Ternyata Memakai Pantyliner Setiap Hari Tidak Baik Lho!

Dipublish tanggal: Jun 21, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 2 menit
Ternyata Memakai Pantyliner Setiap Hari Tidak Baik Lho!

Produk yang tersedia di pasaran untuk wanita sangat beragam dan memiliki fungsinya masing-masing. Salah satu produk untuk area kewanitaan yang banyak dipilih wanita adalah pantyliner. Pantyliner sebenarnya ditujukan untuk digunakan wanita ketika menjelang maupun akhir dari periode bulanannya. Hal ini dikarenakan pada masa ini telah keluar bercak kecokelatan atau bahkan bercak darah yang tentunya sangat mengganggu jika keluar di pakaian dalam. Sementara jika menggunakan pembalut juga dirasa terlalu berlebihan.

Namun, banyak wanita yang kemudian memilih menggunakan pantyliner setiap hari karena beberapa alasan. Seperti untuk mencegah cairan kewanitaan yang dirasanya cukup mengganggu jika mengenai pakaian dalam. Wanita yang aktif dan sering beraktivitas di luar umumnya memilih menggunakan pantyliner untuk mengatasi hal ini. Hanya saja, ternyata penggunaan pantyliner yang terlalu sering tidak baik loh. Apa saja alasannya?

Pantyliner akan menghambat sirkulasi udara pada Miss V

Masalah pertama yang dapat timbul dari penggunaan pantyliner adalah menghambat sirkulasi udara pada Miss V anda. Meski pantyliner bisa menjadi solusi sementara bagi anda yang sering mengalami keputihan ketika beraktivitas di luar, namun ternyata pantyliner justru membuat area kewanitaan menjadi semakin lembab. Masalah keputihan atau keluarnya cairan pada vagina sebenarnya adalah hal wajar yang dialami wanita karena merupakan siklus dari periode bulanannya. Namun banyak wanita merasa terganggu dan malas membawa pakaian dalam pengganti sehingga memilih menggunakan pantyliner.

Pantyliner dibuat dari bahan yang justru dapat menghambat aliran udara ke dalam area kewanitaan. Ketika aliran udara terhambat, maka area kewanitaan justru menjadi semakin lembab. Apalagi ditambah dengan adanya keputihan pada pantyliner menyebabkan bakteri semakin berkembang biak dengan subur. Akibatnya bakteri pada area kewanitaan dapat menyebabkan iritasi serta tumbuhnya jamur.

Menyebabkan tumbuhnya jamur dan alergi

Banyak wanita yang merasa sudah melakukan hal yang benar dengan menggunakan pantyliner ketimbang hanya pakaian dalam untuk mengatasi kelembaban akibat keputihan. Mereka cenderung memakai pantyliner untuk waktu yang lama bahkan seharian tanpa menggantinya. Padahal pantyliner yang tidak diganti dalam waktu yang lama menjadi tempat terbaik untuk tumbuhnya jamur. Hal ini dikarenakan tidak terjadi sirkulasi udara yang baik ke dalam area kewanitaan akibat terhalang oleh bahan pantyliner.

Diungkap oleh Dr. Jessica Sheperd, yang merupakan dokter spesialis kandungan bahwa pantyliner disarankan untuk diganti setiap 4 jam sekali. Jika pantyliner terus digunakan melebihi 4 jam, maka dapat menyebabkan iritasi dan infeksi pada vagina.

Bahan Pewangi pada pantyliner

Umumnya bahan pantyliner yang ditawarkan di pasaran terbuat dari bahan yang tidak ramah di kulit akibatnya berisiko membuat kulit menjadi mudah iritasi. Selain itu, pantyliner juga biasanya sudah dicampur dengan banyak bahan kimia serta parfum untuk membuatnya wangi. Padahal parfum pada pantyliner sangat tidak disarankan meski dimaksudkan untuk membuat area kewanitaan menjadi wangi. Hal ini dikarenakan parfum pada pantyliner justru dapat menyebabkan alergi pada kulit. Alergi ini dapat membuat kulit area selangkangan menjadi gatal.

Terpapar Bahan Kimia

Banyak produk untuk area kewanitaan seperti pantyliner dan pembalut yang memiliki kemampuan untuk menyerap cairan dengan cepat. Inovasi satu ini tentunya yang paling dicari oleh wanita karena sangat membantu untuk mencegah cairan keluar dan membuat area kewanitaan menjadi tidak lembab.

Padahal ternyata inovasi ini berbahaya karena artinya semakin banyak bahan kimia yang terdapat dalam pantyliner. Belum lagi proses pembuatan umumnya menggunakan bleaching atau pemutihan sehingga membuatnya tidak aman digunakan.


7 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Wiwanitkit V. (2009). Sanitary pad dermatitis. Indian journal of dermatology, 54(4), 391–392. https://doi.org/10.4103/0019-5154.57626. National Center for Biotechnology Information. (Accessed via: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2807726/)
Menstrual cups vs. pads and tampons: How do they compare?. Medical News Today. (Accessed via: https://www.medicalnewstoday.com/articles/325790)
Tampons vs. Pads: Is One Better Than the Other?. Healthline. (Accessed via: https://www.healthline.com/health/tampons-vs-pads)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app