Luka Mesti Ditutup atau Dibiarkan Terbuka

Hal ini membuat Anda berpikir seakan-akan semua luka harus ditutup. Sayangnya, menutup luka yang seharusnya dibuka malah bisa menyebabkan lebih banyak bahaya daripada menjadi lebih baik.
Dipublish tanggal: Jul 19, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 3 menit
Luka Mesti Ditutup atau Dibiarkan Terbuka

Ketika terjadi luka, pertahan tubuh alami kita akan menuju luka dan melawan bakter, bahkan spesies yang memang ada tinggal di permukaan kulit kita, yang bergerak bebas di tubuh kita. 

Mikroba yang tidak berbahaya di luar tubuh bisa bersifat mengancam jiwa ketika masuk ke dalam tubuh.

Hal ini hanya akan masuk akal bahwa kita ingin menutup luka sayatan (yang disebut dengan luka goresan) agar mempercepat kesembuhan dan mencegah infeksi. Namun, masih terdapat kontroversi mengenai apakah luka perlu ditutup atau tidak. 

Kapan dan mengapa kita memilih untuk menutup luka, dan metode apa yang harus kita gunakan?

Luka sayatan mungkin akan tertutup dengan perban, jahitan, band-aid atau superglue medis seperti Derma-Bond atau bahkan “Super-Glue” industrial (produk resep yang mentoleransi kebasahan).

Setelah melakukan pertolongan pertama, yaitu menghentikan pendarahan, menghilangkan kotoran, mencuci kotoran dari luka (yang disebut dengan “irigasi”), dan mengaplikasikan antiseptik, Anda harus membuat keputusan.

Apa yang Anda coba dapatkan dengan menutup luka? Tujuan Anda merupakan hal yang sederhana.

 Anda menutup luka untuk memperbaiki kerusakan pada pertahanan tubuh Anda, untuk mengeliminasi “daerah yang mati” (kantung udara/ cairan di bawah kulit yang dapat menyebabkan infeksi), dan untuk mempercepat kesembuhan. 

Meskipun terdapat sedikit pertimbangan dalam saat-saat normal, dan luka diperkirakan juga memiliki bekas luka yang lebih sedikit.

Hal ini membuat Anda berpikir seakan-akan semua luka harus ditutup. Sayangnya, menutup luka yang seharusnya dibuka malah bisa menyebabkan lebih banyak bahaya daripada menjadi lebih baik. 

Ambil kasus seorang wanita muda yang terluka beberapa tahun lalu karena terjatuh dari “zipline”. Ia dibawa ke ruang gawat darurat lokal, yang membuatnya harus dijahit sebanyak 22 kali untuk menutup luka yang lebar. 

Sayangnya, luka tersebut memiliki bakteri yang berbahaya di permukaan lukanya, yang berujung menyebabkan infeksi yang serius yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Ia akhirnya perlu diamputasi (termasuk tangannya).

Kita belajar hal penting di sini: Keputusan untuk menutup luka tidak seterserah kita tetapi memerlukan beberapa pertimbangan. Pertimbangan yang penting di sini adalah apakah Anda mengalami luka yang bersih atau luka yang kotor.

Kebanyakan luka yang Anda alami dalam kondisi alami akan bersifat kotor. Jika Anda mencoba untuk menutup luka yang kotor, seperti luka tembakan, Anda akan menutup luka bersamaan dengan bakteri, sedikit kain, dan memasukkan kotoran ke tubuh Anda. 

Dalam waktu yang singkat, luka akan menunjukkan tanda infeksi. Luka yang terinfeksi akan berwarna merah, bengkak, dan terasa panas. Pada kasus yang ekstrim, dapat terbentuk nanah, dan nanah tersebut akan terakumulasi di dalam. 

Infeksi dapat menyebar melalui pembulih darah, yaitu sebuah kondisi yang disebut “septicemia”, dan akan bersifat membahayakan jiwa.

Akan menjadi sulit untuk melawan rasa ingin menutup luka. Namun, dengan meninggalkan luka tetap terbuka akan membuat Anda bisa membersihkan bagian dalam luka secara sering dan Anda bisa melihat proses penyembuhannya. 

Selain itu, dengan membiarkan luka terbuka akan membuat cairan yang menyebabkan inflamasi akan keluar dari tubuh. Luka memang tidak cantik, tetapi melakukan demikian adalah cara yang paling aman untuk semua kasus. 

Dan, jika Anda berada pada situasi bertahan hidup, material jahitan yang diberikan pada Anda tidak akan diganti. Merupakan hal yang penting untuk mengetahui kapan penutupan luka diperlukan dan kapan tidak.

Pertimbangan lain ketika menentukan apakah kita harus menutup atau tidak menutup luka adalah dengan melihat apakah luka tersebut tidak parah (goresan yang lurus pada kulit) atau apakah luka tersebut bersifat avulsi (daerah kulit yang sobek atau menggantung). 

Jika ujung kulit sangat berjauhan yang menyebabkan kesulitan untuk dijahit bersamaan tanpa tekanan, luka sebaiknya dibiarkan terbuka.

Terdapat alasan lain kenapa luka sebaiknya dibiarkan terbuka jika telah terbuka selama 6 hingga 8 jam. Kenapa? Karena bahkan di udara terdapat bakteri, dan terdapat kemungkinan yang besar bahwa luka telah dihinggapi bakteri pada saat itu.

Misalkan Anda memang yakin luka Anda bersih. Luka Anda maksimal hanya boleh 8 jam umurnya. Berikut adalah beberapa faktor yang menyarankan luka harus ditutup:

  • Luka yang panjang atau dalam
  • Luka terletak di atas sendi. Hal ini akan mempersulit penyembuhan karena luka akan terus sobek akibat pergerakan.
  • Gap luka terbuka, tetapi cukup renggang yang menyebabkan perlu ditutup tanpa tekanan yang besar pada kulit.

16 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Wound and Pressure Ulcer Management. Johns Hopkins Medicine. (https://www.hopkinsmedicine.org/gec/series/wound_care.html)
Basic Wound Care. University Health Services - University of Wisconsin–Madison. (https://www.uhs.wisc.edu/medical/wound-care/)
Basic principles of wound management. UpToDate. (https://www.uptodate.com/contents/basic-principles-of-wound-management)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app