Benarkah Vagina Bisa Melar Jika Sering Berhubungan Seks?

Dipublish tanggal: Mei 20, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 2 menit
Benarkah Vagina Bisa Melar Jika Sering Berhubungan Seks?

Terdapat banyak mitos yang berkembang di masyarakat terkait organ dalam wanita. Mulai dari darah yang keluar ketika berhubungan seks pertama kali bagi perawan hingga vagina yang melonggar jika sering berhubungan seks. 

Kepercayaan ini sudah ada sejak zaman dulu. Namun, benarkah mitos ini? Tentunya kita harus mencari penjelasan secara medisnya terlebih dahulu sebelum percaya.

Penjelasan medis

Vagina sebenarnya merupakan salah satu organ tubuh wanita yang kuat dan dapat menyesuaikan diri sesuai kebutuhan. Sehingga Anda sebenarnya tidak perlu khawatir terkait vagina melar akibat aktivitas seksual. 

Pemahaman terkait vagina melar sebenarnya berangkat dari pemahaman yang kurang tepat terkait organ kewanitaan. Orang dahulu mempercayai bahwa vagina itu awalnya sangat ketat. Tapi, ketika wanita sudah berkali-kali melakukan aktivitas seksual, maka vagina akan memelar akibat penetrasi seks.

Yang sebenarnya adalah kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana cara kerja vagina untuk memahami bahwa vagina adalah organ yang sangat lentur. Ketika wanita terangsang akibat aktivitas seksual, maka vagina akan mengalami peregangan dengan sendirinya.

Meregangnya vagina ini akan membuka jalan untuk penis. Meregangnya vagina hanya terjadi sementara sehingga vagina akan kencang kembali setelah aktivitas seksual.

Diameter bukaan vagina umumnya berukuran tiga cm. Namun, karena jaringan otot vagina dapat melentur ketika meregang, sehingga ukuran vagina dapat melebar hingga tiga kalinya. 

Tidak hanya lebarnya saja, namun kedalaman vagina yang umumnya berukuran 7 hingga 8 cm dapat memanjang hingga 10 sampai 11 cm. 

Setelah ukurannya berubah, vagina dapat kembali ke ukuran aslinya seperti semula.

Hal ini dikarenakan jaringan otot pada vagina sangatlah lentur seperti halnya rahim yang lentur. Vagina memang sudah dirancang sedemikian baiknya oleh sang Pencipta untuk fungsi reproduksi tanpa menyebabkan kerusakan pada jaringan.

Namun, adakah yang bisa menyebabkan vagina melar?

Meski vagina sudah terjamin tidak akan melar hanya karena aktivitas seksual yang sering dilakukan, namun ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan vagina melar. Faktor ini bisa disebabkan oleh proses lahiran normal maupun menopause.

Melahirkan normal dapat menyebabkan vagina mengendur dikarenakan vagina dipaksa dalam waktu cukup lama untuk terus meregang ketika mengeluarkan bayi dari Rahim. Ini dikarenakan jalur melahirkan bayi normal melewati leher Rahim hingga keluar lewat bukaan vagina. 

Sehingga otot-otot jaringan vagina akan bekerja membuka jalan yang cukup lebar sebagai jalan keluarnya bayi. Karena proses melahirkan bisa memakan waktu cukup lama, akibatnya leher Rahim dan vagina harus dipaksa meregang dalam waktu lama. 

Namun, umumnya vagina dapat merapat kembali setelah melahirkan. Hanya saja ini membutuhkan cukup waktu hingga vagina dapat merapat.

Faktor kedua adalah menopause atau penuaan. Ketika menopause, kadar hormon estrogen dalam tubuh wanita akan menurun dan tidak optimal seperti dulu. Akibatnya, berbagai jaringan sel dan otot di sekitar vagina akan melemah dan tidak dapat beregenerasi dengan cepat seperti saat muda. 

Penurunan kadar hormon juga menyebabkan labia, leher Rahim dan vagina tidak lentur seperti dulu. Inilah yang menyebabkan Anda akan merasa bahwa vagina mengendur.

Bagaimana dengan bentuk vagina, apakah bisa berubah?

Apabila Anda melakukan seks dengan aman dan bijak, aktivitas seksual ini tidak akan berpengaruh terhadap bentuk vagina sama sekali. Hal ini diungkapkan oleh pakar reproduksi dan kandungan, dr. Mary Jane Minkin dari Yale Medical School.  

Aktivitas seksual sesering apapun tidak berdampak pada bentuk organ kewanitaan. Vagina justru akan mengalami masalah serius apabila terkena penyakit kelamin akibat aktivitas seksual tidak aman.


11 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app