HONESTDOCS EDITORIAL TEAM
Ditulis oleh
HONESTDOCS EDITORIAL TEAM
DR. SCIENTIA INUKIRANA
Ditinjau oleh
DR. SCIENTIA INUKIRANA

Antibiotika: Informasi Manfaat dan Cara Kerja

Dipublish tanggal: Mar 11, 2019 Update terakhir: Okt 26, 2020 Tinjau pada Mar 22, 2019 Waktu baca: 5 menit

Di masa sekarang mayoritas dari kita pasti pernah menggunakan obat antibiotika. Mungkin kita menggunakannya karena menderita pilek, panas, radang tenggorokan, infeksi saluran cerna, infeksi saluran kencing, ataupun selama perawatan luka. 

Pertanyaan yang muncul adalah apakah antibiotika selalu diperlukan? Bagaimanakah dan kapan seharusnya antibiotika digunakan? Apakah efeknya bila kita menggunakan antibiotika ketika sebenarnya tidak diperlukan?

Kapankah Antibiotika Diperlukan?

Antibiotika digunakan untuk mengatasi penyakit akibat bakteri

Tidak semua penyakit infeksi membutuhkan penanganan dengan antibiotika. Antibiotika merupakan golongan obat yang dibuat untuk membunuh bakteri (bakteriosidal) atau menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).

Dengan demikian, penyakit-penyakit yang disebabkan oleh organisme lain seperti virus, jamur dan parasit secara prinsip tidak memerlukan penanganan dengan antibiotika. Sebagai contoh, pilek (common cold) disebabkan oleh virus. 

Ketika kita mengalami gejala seperti hidung meler, hidung buntu, nyeri tenggorokan dan nyeri otot, kita tidak membutuhkan antibiotika untuk sembuh. Pada orang yang sehat, infeksi ini akan sembuh dengan sendirinya, di mana sistem imunitas tubuh kita akan melawan virus tersebut. 

Penanganan yang tepat

Penanganan yang tepat adalah terapi suportif dan sesuai gejala. Bila infeksi tersebut menimbulkan panas yang tinggi, maka dapat dipertimbangkan pemberian obat penurun panas seperti paracetamol. 

Selain itu, asupan makan yang seimbang, asupan cairan yang cukup serta istirahat yang cukup turut membantu penyembuhan dari penyakit ini. Sebaliknya, antibiotika tidak mendatangkan manfaat apapun. 

Tentu ada pula kasus di mana imunitas tubuh tidak optimal sehingga infeksi virus ini kemudian mempermudah terjadinya infeksi oleh bakteri (infeksi sekunder) yang memerlukan terapi antibiotika, tetapi hal ini umumnya terjadi pada mereka yang memiliki kekebalan tubuh rendah dan bila infeksi virus berlangsung lebih dari 7 hari.

Mengobati luka yang mengekspos jaringan bawah kulit 

Bagaimana dengan pemberian antibiotika pada perawatan luka? Secara prinsip, tubuh kita memiliki kemampuan untuk memperbaiki jaringan kulit dan bawah kulit yang rusak ketika terjadi perlukaan. 

Untuk membantu proses penyembuhan luka ini, kita berusaha mendukung suasana penyembuhan luka yang optimal, dengan memastikan luka tersebut bersih, melakukan perawatan luka dan merapikan tepi luka, menjahit luka dan sebagainya, termasuk mencegah luka terinfeksi. 

Pada kulit kita terdapat bakteri yang merupakan flora normal pada kulit atau bisa kita istilahkan sebagai kuman baik, yang dalam keadaan kulit intak (utuh) tidak menimbulkan infeksi. 

Ketika terjadi luka, jaringan bawah kulit terekspos sehingga kuman baik ini bisa berpindah ke jaringan bawah kulit dan menimbulkan keluhan yang ditandai luka bernanah ataupun basah dan sulit untuk sembuh. Pertanyaannya adalah apakah semua perlukaan memerlukan penanganan dengan antibiotika? Tentu tidak. 

Perlukaan superfisial yang hanya pada permukaan (abrasi) seperti luka lecet, gores, babras secara umum tidak memerlukan antibiotika. 

Dengan menjaga kebersihan luka melalui pencucian dan pemberian antiseptik, luka ini dapat sembuh dengan sendirinya. 

Luka lebih dalam yang mengekspos jaringan bawah kulit, bahkan bila tidak ada nanah, dapat dipertimbangkan penggunaan antibiotika, baik untuk mencegah maupun mengobati infeksi pada jaringan luka.

Tidak semua infeksi saluran cerna membutuhkan antibiotika

Tidak semua infeksi saluran cerna membutuhkan antibiotika, tergantung jenis kuman yang menyebabkan keluhannya. Sebaliknya, pemberian antibiotika dapat membunuh pula flora normal (kuman baik) dalam usus kita dan mengubah peta populasi kuman dalam usus sehingga dapat menimbulkan keluhan seperti diare (mencret) berkepanjangan. 

