Virus TORCH Saat Kehamilan, Apa Bahayanya Bagi Ibu Hamil dan Bayi?

Dipublish tanggal: Jul 26, 2019 Update terakhir: Jan 4, 2022 Waktu baca: 6 menit
Virus TORCH Saat Kehamilan, Apa Bahayanya Bagi Ibu Hamil dan Bayi?

Ringkasan

Buka

Tutup

  • Wanita hamil rentan mengalami infeksi virus. Salah satunya adalah virus TORCH yang dapat menyebabkan gangguan serius pada masa kehamilan;
  • Penyebab virus TORCH yang berisiko bagi kesehatan ibu hamil maupun bayi dapat berupa virus toksoplasma, HIV, sifilis, varicella zoster (VZV), dan fifth disease;
  • Penyakit cacar jerman (Rubella), Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes Simplex Virus (HSV) juga bisa saja menjadi penyebab TORCH pada masa kehamilan;
  • Lakukan vaksinasi dan pemeriksaan TORCH melalui tes darah di awal kehamilan untuk mencegah dan mendeteksi risiko penularan;
  • Klik untuk membeli vitamin kehamilan dan produk ibu dan anak hanya di HDMall. *Gratis ongkos kirim ke seluruh Indonesia dan bisa COD;
  • Pesan paket prenatal atau paket pemeriksaan TORCH dengan harga bersahabat dan dokter berpengalaman secara online hanya melalui HDMall;
  • Gunakan fitur chat untuk berkonsultasi dengan apoteker kami seputar obat dan pemeriksaan kesehatan yang Anda butuhkan.

Kehamilan adalah hal yang paling membahagiakan bagi setiap wanita yang sedang menanti kehadiran anak. Namun, di luar rasa bahagia tersebut, ibu hamil juga perlu memperhatikan kondisi kesehatan. Salah satu bahaya penyakit yang perlu dicegah dalam masa kehamilan adalah virus TORCH. Apakah Anda sudah pernah mendengar mengenai virus TORCH? Berikut ini rangkuman informasi yang Honestdocs siapkan mengenai virus TORCH. 

Apa itu virus TORCH?

Virus TORCH terdiri dari beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan gangguan serius pada masa kehamilan, yaitu:

  • Toksoplasma
  • Other agents (virus lain): HIV, sifilis, varicella zoster (VZV), dan fifth disease
  • Rubella
  • Cytomegalovirus (CMV)
  • Herpes Simplex Virus (HSV)

5 jenis penyakit infeksi tersebut dapat menyerang ibu hamil apabila terkena kontak dengan virus atau bakteri yang menjadi penyebab penyakit TORCH, lalu virus TORCH menular ke bayi melalui aliran darah dan plasenta. Hal ini pun cukup membahayakan bagi kondisi kesehatan ibu hamil maupun bayi dalam kandungan, di antaranya dapat menyebabkan bayi lahir prematur, terjadi kecacatan pada bayi, hingga mengalami masalah perkembangan otak pada bayi.

Karena bayi masih dalam proses perkembangan, maka sistem kekebalan tubuhnya masih belum sepenuhnya terbentuk dengan baik sehingga akan sulit melawan virus TORCH yang masuk. Jika hal ini terjadi, organ tubuh pada bayi akan semakin sulit berkembang. Tetapi kekuatan dan daya tahan tubuh bayi akan berpengaruh dalam menghadapi virus TORCH tersebut.

Baca juga: Berat Badan Bayi Lahir Rendah, Apa Penyebabnya?

Penyebab virus TORCH terjadi pada ibu hamil

1. Toksoplasma

Salah satu penyebab TORCH pada ibu hamil adalah virus toksoplasma. Efek virus toksoplasma pada bayi meliputi kerusakan otak, peradangan pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan, keterlambatan kemampuan motorik dan perkembangan lainnya, kejang, serta menumpuknya banyak cairan pada otak (hidrosefalus). Gejala toxoplasma ringan yang dapat muncul di antaranya flu, mudah lelah, dan demam, tetapi diagnosa toksoplasma cukup sulit terdeteksi.

