Sepsis Neonatorum pada Bayi Baru Lahir, Berbahayakah?

Dipublish tanggal: Des 2, 2021 Update terakhir: Jan 17, 2022 Waktu baca: 3 menit
Sepsis Neonatorum pada Bayi Baru Lahir, Berbahayakah?

Ringkasan

Buka

Tutup

  • Sepsis atau infeksi darah yang terjadi pada bayi baru lahir akibat infeksi bakteri ataupun virus dikenal dengan istilah sepsis neonatorum;
  • Risiko terjadinya sepsis neonatorum pada bayi dapat meningkat akibat faktor bayi lahir prematur hingga infeksi cairan ketuban pada ibu;
  • Beberapa gejala sepsis neonatorum pada bayi: muntah, diare, lemas, perut bengkak, kejang, tidak mau menyusu, hingga sesak napas;
  • Cara menangani sepsis pada bayi bisa berbeda. Jika disebabkan oleh infeksi bakteri, maka obat antibiotik secara intravena (IV) dapat diberikan;
  • Pesan paket prenatal secara online dengan harga bersahabat dan dokter berpengalaman di klinik kesehatan terdekat hanya melalui HDmall.

Infeksi bakteri ataupun virus dapat terjadi pada siapa saja, tak terkecuali pada bayi baru lahir. Pada kondisi normal, fungsi sistem imun akan berperan untuk melawan infeksi, akan tetapi hal ini bisa jadi berbahaya ketika respon tubuh justru merusak organ atau jaringan tubuh dan menyebabkan sepsis. Sepsis atau infeksi darah yang terjadi pada bayi baru lahir dikenal dengan istilah sepsis neonatorum.

Apa itu sepsis?

Sepsis adalah suatu kondisi yang terjadi akibat respons kekebalan tubuh bersifat agresif dan tak terkendali terhadap adanya infeksi. Sepsis dapat berkembang ketika zat kimia yang dilepaskan sistem imun tubuh untuk melawan infeksi justru masuk ke dalam darah. Bayi baru lahir yang mengalami sepsis bisa memicu peradangan (pembengkakan) pada tubuh dan bisa menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi organ. 

Umumnya, sepsis neonatorum disebabkan oleh infeksi bakteri, tetapi dapat juga terjadi akibat infeksi virus ataupun jamur. Pada kondisi berat, sepsis neonatorum bisa menyebabkan syok sepsis, risiko cacat, hingga kematian pada bayi.

Risiko terjadinya sepsis neonatorum pada bayi juga dapat meningkat akibat faktor berikut:

  • Bayi lahir prematur (kurang dari 37 minggu waktu kehamilan)
  • Air ketuban pecah lebih awal (lebih dari 18 jam sebelum persalinan)
  • Berat badan bayi lahir rendah
  • Ibu mengalami infeksi cairan ketuban (chorioamnionitis)
  • Bayi menjalani perawatan jangka panjang di rumah sakit

Baca juga: Berat Badan Bayi Lahir Rendah, Apa Penyebabnya?

Gejala sepsis pada bayi 

Beberapa gejala sepsis neonatorum pada bayi yang perlu diperhatikan, antara lain:

  • Suhu tubuh rendah (di bawah 36 derajat celcius)
  • Demam (di atas 38,5 derajat celcius)
  • Muntah
  • Diare berulang
  • Lemas dan kurang aktif
  • Bayi tampak kuning
  • Perut bengkak
  • Detak jantung lebih cepat atau lambat
  • Kejang
  • Kulit pucat atau membiru
  • Sesak napas
  • Kadar gula darah rendah
  • Tidak mau menyusu

2 Jenis infeksi sepsis neonatorum  

1. Infeksi saat persalinan (early onset)

Berdasarkan waktu terjadinya infeksi, sepsis neonatorum yang terjadi saat persalinan bisa disebabkan oleh infeksi bakteri E.coli, Group B Streptococcus (GBS), Listeria, dan Staphylococcus. Selain bakteri, virus juga dapat menjadi penyebab sepsis pada bayi, yakni virus herpes simpleks (herpes simplex virus/HSV). Infeksi sepsis neonatorum saat persalinan dapat terjadi dalam waktu singkat, yakni 6-72 jam setelah kelahiran.

2. Infeksi setelah persalinan (late onset)

Untuk jenis infeksi sepsis neonatorum setelah persalinan umumnya bisa terjadi dalam waktu 4-90 hari setelah bayi lahir. Penyebab sepsis setelah persalinan biasanya disebabkan oleh infeksi jamur seperti jamur Candida maupun bakteri jenis Staphylococcus aureus, Klebsiella, atau Pseudomonas.

Tak hanya menyebabkan infeksi pada aliran darah, tetapi sepsis bisa juga menyebabkan gangguan sirkulasi darah, keracunan darah, pelebaran pembuluh darah, hipotermia, hingga penurunan tekanan darah. 

Sepsis neonatorum juga dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi lain, di antaranya pneumonia pada paru-paru, meningitis pada otak, osteomielitis pada tulang, atau infeksi di bagian tubuh lainnya.

Baca juga: Gangguan Paru-Paru pada Bayi Prematur

Bagaimana cara menangani sepsis pada bayi?

Penanganan sepsis neonatorum pada bayi harus dilakukan dengan cepat agar tidak menimbulkan efek komplikasi. Tak jarang bayi yang mengalami sepsis membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit dan masuk ke ruang NICU.

Pemeriksaan sepsis neonatorum pada bayi dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium serta pengambilan kultur darah dan sampel urine untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi. 

Beberapa tes pemeriksaan sepsis, antara lain:

  • Hitung darah lengkap (complete blood count)
  • Protein C-reaktif atau C-Reactive Protein (CRP)
  • Pengambilan cairan saraf tulang belakang dan otak (Lumbar Puncture)

Cara menangani sepsis pada bayi mungkin berbeda dan tergantung dari penyebab infeksi itu sendiri. Jika disebabkan oleh virus HSV, maka bayi akan diberikan obat antivirus acyclovir. Sedangkan jika terinfeksi bakteri, maka obat antibiotik yang diberikan secara intravena (IV) dapat menjadi pilihan pengobatan.

Jika tidak adanya pertumbuhan kuman pada pemeriksaan kultur darah atau cairan otak, maka pemberian obat antibiotik pada bayi yang terkena sepsis neonatorum mungkin akan diberikan selama 7-10 hari. Sedangkan jika terdapat bakteri, maka antibiotik bisa diberikan selama 3 minggu.

Sebagai bentuk pencegahan dan untuk mengetahui diagnosis awal apabila terdapat risiko sepsis neonatorum, maka setiap ibu hamil disarankan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. 

Selain itu, persiapan persalinan yang terjaga bersih dan steril juga menjadi kunci penting mencegah terjadinya infeksi sepsis pada bayi baru lahir. Terlebih karena sepsis neonatorum termasuk kondisi serius yang berisiko menjadi penyebab utama kematian pada bayi.


5 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app