Faktor Penyebab Rematik dan Cara Mencegahnya

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 7 menit
Faktor Penyebab Rematik dan Cara Mencegahnya

Apa itu rematik? Rematik adalah penyakit autoimun yang menyebabkan sendi mengalami peradangan. Penyakit ini membuat sistem kekebalan tubuh menyerang membran pelindung sendi, terutama sendi tangan dan kaki. Untuk mengetahui bagaimana hal ini terjadi, maka kita perlu tahu penyebab rematik dan faktor resikonya.

Penting untuk diketahui! Gejala rematik tidak hanya menimbulkan kekakuan pada sendi, namun juga masalah rasa sakit, kemerahan, dan bengkak. Pasalnnya, tulang (termasuk tulang rawan juga) bisa rusak karenanya.

Tidak berhenti sampai disitu, penderita rematik juga acap kali mengalami gangguan pada organ paru-paru, jantung, serta matanya. Ketahui lebih lanjut: Ciri-ciri dan Gejala Awal Rematik (Remathoid Arthritis)

Menurut pihak American College of Rheumatology, sekitar 1,3 juta penduduk Amerika menderita rematik, dan 75% dari itu adalah wanita. Di Indonesia sendiri pada tahun 2014, prevalensi nyeri rematik mencapai 25,6% hingga 35,8%, angka ini memberi tahu kita bahwa nyeri akibat rematik sudah sangat mengganggu masyarakat kita.

Penyebab Rematik dan Faktor Resikonya

Sayangnya, kebanyakan dokter masih belum tahu pasti apa sebenarnya penyebab rematik. Akan tetapi, ada sejumlah faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan seseorang untuk terkena penyakit ini. Waspadai faktor penyebab munculnya rematik berikut ini:

  1. Usia, rematik biasanya menyerang mereka yang usianya 40-60 tahun.
  2. Genetik.
  3. Jenis kelamin, wanita lebih rawan kena rematik dibanding pria.
  4. Luka berat.
  5. Hormon.
  6. Kebiasaan merokok.
  7. Polutan atau paparan zat berbahaya.
  8. Berat badan.
  9. Infeksi virus atau bakteri.

Dari semua faktor risiko tadi, 3 yang teratas yaitu usia, genetik, serta jenis kelamin tidak bisa dicegah. Untuk lebih jelasnya, mari kita tilik lebih detil beberapa dari faktor penyebab rematik di atas.

Genetik

Risiko seseorang terkena rematik cenderung lebih besar bila ada anggota keluarganya yang juga menderita penyakit serupa. Seseorang yang memiliki HLA (Human Leucocyte Antigen) dalam tubuhnya memiliki risiko 5 kali lebih besar terkena rematik ketimbang yang tidak.

Tapi, mereka yang sel tubuhnya mengandung HLA belum tentu pasti terkena rematik karena antigen ini hanya meningkatkan risikonya saja. Selain HLA, ada pula gen lain yang diduga memiliki kaitan erat dengan rematik, yaitu:

  • PTPN22 – para ahli menduga gen ini berperan dalam pengembangan rematik.
  • STAT4 – gen inilah yang menangani pengaktifan dan regulasi sistem imun.
  • TRAF1 dan C5 – pakar mengasosiasikan gen ini dengan radang kronis.

Menurut NIH (National Institute of Health), butuh lebih dari 1 gen untuk menentukan apakah seseorang bakal terkena rematik atau tidak. Gen yang dimaksud juga turut menentukan apakah rematiknya parah atau tidak.

Infeksi

Selain gen tertentu, para ahli juga menduga kalau bakteri atau virus bisa menyebabkan radang sendi yang berkembang menjadi rematik. Dari hasil penelitian, mereka mendeteksi adanya bakteri di membran sinovial yang melapisi sendi.

Hasil studi oleh Universitas John Hopkins yang dipublikasikan bulan Desember 2016 lalu dalam jurnal Science Translational Medicine, menyebutkan kalau bakteri yang biasanya menyebabkan radang kronis pada gusi dapat memicu rematik juga.

Alasannya, infeksi bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans tersebut dapat meningkatkan produksi protein penyebab rematik. Akan tetapi bakteri ini bukanlah satu-satunya penyebab rematik karena sebagian mulut partisipan studi tidak memuat bakteri ini.

