Diagnosis Asma, Inilah yang Akan Dilakukan Dokter

Dipublish tanggal: Sep 10, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 3 menit

Bagaimana cara dokter mengetahui pasiennya mengalami asma atau tidak? Untuk mengetahui hal tersebut, dokter harus melakukan diagnosis asma pada pasien. 

Tapi, sebelum diagnosis dilakukan, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti apakah pasien tersebut mengalami gejala sesak napas, nyeri pada dada, sulit berbicara hingga kondisi bibir atau kuku berubah warna menjadi kebiruan.

Dokter melakukan tanya jawab dengan pasien

Jika jawaban dari pasien positif, maka dokter akan kembali mengajukan pertanyaan mengenai kapan waktu gejala tersebut muncul. Apakah ketika malam hari, siang hari atau pada waktu tertentu yang belum dapat diprediksi. 

Selain menanyakan hal tersebut, dokter juga biasanya menanyakan apakah ada dari anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit asma yang sama dengan pasien.

Apabila semua jawaban mengarah pada penyakit asma, maka kemudian bisa dilanjut dengan pengecekkan fisik serta pengujian di laboratorium. Pengujian di laboratorium ini dilakukan karena untuk mengidentifikasi penyakit asma yang ada pada diri pasien. 

Diagnosis Asma dengan spirometri

Pengujian yang tidak pernah dilewatkan ialah spirometri

Dalam uji spirometri, pasien akan diberikan perintah oleh dokter untuk menarik napas secara dalam-dalam kemudian menghembuskannya kembali secara cepat ke spirometer (alat pengukur fungsi paru).

Tujuan pengujian ini tidak lain untuk mengetahui fungsi paru-paru dengan menghitung jumlah sekali napas yang dapat dihirup dan dihembuskan oleh pasien. 

Diagnosis Asma dengan arus ekspirasi puncak

Pengujian berikutnya untuk mendiagnosis asma ialah dengan melakukan pengujian Arus Ekspirasi Puncak. 

Dalam pengujian tersebut akan dilakukan dengan dengan suatu alat pengukur yang bernama Peak Flow Meter (PFM) , dengan adanya PFM maka dokter bisa langsung menghitung kecepatan udara dari paru-paru pasien dalam satu kali bernapas, tujuannya adalah untuk menghasilkan data Arus Ekspirasi Puncak atau istilah lainnya bernama Peak Expiratory Flow Rate (PEFR).

PFM juga direkomendasikan oleh Dokter bagi pasien untuk gunakan di Rumah, dengan adanya alat ini diharapkan dapat memperkirakan waktu terjadinya asma pada pasien. 

Selain itu, Dokter biasanya juga akan menyarankan kepada Pasien untuk membuat catatan harian mengenai data PEFR. 

Apabila gejala asma pada pasien sering kambuh ketika sedang melakukan aktivitas seperti bekerja, maka kemungkinan penyebab kambuhnya asma tersebut akibat pekerjaan. 

Bisa jadi, di tempat pasien bekerja ada sesuatu yang memicu kambuhnya penyakit asma. 

Dari kondisi ini, Dokter akan kembali menyarankan kepada pasien untuk melakukan uji PEFR dengan menggunakan PFM di tempat pasien bekerja atau di luar daripada itu. 

Nantinya dari data PEFR yang sudah ada, Dokter dapat menginformasikan apakah pasien mengidap asma akibat berada di lingkungan pekerjaan atau tidak.

Diagnosis Asma dengan cara lain

Selain menggunakan spirometri dan alat PFM, ada beberapa cara lain yang dokter lakukan untuk mendiagnosis asma pada Pasien. Cara-cara tersebut diantaranya.

  • Rontgen Rontgen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengambil gambar pada organ dalam tubuh manusia. Dengan rontgen maka dokter dapat melakukan pemeriksaan pada paru-paru, untuk mendiagnosis penyakit asma pada pasien.
  • CT Scan (Computerized Tomography Scan) CT Scan merupakan alat yang berfungsi untuk menampilkan bagian tubuh tertentu pada pasien dengan memakai sinar-X khusus. 
  • Perbedaan dengan Rontgen, CT scan memiliki gambar yang lebih detail. Cara ini bisa digunakan Dokter untuk menginvestigasi gejala sesak napas pada pasien.

Apabila pasien terdiagnosa terkena asma akibat pengaruh lingkungan kerja, pasien bisa menginformasikannya kepada Perusahaan, utamanya bisa disampaikan pada divisi kesehatan kerja. 

Sebab, menjadi suatu kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi para karyawannya. 

Jika perusahaan tempat Pasien bekerja tidak memberikan jaminan kesehatan, hal tersebut bisa menjadi satu pertimbangan bagi pasien untuk mencari pekerjaan yang baru.


13 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Updated information on leukotriene inhibitors: Montelukast (marketed as Singulair), zafirlukast (marketed as Accolate), and zileuton (marketed as Zyflo and Zyflo CR). U.S. Food and Drug Administration. http://www.fda.gov/Drugs/DrugSafety/PostmarketDrugSafetyInformationforPatientsandProviders/DrugSafetyInformationforHeathcareProfessionals/ucm165489.htm.
Asthma. Natural Medicines Comprehensive Database. http://www.naturaldatabase.com.
Ferri FF. Asthma. In: Ferri's Clinical Advisor 2015: 5 Books in 1. Philadelphia, Pa.: Mosby Elsevier; 2015. https://www.clinicalkey.com.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app