, sakit dan nyeri dan rasa mual setelah makan.

Cara Mengatasi Mual Setelah Makan

Cara mengatasi mual setelah makan tergantung pada penyebabnya. Berikut ini pilihan pengobatan yang dapat mengatasi mual setelah makan:

  • Mual karena alergi dapat dihilangkan dengan mengidentifikasi penyebab alergi dan menghindari konsumsi makanan tertentu. 
  • Mual karena faktor psikologis membutuhkan perhatian seorang terapis perilaku.
  • Mual karena kehamilan tidak dapat dihindari, meskipun dapat dikelola dengan makan makanan kecil dan makan hanya ketika perasaan mual hilang. 
  • Mual karena GERD dapat dikelola dengan makan makanan kecil dan minum obat yang ditargetkan untuk mengobati GERD. 
  • Modifikasi makanan rendah lemak, rendah serat, sedikit tapi sering
  • Memakan makanan yang lebih lunak.
  • Menggunakan pengobatan herbal seperti kayu manis, jahe, dan peppermint.

Selain cara-cara di atas, beberapa metode lain yang dapat dicoba untuk meredakan rasa mual setelah makan di antaranya: 

  • Makan makanan yang sehat.
  • Menghindari makanan pedas dan berminyak.
  • Menghindari situasi stres.
  • Menghindari naik kendaraan tepat setelah makan.
  • Menghindari tempat yang padat, sumpek, dan panas setelah makan.

Apabila mual setelah makan terus berlangsung dan tak kunjung sembuh, sebaiknya periksakan diri Anda ke dokter. Oleh karena itu, kondisi mual setelah makan yang berlangsung selama lebih dari seminggu harus diperiksa secara medis.


22 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Nausea and vomiting during pregnancy. (n.d.)
Nausea and vomiting. (2012, February) (http://www.cancer.gov/publications/patient-education/nausea.pdf)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app