Oleh karenanya, virus kemudian dianggap turut memicu munculnya rematik. Menurut Cleveland Clinic, penderita rematik pada umumnya memiliki kadar antibodi penangkal virus Epstein-Barr (penyebab mononukleosis/ demam kelenjar) yang lebih tinggi ketimbang orang lain.

Namun lagi-lagi, virus Epstein-Barr (EPV) ini bukanlah satu-satunya tersangka penyebab rematik. Ada pula jenis virus lain seperti retrovirus dan parvovirus B19, yang biasanya menyebabkan penyakit kelima (fifth disease).

Luka berat

Para ahli juga menganggap kalau luka berat merupakan salah satu faktor penyebab utama munculnya rematik. Berdasarkan hasil studi yang dirilis jurnal Open Access Rheumatology, luka berat bisa memicu munculnya radang yang mengarah pada rematik.

Contoh luka berat yang dimaksud antara lain tulang patah/ retak, sendi terlepas, serta kerusakan ligamen. Tapi para ahli belum dapat menunjukkan bukti signifikan mengenai kaitan antara luka berat dengan risiko rematik.

Penelitian skala besar dan jangka panjang masih diperlukan untuk menguji kebenaran teori ini. Hal ini dikarenakan luka berat biasanya tak langsung memicu munculnya rematik. Cedera berat hanya dianggap mampu memicu radang yang nantinya menyebabkan rematik.

Rokok

Asap rokok bisa langsung mempengaruhi tingkat keparahan rematik serta efektif-tidaknya perawatan yang dijalani. Hasil studi dari Arthritis Research and Therapy menemukan kalau sedikit saja asap rokok bisa meningkatkan risiko rematik.

Hasil studi ini juga menunjukkan kalau merokok setiap hari bisa membuat perempuan berisiko 2 kali lebih besar terkena rematik. Dan kemungkinan terkena rematik juga menurun setelah berhenti merokok.

Namun setelah 15 tahun berlalu, risiko mantan perokok untuk terkena rematik masih lebih besar dibanding mereka yang tidak pernah merokok. Soal ini, para ahli berpendapat kalau rokok menyebabkan fungsi imun menjadi cacat apalagi kalau tubuh juga memiliki gen penyebab rematik seperti yang disebutkan tadi.

Dan seperti yang disebutkan sebelumnya, rokok bisa membuat rematik semakin parah dengan cepat, sekaligus mengganggu keefektifan perawatan yang dijalani. Kalau gangguan rematik menuntut seseorang sampai menjalani prosedur bedah, maka rokok bisa meningkatkan risiko komplikasi.

Lain halnya dengan mereka yang tidak merokok, usai operasi, kondisinya biasanya jauh lebih baik. Karena itu, jangan merokok atau berhentilah agar risiko terkena rematik berkurang.

Hormon

Selain beberapa faktor yang disebutkan tadi, hormon ternyata juga bisa menjadi penyebab rematik. Dibanding pria, penderita rematik lebih banyak yang berjenis kelamin wanita. Dari sini, para ahli menyimpulkan kalau kadar hormon perempuan turut meningkatkan risiko rematik.

Contohnya, beberapa wanita mengalami gejala rematik yang meningkat tajam saat sedang hamil. Gejala ini bisa jadi surut saat hamil, tapi bertambah parah setelah melahirkan.

Selain itu, kondisi lain yang memicu naiknya kadar hormon pada wanita seperti menyusui atau menggunakan alat kontrol kehamilan hormonal juga bisa memperbesar kemungkinan rematik.

Polutan

Para ahli menduga sumber polusi seperti asap rokok, udara kotor, insektisida, serta paparan zat tertentu dari udara seperti silika dan asbes juga bisa meningkatkan kemungkinan seseorang terkena rematik.

Obesitas

Menurut Arthritis Foundation, sekitar 2/3 penderita rematik mengalami obesitas atau overweight. Hal ini dikarenakan, lemak dalam tubuh menghasilkan protein sitokin yang berpotensi memicu radang. Jadi semakin berat tubuh seseorang, kian parah juga rematik yang diidapnya.

Selain itu, obesitas juga bisa berpengaruh pada pengobatan tradisional rematik. Obat rematik yang dikenal dengan DMARDs (disease-modifying anti-rheumatic drugs) juga terbukti kurang efektif setelah dipakai lebih dari setahun pada penderita rematik obesitas/ overweight.

Padahal obat ini cukup efektif bagi penderita rematik dengan berat badan normal. Akan tetapi sama seperti faktor lainnya, obesitas bukanlah faktor tunggal yang bisa menyebabkan seseorang menderita obesitas.