Untuk mengurangi risiko terkena toxoplasma, ibu hamil disarankan untuk tidak mengonsumsi daging yang tidak matang atau telur mentah, menjauh dari kotoran kucing, hindari serangga termasuk lalat yang berada di tempat sampah maupun kotoran hewan.

2. Virus lain: HIV, sifilis, varicella zoster (VZV), dan fifth disease

Virus lain seperti HIV, sifilis, varicella zoster (VZV), dan fifth disease juga memiliki dampak pada kondisi kesehatan bayi dan ibu hamil.

  • HIV

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab AIDS. Infeksi yang terjadi selama kehamilan dapat menjadi masalah serius, karena ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan pada bayi saat proses kehamilan, melahirkan, maupun saat menyusui. Virus HIV mungkin bisa tidak ditemukan ketika lahir, tetapi beberapa waktu kemudian bahkan hingga bayi berusia 6 bulan setelah lahir, tanda bayi terinfeksi HIV bisa saja baru muncul.

Gejala yang muncul pada bayi yang menderita HIV biasanya berupa pertumbuhan yang lambat, pneumonia, atau pembengkakan kelenjar getah bening dan perut. Jika ibu hamil mengidap HIV atau berencana hamil, obat anti-retroviral dapat membantu menurunkan kemungkinan penularan virus HIV pada bayi.

Baca juga: Periksa Diri dan Waspada HIV Sejak Dini

  • Sifilis

Risiko wanita hamil yang menderita penyakit menular seksual (PMS) dapat menularkan sekitar 75 persen pada bayi jika tidak melakukan pengobatan. Sifilis atau penyakit raja singa dapat disebabkan oleh bakteri yang muncul akibat seringnya bergonta ganti pasangan sehingga menimbulkan masalah serius dalam proses perkembangan bayi. Sebagian besar bayi yang menderita sifilis tidak dapat bertahan lama bahkan mengalami kematian sebelum lahir.

Beberapa masalah serius yang mungkin terjadi pada bayi yang telah lahir dengan kondisi memiliki penyakit menular seksual seperti sifilis adalah mengalami cacat tulang, anemia, meningitis, ruam kulit, hingga masalah saraf yang dapat menyebabkan buta dan tuli. Jika Anda berencana hamil, ada baiknya untuk melakukan tes sifilis karena jika Anda menderita sifilis, maka dapat diatasi melalui pemberian antibiotik.

  • Varicella zoster (VZV)

Virus varicella zoster adalah virus penyebab cacar air yang dapat menyebabkan penyakit bawaan pada bayi dan dapat menyebabkan bayi yang lahir mengalami cacat lahir, tetapi virus varicella zoster hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk menular pada bayi. Untuk mencegah cacar air terjadi pada saat kehamilan, jika Anda belum pernah mengalami cacar air dan belum pernah divaksinasi, Anda harus melakukan vaksinasi setidaknya sebulan sebelum merencanakan kehamilan.

  • Penyakit kelima (Fifth disease)

Penyakit kelima (Fifth disease) yang termasuk dalam penyakit TORCH disebabkan oleh parvovirus B19 memang perlu diperhatikan tetapi hal ini jarang terjadi pada masa kehamilan karena sebagian besar ibu hamil kebal terhadap virus sehingga kemungkinan bayi mengalami penyakit kelima juga rendah. Tetapi ketika bayi mengalami penyakit kelima, maka ada kemungkinan bayi mengalami anemia.

Hingga saat ini belum ada vaksin atau obat yang dapat mencegah penyakit kelima (Erythema Infectiosum), untuk mencegahnya, penting bagi ibu hamil untuk sering mencuci tangan dengan sabun dan air bersih, serta menghindari orang yang sedang sakit.

