Walau Cuma Terkena Asap, Bahaya Vape Pada Lansia Bisa Fatal

Dipublish tanggal: Sep 19, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Okt 10, 2019 Waktu baca: 4 menit
Walau Cuma Terkena Asap, Bahaya Vape Pada Lansia Bisa Fatal

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan sekitar 8,4% orang dewasa usia 65 tahun ke atas suka merokok. Namun sejak bahaya rokok mulai menghantui kesehatan, mereka berbondong-bondong beralih ke rokok elektrik alias vape yang katanya lebih sehat.

Namun, perlu diketahui bahwa vape ternyata tidak sebagus yang kebanyakan orang kira. Apalagi bagi kelompok berisiko seperti lansia, bahaya vape pada lansia tentu bisa jadi lebih besar.

Sekilas tentang cara kerja rokok elektrik

Rokok elektrik alias vape sering kali dianggap sebagai jalan pintas untuk 'hidup sehat' tanpa rokok. Karena kandungan nikotinnya cenderung lebih sedikit daripada rokok tembakau, banyak orang yang memanfaatkan vape sebagai salah satu cara berhenti merokok.

Vape dilengkapi dengan baterai yang digunakan untuk memanaskan cairan menjadi aerosol atau uap. Cairan vape tersebut mengandung nikotin sehingga ketika dipanaskan, maka uap yang dihasilkan juga mengandung nikotin. Ditambah lagi dengan perasa dan bahan kimia lain yang membantu memproduksi aerosol.

Lebih jelasnya, berikut berbagai kandungan yang terdapat dalam cairan dan asap vape, di antaranya:

  • Nikotin
  • Partikel ultrafine yang dapat terhirup dan masuk lebih jauh ke paru-paru
  • Perasa seperti diacetyl, zat kimia yang berpotensi memicu penyakit serius pada paru-paru
  • Senyawa organik yang mudah menguap
  • Bahan kimia pemicu kanker
  • Logam berat berupa nikel dan timah

Meskipun pada kemasannya tertulis tanpa nikotin, beberapa jenis vape nyatanya mengandung nikotin dalam jumlah sedikit. Namun bagaimana pun, besar kecilnya jumlah nikotin tetap saja dapat membahayakan kesehatan.

Apa bahaya vape pada lansia?

Semakin bertambahnya usia, fungsi organ-organ tubuh mengalami penurunan. Hal ini membuat tubuh lansia semakin rentan terserang penyakit, apalagi jika ditambah dengan kebiasaan buruk seperti jarang olahraga, minum alkohol, hingga merokok.

Apa pun jenis rokoknya, baik rokok tembakau maupun rokok elektrik alias vape, tetaplah tidak baik untuk kesehatan. American Cancer Society mengungkapkan bahwa rokok mengandung berbagai bahan kimia penyebab kanker, di antaranya:

  • Nikotin: bahan kimia yang sangat adikif dan dapat menyebabkan kecanduan
  • Timbal: bahan kimia dari rokok yang tidak semestinya ada di dalam tubuh
  • Karbon monoksida: bersifat toksik yang dapat meracuni darah
  • Formalin (formaldehida): bahan kimia beracun yang digunakan untuk kayu dan karpet.

Baca Selengkapnya: Apakah Kandungan Nikotin Vape Sama Seperti Rokok?

Meskipun vape sendiri tidak mengandung tar dan karbon monoksida, tapi masih ada formaldehida dan bahan logam lainnya yang justru bersifat karsinogenik. Dengan kata lain, sering mengisap vape dapat meningkatkan risiko kanker. Termasuk juga pada lansia.

Berbagai bahaya vape pada lansia adalah:

1. Menurunkan sistem imun tubuh

Sistem kekebalan tubuh lansia secara alami akan mengalami penurunan karena faktor usia. Namun, hal ini bisa diperparah akibat kebiasaan merokok elektrik alias vaping.

Berbagai bahan kimia dalam cairan dan asap vape dapat membuat tubuh lebih sulit melawan penyakit. Akibatnya, riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya justru kian parah dan berpotensi fatal. Mulai dari diabetes, hipertensi, hingga penyakit jantung.

2. Kelemahan otot

Sejumlah kandungan dalam vape dapat menghalangi jumlah oksigen yang masuk ke dalam tubuh. Tak hanya memicu gangguan pada fungsi organ tubuh, otot-otot di sekujur tubuh ikut melemah akibat kekurangan aliran oksigen.

3. Pneumonia

Melansir dari Telegraph, sebuah penelitian menemukan bahwa uap vape sama buruknya dengan asap rokok tembakau bahkan asap knalpot kendaraan. Vape diketahui dapat membuat saluran udara lebih rentan terhadap bakteri penyebab infeksi.