Mengobati infeksi saluran kencing

Infeksi saluran kencing umumnya memang disebabkan oleh bakteri sehingga pada umumnya ditangani menggunakan antibiotika. Meskipun demikian, pada infeksi saluran kencing yang berulang perlu dipertimbangkan ada faktor resiko yang menyebabkan infeksi berulang tersebut seperti kelainan anatomi organ saluran kencing, faktor kebersihan, penggunaan selang kateter saluran kemih, adanya batu saluran kencing dan lain sebagainya.

Bagaimana Cara Penggunaan Antibiotika yang Benar?

Antibiotika merupakan obat yang diperoleh setelah mendapatkan resep dari dokter. Sangatlah tidak bijak menggunakan antibiotika tanpa berkonsultasi sebelumnya dengan dokter. 

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, tidak semua penyakit memerlukan penanganan dengan antibiotika. Adapun bila antibiotika diperlukan, jenis, jumlah dan lama pemberian antibiotika berbeda-beda tergantung jenis bakteri penyebab, pasien yang akan menerimanya dan juga jenis antibiotika yang digunakan.

Konsultasi dengan dokter

Karenanya konsultasi dengan dokter sangatlah diperlukan dan wajib hukumnya. Dokter sendiri meresepkan antibiotika sesuai berbagai guideline penanganan penyakit dan idealnya melalui pemeriksaan kultur (darah, urin, jaringan luka, dll) dan sensitivitas terhadap antibiotika untuk menentukan antibiotika yang tepat.

Penting pula untuk selalu mengkonsumsi antibiotika yang diresepkan sesuai anjuran dokter yaitu sesuai dosis, kekerapan dan lama pemberian yang ditentukan. 

Konsumsi antibiotika sesuai dosis

Mengkonsumsi antibiotika tidak sesuai dosis dapat tidak bermanfaat bila kurang dan dapat menimbulkan efek samping bila berlebihan. Konsumsi antibiotika yang tidak teratur juga umumnya menyebabkan berkurangnya efektivitas dari obat tersebut. 

Adapun bila antibiotika tidak dikonsumsi sesuai dengan lama pemberian yang dianjurkan, sangat mungkin terjadi bahwa pengobatan tidak tuntas dan kuman tidak benar-benar mati serta dapat menimbulkan resiko terjadinya kekebalan terhadap antibiotika.

Kekebalan terhadap Antibiotika

Penyebab

Salah satu penyebab terjadinya kekebalan (resistensi) terhadap antibiotika adalah penggunaan antibiotika yang tidak sesuai peruntukannya seperti pada kasus common cold dan infeksi virus lainnya. Lebih lanjut, penggunaan jenis antibiotik yang berspektrum luas serta konsumsi antibiotika yang tidak sesuai anjuran dosis, kekerapan dan lama pemberian dapat menyebabkan terjadinya kekebalan terhadap antibiotika. 

Akibat

Faktor-faktor ini dapat merangsang terjadinya mutasi pada bakteri penyebab penyakit sebagai upaya untuk bertahan hidup dan berkembang biak. 

Mutasi dan perubahan struktur bakteri

Mutasi ini kemudian menyebabkan terjadinya perubahan struktur pada bakteri tersebut, misalnya dengan mengubah struktur yang biasanya merupakan target antibiotika ataupun dengan menghasilkan enzim yang menyebabkan tidak berfungsinya antibiotika tersebut. 

Mutasi ini akan diwariskan pada saat bakteri berkembang biak sehingga pada suatu saat muncul strain atau varian bakteri tersebut yang kebal terhadap pengobatan dengan antibiotika tertentu.

Bakteri yang memiliki kekebalan terhadap beberapa antibiotika disebut sebagai multidrug resistant (MDR), bakteri yang memiliki kekebalan terhadap banyak antibiotika disebut extensively drug resistant (XDR) dan ada pula istilah total drug resistant (TDR). 

MDR, XDR dan TDR terkadang disebut pula sebagai superbugs. Sangatlah sulit untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang memiliki kekebalan terhadap antibiotika, terutama bila terjadi kekebalan terhadap banyak jenis antibiotika. 

Sulit tertanganinya sumber infeksi

Hal ini menyebabkan sulit tertanganinya sumber infeksi dan memudahkan terjadinya penyebaran infeksi tersebut dalam tubuh sehingga memunculkan gambaran penyakit yang berat serta dapat pula mengancam nyawa.

 


24 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi obat, bukan anjuran medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter atau apoteker mengenai informasi akurat seputar obat.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app