7 Akibat Menghirup Kabut Asap yang Penting Diketahui

Dipublish tanggal: Jun 15, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 2 menit
7 Akibat Menghirup Kabut Asap yang Penting Diketahui

Salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah kabut asap. Munculnya kabut asap menandakan tingkat polusi udara yang semakin tinggi. Sumber utama penyebab munculnya kabut asap adalah asap kendaraan bermotor dan industri. 

Namun, bencana kabut asap juga bisa disebabkan karena pembakaran lahan, seperti yang terjadi di sumatera. Pada saat musim kemarau, membakar lahan akan sangat berbahaya karena api akan mudah menyebar, sehingga dapat menimbulkan bencana kabut asap.

Kabut asap dihasilkan oleh kombinasi beberapa gas dan partikel yang bereaksi dengan sinar matahari. Kandungan gas pada kabut asap antara lain karbon dioksida, karbon monoksida, nitrogen oksida, sulfur oksida, senyawa organik votil dan ozon. Sedangkan partikel yang terkandung dalam kabut asap antara lain, debu, pasir, dan serbuk sari.

Kabut asap merupakan jenis polusi yang mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh. Tentu saja jika dihirup secara terus menerus akan menimbulkan masalah bagi kesehatan tubuh. Beberapa efek yang ditimbulkan dari menghirup kabut asap antara lain:

Sulit untuk bernapas dan terjadi kerusakan paru-paru

Kandungan asap yang terlalu tinggi di udara akan membuat Anda sulit bernapas. Selain itu, risiko kerusakan paru-paru juga semakin besar. Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang yang beraktivitas di luar ruangan. 

Penelitian menunjukkan bahwa menghirup kabut asap dalam waktu yang lama akan meningkatkan risiko infeksi pada paru-paru, penyakit paru-paru obstruktif kronis, dan kanker paru-paru.

Iritasi tenggorokan

Menghirup kabut asap secara terus menerus akan menyebabkan batuk bahkan iritasi tenggorokan. Efek ini akan mudah hilang dengan sendirinya. Namun, tetap memiliki efek bagi saluran pernapasan.

Memperburuk gejala penyakit pernapasan

Penyakit yang menyerang saluran pernapasan, seperti asma dan PPOK berisiko akan semakin parah, jika terus menerus menghirup kabut asap. Selain itu, menghirup kabut asap akan berisiko memperparah penyakit paru-paru. Zat-zat yang terkandung pada kabut asap mempunyai sifat iritatif dan dapat menyebabkan paru-paru meradang.

Berdampak pada kinerja jantung

Partikel-partikel yang terkandung pada kabut asap berisiko masuk ke aliran darah manusia dan menyebabkan gangguan pada jantung. Partikel kabut asap yang berukuran kurang dari 10 mikrometer akan mudah masuk ke aliran darah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin parah efek yang terjadi.

Partikel-partikel pada kabut asap juga dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan penumpukan plak pada pembuluh darah. Partikel-partikel kabut asap yang berukuran kecil akan masuk ke aliran darah sehingga menyebabkan penumpukan di pembuluh darah. Hal inilah yang menyebabkan peradangan pada jantung.

Iritasi mata

Kabut asap mengandung zat yang bersifat iritatif, sehingga dapat menyebabkan iritasi pada mata. Selain itu, partikel pada kabut asap yang sangat kecil juga dapat masuk ke mata dan menyebabkan iritasi. Sediakanlah obat tetes mata dan bila perlu gunakanlah kacamata saat beraktivitas di luar ruangan.

Meningkatkan risiko kanker paru-paru

Kandungan zat pada kabut asap ternyata juga bersifat karsinogen. Sehingga jika dihirup dalam waktu yang lama akan berisiko menyebabkan kanker paru-paru.

Merusak kulit

Kabut asap juga dapat merusak kulit dengan menyebabkan iritasi pada kulit. Akibatnya akan muncul jerawat, kanker kulit, penuaan dini pada kulit, dan memperburuk gejala eksim.

Kabut asap mengandung partikel dan zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Oleh karena itu, sebaiknya Anda membatasi diri untuk melakukan aktivitas di luar ruangan saat terjadi kabut asap. Sebagai perlindungan, gunakanlah masker untuk menutup mulut dan hidung. Selain itu, gunakanlah kacamata untuk mencegah terjadinya iritasi mata.


12 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app