Antipiretik Si Obat Demam

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Nov 10, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 2 menit
Antipiretik Si Obat Demam

Semua orang tentu pernah menggunakan obat antipiretik atau penurun panas, demam atau panas itu sendiri merupakan suatu kondisi di mana tubuh mengalami peningkatan suhu hingga mencapai 38 derajat celcius atau lebih. 

Demam yang timbul tentunya akan mengganggu aktivitas seseorang, sehingga orang tersebut cenderung akan berusaha untuk segera menghilangkannya, salah satunya dengan mengonsumsi obat penurun panas yang dalam istilah medis disebut dengan antipiretik.

Demam merupakan suatu gejala yang timbul ketika tubuh sedang melawan penyakit. Demam sebenarnya adalah mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman infeksi. Pada saat terjadi infeksi, otak manusia akan menaikkan standar suhu tubuh di atas nilai normal sehingga tubuh akan mengalami demam. Demam bisa dianggap sebagai bukti bahwa sistem kekebalan bekerja dengan baik.

Mengenal Antipiretik lebih dekat

Antipiretik adalah golongan obat - obatan yang dapat menurunkan demam. Di dalam tubuh manusia obat antipiretik akan bekerja dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin E1, yaitu suatu zat kimia dalam tubuh yang berperan dalam proses terjadinya demam. 

Dengan cara kerjanya tersebut obat antipiretik dapat menurunkan standar suhu tubuh ke nilai normal, sehingga terjadi penurunan demam. Prostaglandin ini juga merupakan zat kimia yang berperan dalam terjadinya reaksi timbulnya nyeri dan peradangan, sehingga kebanyakan obat antipiretik juga memiliki efek analgetik dan efek anti inflamasi. Oleh karena itu, selain untuk menurunkan demam, sebagian besar obat - obat ini juga memiliki khasiat untuk mengurangi nyeri.

Ada banyak jenis obat antipiretik yang dapat digunakan yaitu, paracetamol, ibuprofen, ketoprofen aspirin, metimazol, dan lain – lain. Di antara obat - obatan tersebut, paracetamol merupakan obat antipiretik yang paling banyak diresepkan dan paling banyak digunakan di Indonesia. 

Obat antipiretik diindikasikan penggunaannya untuk mengatasi segala penyakit yang menimbulkan gejala demam. Beberapa panduan penatalaksanaan menyatakan bahwa obat demam sebaiknya hanya diberikan apabila demam telah melebihi suhu 38,5 oC, dan demam dengan suhu yang kurang dari 38,50C sebaiknya tidak perlu cepat - cepat diberi obat.

Obat antipiretik memiliki kontraindikasi yang berbeda – beda tergantung jenis obatnya. Paracetamol sebagai obat antipiretik utama di Indonesia tidak boleh digunakan oleh pasien yang diketahui pernah alergi terhadap paracetamol, pasien yang mengalami gangguan fungsi hati berat, dan pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal yang berat. 

Ibuprofen dan obat antiradang nonsteroid lainnya berisiko untuk memperparah penyakit maag dan menimbulkan perdarahan pada saluran pencernaan pasien. Aspirin juga dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna dan tidak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hati.

Adapun dosis obat antipiretik yang sebaiknya digunakan, tergantung pada jenis obatnya adalah sebagai berikut:

  • Paracetamol, dosis yang dianjurkan adalah sebesar 500 mg, dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk anak-anak dosisnya ialah 10-15 mg/kg berat badan, 3-4 kali sehari.
  • Ibuprofen, dosis yang dianjurkan adalah sebesar 400 mg, dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk anak-anak dosisnya ialah 5-10 mg/kg berat badan, 3-4 kali sehari.
  • Aspirin, dosis yang dianjurkan adalah sebesar 500 mg, dengan pemberian 3-4 kali sehari

Efek samping yang muncul dapat berbeda – beda tergantung jenis obat yang digunakan. Beberapa efek samping yang pernah ditemui antara lain, alergi pada kulit, gatal - gatal pada kulit, kepala terasa pusing, mual, muntah, nyeri ulu hati, buang air besar berdarah warna hitam, gangguan fungsi hati dan gangguan penyembuhan luka.

Pada dasarnya obat antipiretik merupakan obat yang aman untuk dikonsumsi, efek samping dapat timbul ketika seseorang mengonsumsinya dalam dosis yang terlalu banyak atau dalam jangka waktu yang terlalu lama.


5 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app