Selain itu, asap vape juga punya kemampuan untuk menangkap bakteri berbahaya dan memasukkannya ke dalam saluran pernapasan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat meningkatkan risiko peradangan pada paru-paru atau pneumonia.

Baca Juga: Paru-Paru Popcorn Sebagai Efek Bahaya Vape (Rokok Elektrik)

4. Gagal jantung hingga kematian

Sedikit apa pun kandungan nikotin dalam vape dapat meningkatkan tekanan darah, detak jantung, dan sistem pernapasan Anda. Semakin banyak nikotin dalam tubuh, maka tekanan darah dan detak jantung akan semakin cepat.

Bila dibiarkan terus-menerus, perokok vape bisa mengalami aritmia dan bahkan gagal jantung. Lebih parahnya lagi, seseorang bisa mengalami kematian akibat paparan cairan dan asap vape.

Cara berhenti menggunakan vape pada lansia

Catat baik-baik, tidak ada kata terlambat untuk berhenti menggunakan vape. Meskipun usia Anda sudah tak lagi muda, masih ada banyak waktu bagi Anda untuk berusaha melepaskan diri dari jeratan rokok elektrik.

Menariknya, lansia justru akan lebih mudah berhenti merokok ketimbang orang-orang yang usianya lebih muda, lho! Kunci terpentingnya adalah buatlah komitmen pada diri sendiri untuk benar-benar berhenti mengisap vape demi kesehatan Anda sendiri.

Nah, berikut berbagai cara yang dapat membantu menghentikan kebiasaan mengisap vape pada lansia, antara lain:

1. Kuatkan niat

Ini merupakan kunci yang paling penting. Sebab, kebanyakan perokok akan mudah jatuh bangun saat berusaha berhenti merokok karena niatnya belum kuat.

Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah bulatkan tekad untuk berhenti nge-vape. Ingat kembali tujuan Anda mengapa ingin berhenti menggunakan vape dan niatkan untuk menjaga kesehatan Anda.

2. Minta dukungan keluarga dan orang terdekat

Semua orang tentu merasa sulit berhenti menggunakan vape, apalagi kalau sudah terlanjur candu dan jadi kebiasaan. Namun tak perlu khawatir, dukungan orang-orang terdekat bisa membantu memotivasi Anda untuk berhenti vaping.

Anda tentu ingin menghabiskan masa tua bersama keluarga dan anak-cucu dalam kondisi sehat walafiat, kan?

3. Alihkan perhatian

Supaya tidak terus-terusan menuruti efek kecanduan nikotin, coba alihkan perhatian Anda pada hal-hal lain. Begitu hasrat nge-vaping mulai muncul, alihkan dengan mengunyah permen karet, makan camilan sehat seperti buah potong atau es krim, atau bermain bersama cucu.

4. Konsultasi ke dokter

Segera temui dokter untuk membantu Anda berhenti merokok vape. Dokter dapat memberikan obat-obatan tertentu yang dapat membantu menahan efek kecanduan rokok vape.

5. Beri penghargaan untuk diri sendiri

Setelah berhasil berhenti menggunakan vape, jangan lupa berikan penghargaan untuk diri sendiri. Hal ini akan membuat Anda merasa bangga telah sukses melawan efek candu vape. Anda pun akan kapok mengulang kebiasaan ini esok hari dan seterusnya.

Lakukan hal-hal yang Anda sukai, misalnya mengonsumsi makanan atau minuman favorit, pergi jalan-jalan, atau menekuni hobi yang selama ini tertunda. Yang tak kalah penting lagi, Anda juga akan terhindar dari bahaya vape pada lansia dan bisa menjalani hidup lebih sehat ke depannya.

Baca Juga: Rokok vs Vape, Mana yang Lebih Diminati di Indonesia?


5 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
How E-Cigarettes Affect Your Body. WebMD. (Accessed via: https://www.webmd.com/smoking-cessation/how-e-cigarettes-affect-body)
Cooper, M., Harrell, M. B., & Perry, C. L. (2016). Comparing young adults to older adults in e-cigarette perceptions and motivations for use: implications for health communication. Health education research, 31(4), 429–438. https://doi.org/10.1093/her/cyw030. National Center for Biotechnology Information. (Accessed via: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4945860/)
Cataldo, J. K., Petersen, A. B., Hunter, M., Wang, J., & Sheon, N. (2015). E-cigarette marketing and older smokers: road to renormalization. American journal of health behavior, 39(3), 361–371. https://doi.org/10.5993/AJHB.39.3.9. National Center for Biotechnology Information. (Accessed via: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4351761/)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app