Penyebab dan Cara Atasi Sembelit pada Bayi

Dipublish tanggal: Agu 8, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Waktu baca: 3 menit
Penyebab dan Cara Atasi Sembelit pada Bayi

Kesulitan buang air besar (BAB) pada bayi umumnya adalah hal yang wajar terjadi, namun jika kondisi tersebut dibiarkan berlarut-larut maka tentu tidak bisa dianggap sepele karena dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan bayi. Untuk itu, sebagai orang tua hendaknya mengetahui apa yang biasanya menjadi penyebab sembelit pada bayi agar bisa mengatasi hal tersebut dengan tepat.

Biasanya jika bayi tidak BAB selama tiga hari atau terlihat siklus BAB menjadi tidak teratur, maka sebaiknya orang tua segera mengambil tindakan penanganan awal. Begitu pun ketika melihat adanya kemungkinan tanda-tanda lain seperti melihat tinja yang keras serta sulit dikeluarkan oleh bayi.

Apalagi jika bayi telah mengalami sembelit atau konstipasi lebih dari 2 minggu dengan gejala seperti muntah, demam, penurunan berat badan, darah pada tinja, maupun adanya benjolan di anus, maka bayi harus segera diperiksa ke dokter untuk mencegah komplikasi lanjutan yang berbahaya bagi kesehatan bayi.

Penyebab susah BAB (sembelit) pada bayi

Agar bisa mengetahui cara yang tepat untuk mengatasi susah BAB pada bayi, maka sebagai orang tua harus mengetahui penyebab yang bisa mengakibatkan susah BAB pada bayi. Beberapa penyebab sembelit yang paling umum terjadi pada bayi, antara lain:

1. Baru pertama kali diberikan makanan padat

Susah BAB pada bayi umumnya dikarenakan bayi baru saja mulai mencoba makanan padatnya dan sedang dalam masa transisi dari yang biasanya hanya mengonsumsi cairan (ASI) menjadi makanan padat. Maka sistem pencernaan bayi terutama organ lambung yang sebelumnya terbiasa dengan makanan lunak belum terbiasa dengan makanan padat.

Selain itu, perhatikan pula faktor penambah risiko sembelit pada bayi yakni pemilihan jenis makanan padat yang kurang serat. Coba tambahkan brokoli, buah pear, apel tanpa kulit, serta peach dalam menu makanan bayi.

2. Bayi mengalami kekurangan cairan

Jika bayi mengalami kekurangan cairan, maka bayi akan kesulitan untuk BAB. Kekurangan cairan dalam tubuh juga akan menyebabkan munculnya masalah lain seperti pertumbuhan gigi susu atau sariawan. Jika kondisi tersebut terjadi maka bayi akan cenderung malas minum atau mengonsumsi apapun sehingga dapat menyebabkan dehidrasi, misalnya pilek, infeksi telinga, ataupun infeksi tenggorokan.

Baca juga: Kebutuhan Minum Air Putih Sesuai Usia

3. Akibat mengonsumsi susu formula tertentu

Kandungan nutrisi pada susu formula cenderung berbeda dengan kandungan alami dari ASI sehingga dapat mengakibatkan tinja bayi cenderung lebih keras sehingga bayi keseulitan untuk buang air besar dan mengalami sembelit. Selain itu, kondisi susah buang air besar juga mungkin dapat disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi.

4. Memiliki kondisi medis tertentu

Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi kondisi saluran pencernaan bayi dan bisa menyebabkan susah BAB. Pada bayi berusia di bawah 6 bulan, penyebab susah BAB bisa disebabkan adanya kelainan pada organ saluran cerna sejak lahir, alergi terhadap susu sapi, hiperkalsemia, hipotiroid, Hirschprung atau kelainan pada sumsum tulang belakang.

Cara atasi sembelit pada bayi

Untuk mengatasi susah BAB atau sembelit pada bayi harus dibedakan berdasarkan kelompok usianya, berikut ini penanganan awalnya: 

Pada bayi usia kurang dari 6 bulan:

1. Mengganti susu formula

Jika bayi akan diberikan susu formula atau ingin mengganti jenis susunya, maka sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Bisa jadi hanya karena takaran pada susu yang menjadi penyebab bayi mengalami konstipasi (sembelit). 

2. Menggunakan pelunak tinja

Cara lain untuk atasi sembelit pada bayi adalah dengan menggunakan pelunak tinja yang dapat digunakan sebanyak 3 kali sehari sesuai kebutuhan dan penggunaannya sudah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter.

Pada bayi usia 6 bulan hingga 2 tahun:

1. Membiasakan anak untuk duduk di toilet

Cara ini bisa dilakukan selama 3-5 menit setelah makan. Walaupun tidak sedang ingin BAB, cobalah biasakan anak untuk duduk di toilet. Hal ini akan membuat kebiasaan sehat untuk anak sehingga dapat buang air besar secara teratur.

2. Mengonsumsi makanan kaya serat

Mengonsumsi sayur dan buah yang kaya serat tentu bisa membantu memperlancar BAB sehingga mengurangi risiko sembelit pada bayi. Selain buah-buahan, bisa juga dengan memberikan roti gandum. Jangan biasakan anak untuk makanan sarapan sereal siap saji setiap pagi karena hal ini justru akan membuat anak susah BAB.

3. Pembatasan susu sapi

Jangan berikan anak susu sapi lebih dari 500 ml ketika usia anak masih di bawah 2 tahun karena pada dasarnya anak usia 1-2 tahun masih disarankan untuk minum ASI. Hindari juga pemberian minuman manis sebelum waktu makan karena tidak baik bagi kesehatan saluran cerna.

Baca juga: Tanda Anak Alergi Susu Sapi

Jika kondisi susah BAB (sembelit) berlangsung lama, maka sebagai penanganan awal Anda bisa memberikan obat laksatif berupa obat pencahar atau pelunak tinja. Namun pemberian obat tersebut haruslah sesuai dengan anjuran dari dokter. Tetapi jika sudah diberikan obat masih belum berhasil, maka segera periksakan anak ke rumah sakit agar diberi penanganan yang lebih baik dan intensif.


7 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Philichi L, et al. (2010). Primary care: constipation and encopresis treatment strategies and reasons to refer [Abstract]. DOI: (https://doi.org/10.1097/SGA.0b013e3181f35020)
Hoecker J. (2017). What are the signs of infant constipation? And what’s the best way to treat it? (https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/infant-and-toddler-health/expert-answers/infant-constipation/faq-20058519)
Constipation in infants and children. MedlinePlus. (https://medlineplus.gov/ency/article/003125.htm)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app