3. Rubella

Rubella atau yang dikenal dengan istilah campak Jerman adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Gejala rubella antara lain mengalami demam ringan, sakit tenggorokan, dan ruam pada kulit. Jika Anda hamil dan menderita rubella pada trimester awal kehamilan, ada kemungkinan terjadinya penularan pada bayi. 

Penyakit campak Jerman (Rubella) yang termasuk dalam golongan penyakit TORCH dapat menyebabkan kondisi serius, seperti keguguran atau cacat lahir pada bayi. 3 bulan pertama kehamilan dengan kondisi ibu hamil menderita rubella akan menimbulkan permasalahan yang cukup berat dalam perkembangan bayi sehingga Anda harus segera berkonsultasi dengan dokter agar dapat tertangani dengan baik. Untuk mencegahnya, dapat dilakukan pemberian vaksin MMR (vaksin Mumps (gondongan), Measles (campak), dan Rubella).

Baca juga: Inilah Perbedaan Vaksin MR dan Vaksin MMR yang Perlu Anda Ketahui

4. Cytomegalovirus (CMV)

Cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang termasuk dalam golongan virus herpes. Hingga saat ini belum ada obat untuk mengatasi Cytomegalovirus (CMV) tetapi biasanya penyakit ini akan sembuh dengan cepat. Tetapi hal ini berbeda ketika terjadi pada masa kehamilan karena dapat dimungkinkan terjadinya penularan pada bayi yang masih dalam kandungan dan infeksi virus CMV adalah virus yang cukup banyak terjadi pada bayi. 

Bayi yang lahir dengan penyakit Cytomegalovirus (CMV) bawaan dapat mengalami gangguan jangka panjang seperti gangguan pendengaran dan penglihatan, penyakit kuning, bayi lahir kecil, masalah paru-paru, kejang, lemah otot, hingga mengalami kondisi cacat mental.

5. Herpes Simplex Virus (HSV)

Sama seperti Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus (HSV) adalah infeksi penyakit TORCH yang dimiliki seumur hidup, tetapi bisa saja infeksi menjadi tidak aktif dalam jangka waktu tertentu. Ada dua jenis herpes, HSV-1 (penyebab lepuh di sekitar mulut, tetapi juga dapat ditularkan pada alat kelamin) dan HSV-2 (penyebab herpes genital, menyebabkan lecet atau luka terbuka pada alat kelamin atau anus).

Penularan virus Herpes dari ibu hamil ke bayi dapat terjadi akibat beberapa cara, yaitu penularan virus ketika bayi berada di rahim (jarang terjadi), ibu hamil mengalami wabah genital ketika melahirkan (sering terjadi), atau tertular herpes saat bayi baru lahir. Jika ibu hamil terkena herpes di akhir kehamilan, kemungkinan penularan pada bayi dapat semakin besar.

Pemeriksaan TORCH pada ibu hamil

Selain menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan, pemeriksaan selama proses kehamilan juga penting dilakukan untuk mencegah berbagai penyakit yang mungkin menyerang ibu hamil. Selain rutin memeriksakan diri ke dokter kandungan, salah satu pemeriksaan lain yang dapat dilakukan ibu hamil adalah pemeriksaan TORCH.

Pemeriksaan TORCH bertujuan untuk mendeteksi sedini mungkin infeksi pada ibu hamil untuk mencegah penularan penyakit pada bayi selama kehamilan. Dalam proses pemeriksaan, pengambilan sampel darah dapat menimbulkan risiko seperti kemerahan pada lokasi pengambilan darah, timbul rasa nyeri, infeksi, ataupun lebam. Tetapi umumnya, pemeriksaan TORCH tidak memiliki risiko pada bayi.

Pemeriksaan TORCH akan berfokus pada pengambilan sampel darah dan pendeteksian antibodi. Darah biasanya diambil melalui pembuluh vena pada lengan, lalu dilakukan pengecekan antibodi yang spesifik terhadap mikroba penyebab penyakit TORCH. Antibodi yang dicek dalam pemeriksaan TORCH adalah imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM).

Baca juga: Pemeriksaan TORCH pada Ibu Hamil


13 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app