Jadi, untuk mencari tahu penyebab pasti mengapa seseorang terkena rematik, maka perlu diamati pula dari segi lainnya seperti genetik, lingkungan, hormon, serta apakah ia pernah mengalami luka berat maupun infeksi.

Bagaimana Cara Mencegah Rematik?

Lantas bagaimana sekarang cara mencegah rematik? Sesuai penyebabnya tadi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah rematik, seperti:

Berhenti merokok

Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention), merokok bisa meningkatkan potensi seseorang terkena rematik 1,3-2,4 kali lebih besar. Namun seringkali memang tidak mudah untuk berhenti merokok begitu saja. Berikut ada beberapa tips yang mungkin bisa membantu Anda berhenti merokok:

  • Tulis daftar alasan kenapa Anda harus berhenti merokok, apakah karena ingin mencegah rematik, menghemat uang, ingin hidup lebih lama, dll. Dan bila nanti timbul keinginan untuk merokok, baca kembali daftar yang sudah Anda buat sebelumnya.
  • Evaluasi dan kenali penyebab mengapa dulu Anda gagal saat hendak berhenti merokok, apakah karena waktu itu Anda masih berada dalam pergaulan yang salah, atau lainnya. Mengetahui alasannya bisa mencegah dari melakukan kegagalan yang sama.
  • Katakan pada orang terdekat kalau Anda ingin berhenti merokok dan minta dukungan mereka.
  • Gunakan obat atau alat bantu bila perlu, seperti dengan mengunyah permen karet, minum Chantix (varenicline) atau Zyban, serta mengunjungi dokter bila perlu.

Baca disini untuk tips lainnya 13 Cara Berhenti Merokok yang Efektif

Diet untuk mereka yang overweight atau obesitas

Seperti disinggung tadi, salah satu penyebab rematik adalah karena berat badan berlebih. Jadi kalau Anda termasuk salah satunya, maka lakukan diet. Untuk ini Anda bisa bergabung dalam program diet tertentu di bawah bimbingan pakar atau melakukannya sendiri.

Yang jelas saat berusaha diet sendiri, tetapkan target yang masuk akal. Dalam seminggu misalnya, berat badan yang hilang sebanyak ½ kg atau lebih sedikit masih tergolong aman.

Anda juga perlu membiasakan diri mengadopsi pola makan sehat, yaitu dengan rajin mengonsumsi whole grain, sayur, serta buah-buahan. Untuk sumber proteinnya, pilihlah yang rendah/ tanpa lemak seperti ikan serta daging ayam tanpa kulit. Hindari makanan yang tinggi kandungan gula, garam, serta lemaknya.

Dan berolahragalah, karena ini merupakan salah satu kunci sehat program diet. Pilih jenis olahraga yang mengombinasikan aerobik dan latihan kekuatan karena ini bisa mempertahankan massa tulang.

Lakukan juga stretching atau peregangan secara rutin untuk mengurangi rasa sakit dan sendi kaku yang erat kaitannya dengan rematik. Namun kalau saat ini Anda sudah mengidap rematik, hindari olahraga high-impact karena gerakan intens dan agresif bisa memperburuk gejalanya.

Menjauhi polutan atau penyebab iritasi lainnya

Bila memang harus berurusan bahan kimia berbahaya, pastikan untuk mengenakan pengaman yang layak sepanjang waktu, seperti masker, sarung tangan, dan lain sebagainya.

Segera periksa ke dokter

Begitu Anda mulai merasakan gejala rematik, segeralah periksa ke dokter. Karena menurut CDC, deteksi dan pengobatan dini bisa mencegahnya semakin parah. Dokter mungkin akan merujuk Anda ke spesialis rematik atau rematologis.


29 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Researchers add to evidence that common bacterial cause of gum disease may drive rheumatoid arthritis. (2016, December 14) (http://www.hopkinsmedicine.org/news/media/releases/researchers_add_to_evidence_that_common_bacterial_cause_of_gum_disease_may_drive_rheumatoid_arthritis)
Mayo Clinic Staff. (2016, March 18). Rheumatoid arthritis (http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/rheumatoid-arthritis/home/ovc-20197388)
Handout on health: Rheumatoid arthritis. (2016, February) (https://www.niams.nih.gov/health_info/Rheumatic_Disease/)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app