Anak Alergi Susu Sapi? Pahami Tandanya!

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Mei 1, 2019 Waktu baca: 3 menit
Anak Alergi Susu Sapi? Pahami Tandanya!

Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan tubuh atau sistem imun yang mampu melawan berbagai jenis penyakit dan bahan kimia berbahaya yang masuk ke dalam tubuh. Namun terkadang pertahanan tubuh menimbulkan reaksi berlebihan yang disebut dengan reaksi alergi terhadap sesuatu, contohnya alergi terhadap kandungan makanan atau minuman tertentu, seperti alergi susu sapi.

Sebagian besar susu formula umumnya mengandung susu sapi meskipun ada pula susu yang berasal dari kedelai (soya). Protein dalam susu sapi merupakan salah satu bahan kimia yang dapat memicu reaksi alergi pada beberapa anak atau bayi. Alergi susu sapi, alergi susu formula, atau intoleransi protein susu sapi seringkali membuat pertumbuhan bayi menjadi tidak sehat.

Tanda dan gejala bayi atau anak alergi susu sapi

Ada banyak gejala yang dapat timbul akibat alergi susu sapi karena tidak semua bayi atau anak bisa diberikan susu yang berasal dari susu sapi. Hal ini biasanya terjadi segera setelah bayi diberi minum susu sapi, beberapa tanda alerginya berupa:

  • Reaksi pada kulit yang menimbulkan rasa gatal, eksim, dan ruam kemerahan
  • Gangguan pada sistem pernapasan yang menyebabkan sesak nafas, serta batuk dan pilek kambuh berulang
  • Gejala pada saluran cerna seperti muntah, sakit perut berulang, diare, dan susah makan 
  • Pada reaksi berat, alergi susu sapi dapat menimbulkan bengkak pada beberapa bagian tubuh seperti bibir, lidah, mata maupun telinga
  • Pada kondisi yang jarang terjadi dapat menimbulkan syok karena reaksi alergi

Mengapa bayi atau anak bisa alergi susu sapi?

Salah satu penyebab alergi susu sapi dapat terjadi karena adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh yang mengira kandungan protein pada susu sebagai zat yang berbahaya bagi tubuh. Untuk mencegahnya, tubuh memproduksi antibodi immunoglobulin E untuk menetralkan alergen tersebut.

Jika bayi memiliki riwayat keturunan dari orang tua atau keluarga dengan penyakit alergi seperti asma ataupun alergi makanan, umumnya bayi tersebut juga lebih berisiko memiliki alergi terhadap sesuatu, seperti halnya alergi susu sapi.

Kemungkinan lain, alergi susu sapi terjadi karena kontak dengan protein susu sapi pada waktu yang sangat dini atau pada awal kehidupan, baik sebelum lahir atau segera setelah lahir yang didapatkan bayi melalui susu yang dikonsumsi ibu atau melalui ASI. Faktor lain yang ikut berkontribusi terhadap munculnya alergi secara tidak langsung adalah polusi udara, asap rokok, hewan peliharaan, serta cuaca.

Beda alergi susu sapi dengan intoleransi laktosa

Terkadang banyak orang yang mengganggap alergi susu sapi dengan intoleransi laktosa adalah kondisi yang sama, padahal keduanya berbeda walau memiliki gejala yang hampir sama.

Jika alergi susu sapi adalah kondisi di mana bayi atau anak mengalami alergi terhadap makanan tertentu seperti misalnya susu sapi. Alergi susu sapi terjadi ketika sistem daya tahan tubuh bayi bereaksi terhadap protein yang terdapat dalam kandungan susu. Sementara itu, intoleransi laktosa terjadi ketika tubuh bayi mengalami kesulitan mencerna kandungan laktosa (gula yang ada pada susu) yang terdapat pada susu. 

Baca juga: Memahami Tanda dan Gejala Intoleransi Laktosa

Berbeda dengan alergi susu sapi yang disebabkan oleh reaksi sistem imun tubuh dan berdampak pada banyak sistem organ tubuh seperti sistem pencernaan, sistem pernapasan, maupun reaksi kulit, intoleransi laktosa disebabkan oleh kurangnya enzim laktosa pada tubuh sehingga berdampak pada gangguan pencernaan dan menimbulkan rasa kembung, diare, maupun nyeri perut bagi bayi yang mengalami intoleransi laktosa.

Cara mengatasi alergi susu sapi pada bayi atau anak

  • Jika Anda mencurigai anak Anda mengalami alergi susu sapi, periksakan dan konsultasikan dengan dokter untuk memastikan hal tersebut
  • Hentikan dulu pemberian susu sapi atau produk susu apapun pada bayi selama seminggu atau lebih, kemudian coba berikan kembali kepada bayi untuk melihat apakah gejala alergi kambuh atau tidak
  • Untuk mengatasi kekurangan protein pada bayi karena tidak mengonsumsi susu, maka Anda harus berdiskusi dengan dokter untuk mendapatkan sumber nutrisi pengganti. Terkadang bayi juga akan mengalami alergi terhadap daging sapi, telur, kedelai, maupun kacang-kacangan
  • Bayi yang alergi terhadap susu sapi mungkin akan mengalami alergi dengan susu jenis lain. Beberapa pilihan lain di antaranya susu soya, susu dengan tulisan hypoallergenic (susu yang telah dihidrolisis atau dipecah rantai proteinnya menjadi lebih pendek), ataupun susu yang mengandung asam amino (bentuk paling sederhana dari protein)
  • Tersedia juga formula khusus untuk bayi yang dapat diresepkan oleh dokter. Formula ini mungkin memiliki aroma tidak menyenangkan bagi orang dewasa, tapi bayi yang membutuhkan dapat menerimanya dengan cukup baik
  • Jika bayi minum ASI, sebaiknya ibu jangan minum susu sapi atau mengonsumsi produk susu selama setidaknya satu minggu. Untuk dapat terus melakukan hal ini Anda perlu saran dari ahli gizi atau dokter untuk memastikan bahwa Anda mendapatkan jenis makanan yang dibutuhkan sebagai pengganti susu
  • Umumnya bayi dengan alergi susu sapi akan hilang dengan sendirinya dan tidak memiliki alergi lagi setelah melewati waktu 1-2 tahun sehingga mereka bisa makan makanan yang sama seperti anak-anak lainnya

10 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.
Gupta, RC. KidsHealth (2015). Milk Allergy. (https://www.rchsd.org/health-articles/milk-allergy/)
BetterHealth (2017). Allergies. Cow’s Milk Allergy. (https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/ConditionsAndTreatments/cows-milk-allergy)

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app